15 menit sebelum alarm pk 05.00 wita di handphone mengering, satu sosok di rumah ini sudah terjaga. Menyebalkan! Mengapa bisa bangun lebih awal daripada sang alarm. Waktu tidur berkurang 15 menit, apalagi ini weekend! Sosok ini tetap mencari rasa kantuk. Masih 15 menit, itu waktu berharga! Tapi percuma, rasa kantuk tetap tak mau dekat, bagai badai yang lenyap disambut cerahnya hari.Â
Tidak ada data tertulis kapan sosok ini memulai kebiasaan bangun awal ini. Yang jelas, seorang ahli bedah plastik Maxwell Maltz (1960) menuliskan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kebiasaan baru adalah sekitar 21 hari. Jadi kemungkinan, kebiasaan bangun awal ini tertanam karena sudah ia lakukan minimal 21 hari. Lihat! Dia diam dalam posisi terbaring, tapi mata tak redup dan pikirannya malah liar merabas semua rencana yang ingin ia lakukan hari ini. Terlalu banyak rencana, ia benar-benar menyiratkan sosok yang tamak.Â
Akhirnya sosok ini duduk di ranjang, ia meraih kertas bekas dan pulpen, dan mulai me-list semua rencana liarrrrr yang ada di pikirannya. Tak ia biarkan pikirannya berkembang liar sempurna. Ia harus cepat bereaksi, memilih semua aktifitas yang ada di pikirannya, mencantumkan di masing-masing nomer yang ada, mengurutkan semuanya mudah tercerna, mudah ia ikuti, dan akhirnya ia selesaikan.
Satu demi satu ketamakannya (baca: to do list) ia tuliskan. Melakukannya bukan hanya sekedar menulis, ia penuh pikiran, penuh pertimbangan supaya tetap logis dan mampu terlaksana hingga teraih kepuasan hati. Sosok tamak mulai menulis. Baginya tidak ada perbedaan yang hakiki antara weekdays dan weekends, sosok ini harus tetep kuat iman dengan bercakap dengan Tuhannya, tetap sehat dengan workout walaupun hanya 30 menit, tetap siaga untuk kesehatan keluarganya dengan persiapan sarapan dan makan siang, tetap berkembang dan mengaktualisasikan diri dengan menulis, serta update dengan isu dan pengetahuan baru dengan membaca. Paling bedanya, di weekends, sosok ini bisa menyalurkan kesukaannya naik gunung dengan teman lain yang punya waktu dan tujuan yang sama. Berikut, salah satu kertas; list ketamakannya yang ada di bawah kasur.
2. terapi air seni
3. doa
4. cek nasi, masak nasi
5. marinasi lauk
6. ke kamar suami; peluk cium suami
7. ke kamar Mei; peluk cium Mei
8. pk 06.00: workout - Fit seven eleven
9. goreng lele, sayur
10. makan pagi
11. mandi
12. baca headline Kompasiana min 1 artikel
13. panasin motor
14. pk 08.00 wita: berangkat
15. mepo di Patung Jagung, Bedugul pk 09.00 (mepo = meeting point)
16. ke start point Gn. Pohen.
17. hiking
18. pk 15.00: pulang, tidur siang
19. pk 18.00 gerejaÂ
See... benar-benar tamak, kan? Hingga detik ini, mungkin kata tamaklah yang paling tepat buatnya. Tapi tamak dalam positive version. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia; ketamakan/ke*ta*mak*an/ hal tamak; diartikan sebagai sebuah keinginan untuk selalu memperoleh (harta dan sebagainya) sebanyak-banyaknya: dia berlaku curang karenanya. Khusus untuk sosok ini, arti tamak yang pas buatnya adalah sebuah keinginan untuk selalu melakukan dan menamatkan semua to do list-nya, hingga sosok ini dan keluarganya nyaman jalani hari. Sebelum ia pergi (baik bekerja atau lakukan kegiatan outdoor yang ia sukai), bahkan sebelum suami dan anaknya bangun, ia sudah pastikan makanan sehat siap di meja makan dan pekerjaan rumahnya beres.
ibu. Jika ada terbesit ragu di kacamata Anda, cobalah lakukan riset 21 hari untuk Ibu-mu. Cobalah list apa yang ia lakukan dalam satu hari, yang kadang memang tak terlihat hingga tak ada ungkapan terima kasih karena merasa telah terbiasa mendapatkannya. Dan yang lebih lucu lagi, sang Ibu - sosok tamak dengan semua rincian aktifitas dan tugas-tugas keluarganya, tanpa tedeng aling-aling, berurai senyum hanya dengan melihat suami dan anaknya sehat, dan masakan yang ia siapkan habis sempurna tanpa sisa.
Dan siapakah sosok tamak ini? Tertebak lugas tanpa berfikir terlalu panjang: seorangWahai Ibu tamak, monggo rayakan harimu dengan sukacita. Tamakmu adalah surgamu, dan surga bagi keluargamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H