Kalau belum mencapai impian dan goalmu, ga usah buru-buru bilang nasib. Cek dulu, besarkah niatmu? Sudah maksimalkah kekuatan niatmu untuk menggapainya? Kalau belum, mungkin kudu berguru dulu sama sosok satu ini... Mas Atri.
We say "WOW" pas Pak Wayan cerita ada anak pejabat yang dijemput helikopter di Titi Besi camp-site karena kecapean. Nominal untuk penjemputan dengan helikopter begitu fantastissss! Tapi subuh itu, ternyata ada yang lebih WOWWW, Geiss.., leboh fantastis, dan value-nya pun lebih tinggi daripada  cerita si empunya money.
Baca: Gn Batukaru, 2.276 mdpl: Waktu yang Pas untuk Pendakian https://www.kompasiana.com/catarina74688/625e5167ef62f6305e1b0b12/gn-batukaru-2-276-mdpl-waktu-yang-pas-untuk-pendakian
pendakian. Pedomannya adalah lama perjalanan 5 jam ke camp site. "5 jam aja to?" dia memastikan kembali untuk ketepatan durasi waktu pendakian. Setelah itu, ia pulas tidur dan kami lanjutkan pendakian. Ga dipungkiri, it's a little bit worry saat salah satu dari anggota tim memutuskan untuk istirahat, ga jalan bersama. Jalur ini adalah jalur yang belum pernah ia lalui sebelumnya, ketinggiannya pun tertinggi daripada ketinggian yang pernah ia daki sebelumnya.Â
Pk. 12.00 wita, di pos 2, Mas Atri sudah begitu lelah dan ngantuk. Setelah makan siang, dia sampaikan akan tidur dulu baru lanjutkan
Baca: Gn. Merbabu Jalur Suwanting: Aksi Minus dan Efeknya dalam Pe... https://www.kompasiana.com/catarina74688/624d1e8ebb44865fc353e8b3/gn-merbabu-jalur-suwanting-aksi-minus-dan-efeknya-dalam-pendakian
Tapi beberapa kali mendaki bersama, cukup membuat sedikit relax. Mas Atri terbiasa naik sendiri, dengan ukuran kemampuan dan timingnya sendiri. Bekal pengetahuan baik dari you tube maupun dari cerita temen lain, orientasi dan ingatan yang kuat, semua mengurangi rasa was-was kami.
Hanya Pak Ardana, guide kami, yang bingung. Ini pertama kali, si pemakai jasa meminta si guide untuk duluan, ninggalin dia yang mau tidur di pos 2. Berulang Beliau tanya ke kami, "Kok kakaknya minta saya tinggal aja, apa gapapa?" "Apa kakaknya memang biasa seperti itu?" "Pak, ga usah kuatir... Entar kalo dia pengen naik, akan naik sendiri." Jawaban saya sih santai banget, tapi wkwk... sebenernya mikir donggg.
Dan jadilah kami ngecamp di pos 4 tanpa Mas Atri. Melalui malam tanpa tim yang lengkap. Pk 21.00, Mas Titus dan Pak Ardana nunggu di balik batu besar, masih berharap Mas Atri akan lanjut jalan dan tiba malam itu. Tapi.... zonk, ga ada sama sekali kilatan senter hingga mereka kembali ke tenda dan istirahat.
Kaget ketika Mas Titus teriak disampingku, "Atri!" What? Bukan mimpi kan? Iya e, suara Mas Atri! Gila, edan! Jam berapa ini? Mataku masih susah untuk dibuka, tapi tiupan angin yang masuk saat mas Titus buka tenda... uhhhh super dingin. Masih gelap. Gelap, tapi kami seneng bukan main. Pak Ardana pun langsung keluar dari tenda, happy menyambut yang ditunggu-tunggu sedari malam.Â
Baca: Yuk Naik Kereta Api: Moda Transportasi yang Nyaman https://www.kompasiana.com/catarina74688/625682233794d16cab381c24/yuk-naik-kereta-api-moda-transportasi-yang-nyaman
Mas Titus langsung siapkan trangia, saya carikan gelas. Yah kopi panas di situasi ini begitu sepadan untuk selebrasi tim yang utuh kembali dan penghangat sebelum nyummit. Pk. 04.15 wita. Jika dihitung mundur 5 -- 6 jam... wkwk butuh niat yang besuarrr untuk jalan sendiri di dalam gelap selama itu.
Kagum menguak, benar-benar luar biasa. See.. ini lebih WOW daripada penjemputan di titik ini dengan helikopter. Tidak banyak orang yang melanjutkan pendakian saat situasi seperti itu, di jalur yang benar-benar baru baginya. Melanjutkan pendakian dalam gelap, sendiri, dari pos 2 ke pos 4 yang berdurasi 5 -- 6 jam, lalu langsung summit setelahnya. Kalau sudah niat, apapun lewat. Salut untuk Mas Atri yang mengejewantahkan kekuatan sebuah niat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H