Mohon tunggu...
Catarina Tenny Setiastri
Catarina Tenny Setiastri Mohon Tunggu... Guru - Ibu, guru, dan pejalan.

ig: catarinatenny22 Saya Ibu dan guru, yang memiliki minat melakukan perjalanan ke tempat-tempat baru, yang cenderung senyap. Mengalami dan meresapi dengan berinteraksi dengan orang lokal, dengan penggiat alam atau pejalan lainnya. Destinasi bukan satu-satunya tujuan dalam perjalanannya; ia puaskan dirinya dengan pengalaman baru bersama keluarga, mencari letupan-letupan keajaiban di tiap pengalaman yang singgah. Keajaiban yang ia percaya selalu ada dariNya, yang membuat ia bertumbuh menjadi lebih baik dan lebih berguna, pun tumbuh dalam imannya yang ga seberapa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Gn. Merbabu Jalur Suwanting: Aksi Minus dan Efeknya dalam Pendakian

6 April 2022   12:01 Diperbarui: 6 April 2022   12:05 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktifitas pendakian mulai terasa hambar?

Cobalah melakukannya di gunung yang berbeda, dengan teman seperjalanan yang berbeda. Dijamin, kita akan mendapatkan pengalaman dan cerita unik, yang bahkan ga pernah terbayang sebelumnya. Jika ingin menuangkannya pun, perlu berpuluh-puluh drum, saking banyaknya (baca: yang ini hiperbola ya Geiss, wkwk).
Pilihan kami kali ini adalah Gunung Merbabu jalur Suwanting. Jalur yang katanya begitu indah, namun berat dan terjal dibandingkan dengan jalur lain. Tapi ga sah kan, kalo hanya katanya, harus dibuktikan dengan mengalaminya sendiri, lalu barulah menceritakan dengan versi sendiri. 

Mengawali dengan browsing, menempel print-an jalur pendakian di sebelah tempat tidur biar diliat terus, bertanya tentang jalur Suwating ke temen-temen yang udah kesana, mencari temen jalan, mulai itung pengeluaran untuk kesana, dan latihan di jalur yang mirip dengan Suwanting. Kami memilih latihannya dengan pendakian Gunung Batukatu jalur Pujungan. Nice, right? Aktifitas sebelum pendakian ini begitu mengasikkan. Just like berada di dalam laboratorium, mempersiapkan segala sesuatunya sebelum pergi ke medan perang. Wkwk, dramatis banget ya pake frase "medan perang".

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Dan jadilah kami bertujuh dalam satu tim. Lima teman berasal dari Magelang dan Yogyakarta. Kami cukup sering ngobrol di grup whatsapp, tapi  perkenalan ketemu wajah ya pas di basecamp sebelum naik. Agak kaget juga karena pas sampai basecamp, ternyata mereka masih sibuk packing, padahal kami pikir meeting point ini ya sudah siap dan langsung berangkat. Ini kaget number one, pasti akan ada kaget-kaget yang berikutnya, wkwk.

Di sisi lain, karakter jalur ini tidak semengerikan seperti bayangan. Jalur jelas, rambatan akar-akar tidak sebanyak dan separah jalur Pujungan tempat kami latihan. Jalur pun sangat ramai. Ada titik-titik terjal, tapi masih manusiawi. Ada tali untuk membantu. Level medan ini: tiga dari lima, hanya ketidakdisplinan, penyepelean, dan managament yang kurang, membuat yang panorama yang aduhai dan medan yang manusiawi ini menjadi sebuah bencana alam, yang jelas sebenarnya ga perlu terjadi. 

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Berikut aksi minus dan efeknya dalam pendakian ini.

1. Ga on time.

Janji ketemu di mepo, ya pasti ketemunya dalam kondisi siap naek. Apalagi di perjanjian sudah dinote: packing masing-masing sebelumnya. Efek: waktu start yang mundur, menjadikan mundurnya waktu sampai di campsite. Jiahh, kami yang dari luar kota, yang ngebayangin sunset-an di atas, pupus melemah.

2. Mikir kemudian. 

Walaupun sewa porter untuk membawa barang, bukan berarti kita membawa seluruh barang yang pengen dibawa. Ga mau mikir,"butuh ga sih ni?" "perlu ga sih?" "ah entar biar Mas porter aja yang repack." Lupa ya, yang disewa tu jasanya untuk membawa, bukan jasanya untuk berfikir perlu atau ga barang-barang ini dibawa." Dan akhirnya, jeng-jeng... angka timbangan melebihi 30 kg dan yang ga dibawa adalah air minum. Wkwk, ini kaget kedua saya waktu itu. 

3. Mbok ya mandiri.

Mau naek tapi ga mau terbeban air, lah.. Temen lain yang disuru bawa, klo aus tinggal minta trus disodori. Ampunnn. Kaget ketiga nih.

4. Mengeluh sepanjang perjalanan.

Cape dengernya. Beban carrier udah dibagi ke temen yang lain, tapi keluhan tetap sama. Di satu saat, wes ga tahan lagi, "Bisa kata-katanya diganti, please? Bukan aduh tapi wow!" Wkwk, sejak itu yang kudengar "wow, wow, wow" walau dalam suara yang kuyu.

5. Ga antisipasi buat ujan

Ya jadinya, selamat wes... pakaian di carrier basah semua. Mbo yadibungkus plastik.

6. Ga simulasi masang tenda

Yang bawa tenda sampe duluan, tapi yang bawa frame masih di bawah. Pas udah ketemu, posisi pas ujan lebat plus angin. Pasang tenda ga bisa-bisa, mungkin karena panik. Pasang tenda pun di tengah campsite padahal angin kenceng banget. Alhasil tenda jadi sumber air, di dalam seperti kolam.

Aksi minus dan efeknya dalam pendakian ini masih ada yang lain, hanya battery low, Geiss..
Yang pasti, pendakian di luar kota, di tempat yang belum pernah, dan bersama teman baru, siap-siap kaget bernomer-nomer. Dan masukkan itu jadi pengalaman yang memperkaya pemahaman tentang arti sebuah kehidupan, wkwk.. apaan sih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun