Pelatihan 2 yaitu memasukkan media tanam jamur (jerami yang sudah ‘dibumbui’) kedalam plastik berukuran 20 x 35 x 0.4 cm. Pada proses ini hal pokok yang harus diperhatikan adalah kepadatan jerami, karena kepadatan pada baglog ini yang menentukan seberapa lama umur media dalam menghasilkan jamur. Semakin padat baglog maka semakin lama masa pakai baglognya begitu pun sebaliknya. Baglog padat memiliki volume jerami yang lebih banyak, sehingga kandungan nutrisinya pun juga banyak, jadi jamur dapat dipanen dari baglog yang sama lebih sering daripada baglog yang tidak padat.
Pelatihan 3 adalah pengovenan. Proses ini diberikan pengarahan oleh Bapak Giyatno mengenai layout penataan baglog, jumlah air yang di gunakan serta prosedur yang harus dilakukan dari awal sampai akhir proses pengovenan.
“Ini ovennya bisa yang kualitas sederhana, nanti di krukup plastik aja mas pokoknya sampai tertutup dan beri sedikit kelonggaran agar nanti tidak meledak saat uap sudah naik”, imbau Bapak Giyatno
Pelatihan 4 yaitu proses inokulasi bibit. Inokulasi bibit adalah memasukkan bibit jamur tiram kedalam baglog yang sudah di oven. Hal yang harus di tekankan adalah sterilisasi orang yang akan melakukan pembibitan dan alat yang di gunakan. Alkohol dan nyala api dari bunsen merupakan alat pokok yang di gunakan untuk sterilisasi pada proses inokulasi. Tahapan ini merupakan akhir dari proses pelatihan budidaya jamur yang di lakukan selama kurang lebih 4 jam.
Pada akhirnya tepat pukul 12.40 WIB, acara di tutup dengan makan dan foto bersama oleh Tim Jatiragi UNS dengan peserta pelatihan budidaya.
“Usahane alon – alon penting kelakon”, tutup Bapak Giyatno dengan semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H