Mohon tunggu...
I am a free soul
I am a free soul Mohon Tunggu... Wiraswasta - A mother of two beautiful souls

Give me fruits and take me to the woods. I am easy to please.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Indahnya Desa Bari yang Belum Tersentuh Listrik

30 Juli 2018   14:31 Diperbarui: 31 Juli 2018   08:52 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila ingin melihat keindahan alam, ramah tamah warga desa yang masih asli, keluguan anak anak saat bertemu dan berkomunikasi dengan orang baru, datanglah ke desa desa yang sulit di jangkau dan belum tersentuh listrik dan tidak ada jaringan ponsel. Kalian akan merasakan damai yang sesungguhnya.

Mengawali bulan Juni saya berkesempatan untuk mengunjungi sebuah tempat yang tidak di sangka sangka menjadi salah satu tempat yang paling indah yang pernah saya kunjungi selama hidup. 

Terdengar lebay bagi sebagian orang, tapi tentu tidak bagi yang bisa mensyukuri nikmat dan keindahan yang di suguhkan alam. Saya orangnya jarang jalan jalan sih, tapi bagi yang menyukai alam pasti setuju dengan saya.

Atas undangan teman, saya berkunjung ke sebuah desa yang mungkin tidak pernah pembaca dengar namanya, yaitu Bari. Yep Bari saya tidak salah tulis koq, bukan Bali. Desa Bari adalah sebuah desa nelayan yang masuk wilayah Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat. Dimana mana yang namanya desa nelayan sudah pasti, berada di pinggir pantai dan di kelilingi pohon pohon kelapa begitu juga dengan Bari. 

Desa ini dapat di capai melalui jalur laut atau jalur darat. Jika melalui jalur laut, perahu motor tersedia setiap 3x seminggu berangkat dari Labuan Bajo,  tarif per orangnya 30,000 Rupiah dengan waktu tempuh 3 jam lebih lebih sedikit tergantung kondisi arus dan angin. 

Desa ini dapat pula di capai melalui jalur darat. Kendaraan pribadi seperti sepeda motor atau mobil bisa menghabiskan waktu 4-5 jam sedangkan kendaraaan umum, yang mereka sebut Oto colt, yakni sebuah truk yang modifikasi sedemikian rupa untuk kendaraan penumpang, bisa menghabiskan waktu 6 jam bahkan lebih. 

Saya kesana menggunakan perahu motor. Teman mengingatkan untuk membawa perbekalan cukup karena nanti di sana susah tempat belanja. Bawa cukup bekal termasuk perlengkapan mandi, jajanan dan mie instant. 

Tiba di pelabuhan Kampung Ujung, Labuan Bajo,  pkl. 10 pagi, sesuai jadwal keberangkatan perahu motornya. Saya tidak sempat lagi sarapan, hanya membeli snack di supermarket dekat pelabuhan. Dan ternyata perahu berangkatnya molor 2 jam. Aih, menyesal saya tidak membeli nasi bungkus , setidaknya bisa di nikmati di tengah perjalanan. Pasti lebih nikmat rasanya makan nasi bungkus sambil melihat pemandangan indah :D.

Perahu motor penumpang dari Bari menuju Labuan Bajo (dokpri)
Perahu motor penumpang dari Bari menuju Labuan Bajo (dokpri)
Suasana perahu motor Bari - Labuan Bajo (dokpri)
Suasana perahu motor Bari - Labuan Bajo (dokpri)
Sepanjang perjalanan, di tengah laut saya di suguhi pemandangan pulau pulau di sisi kiri  dan kanan. Diantaranya Pulau Seraya Besar, Seraya Kecil dan pulau Sebabi. Di beberapa bagian, air terlihat lebih bening karena kami melewati perairan dangkal yang berpasir putih. 

Suara mesin perahu sangat kencang dan menggetarkan seluruh bagian perahu. Satu jam pertama saya merasa sangat terganggu dan membuat badan gatal gatal karena getarannya. Tapi karena tidak ada pilihan lain, sayapun belajar menikmatinya. 3 jam berlalu, dari kejauhan nampaklah Pulau Longos yang merupakan penanda bahwa Bari tidak jauh lagi.

Benar saja, tak sampai 30 menit kemudian saya melihat sebuah dermaga kayu yang mereka namai dermaga Labu Liang. Tapi perahu kami tidak menuju dermaga tersebut, melainkan menuju sebuah teluk kecil dengan pantai berpasir putih yang tak jauh dari Labu Liang. 

Sayapun tersenyum lebar, aaahhh... terbayang beberapa hari ke depan akan sangat menyenangkan. Kami lantas turun dan saya masih saja merasakan sisa getaran mesin perahu. Jadi begitu turun ke darat berasa lagi pegang mesin pengebor tanah. Hehehehee...

Indahnya pemandangan di dermaga kayu Labuliang, desa Bari (dokpri)
Indahnya pemandangan di dermaga kayu Labuliang, desa Bari (dokpri)
3 buah rumah panggung berdiri bersebelahan di pinggiran pantai. Itu saja rumah yang saya temui pertama kali. Saya dan teman kemudian berjalan di bawah pohon pohon kelapa dan kebun coklat untuk menuju rumah dia. 

Sudah menit ke 5 kami berjalan, kami belum menjumpai/ berpapasan dengan orang lain atau rumah warga. Waaah sepi sekali. Sampai kemudian di menit ke 7, saya mulai melihat rumah satu per satu. Tak sampai 10 rumah hingga tiba di rumah teman. Bisa bayangkan sepinya kan?

Jalan di dusun Toroloji, desa Bari (dokpri)
Jalan di dusun Toroloji, desa Bari (dokpri)
Rumah mereka termasuk di wilayah Dusun Toroloji. Tidak tahu berapa tepatnya jumlah warga disana, tapi sempat dengar ada 90KK di dua dusun yakni Dusun Toroloji dan tetangganya Dusun Labu Liang. Tentunya Dusun Labu Liang memiliki jumalh KK yang jauh lebih banyak kalo di lihat dari jumlah rumah yang nampak dari kejauhan. 

Karena Labu Liang termasuk sebuah dusun nelayan dengan rumah penduduk yang lumayan banyak dan berdekatan. Sementara rumah warga di Toroloji berdiri jarang dan berjauhan antara satu dengan yang lainnya. Warung, benar kata teman saya, susah. Warung terdekat dari rumah teman saya berada sekitar 10 menit dengan motor.

Rumah rumah panggung di dusun Labuliang, desa Bari (dokpri)
Rumah rumah panggung di dusun Labuliang, desa Bari (dokpri)
Menjelang sore, saatnya untuk jalan jalan mencari tempat yang bagus untuk menikmati sunset. Temanpun mengajak saya ke dermaga Labu Liang. Saya sangat bersemangat. Bisa di bayangkan sunset dari tempat ini pasti akan sangat luar biasa. Benar saja, napas seperti terhenti sejenak, mata berbinar dan tak hentinya saya bergumam, "... indahnyaaa... aduh, bagus banget".

Senja nan damai di dermaga Labuliang, desa Bari (dokpri)
Senja nan damai di dermaga Labuliang, desa Bari (dokpri)
Ada 2 perahu nelayan yang sedang parkir di dermaga tersebut. Salah satunya beranjak pergi menjauh untuk melaut mencari ikan. Airnya sangat tenang, tidak seperti laut, lebih terasa di danau. Sesekali terlihat ikan ikan berlompatan. 

Tak ada suara lain selain suara kami berdua atau tepatnya suara saya yang tak henti hentinya memuji keindahan tempat itu. Di sebelah kiri Labu Liang adalah teluk Nanga Kobo. Terlihat dari kejauhan kabut perlahan turun di antara pepohonan di hutan Nanga Kobo. Di seberang Labu Liang membentang Pulau Longos dimana saat itu menjadi peraduan sang surya. 

Pemandangan sore hari di dermaga Labuliang, desa Bari (dokpri)
Pemandangan sore hari di dermaga Labuliang, desa Bari (dokpri)
Matahari telah terbenam, tapi keindahannya tak berhenti disitu. Semburat warna jingga kemerahan mewarnai langit saat itu, sekitar 30 menit setelah matahari terbenam sebuah atraksi yang sangat saya sukai pun di mulai. Keluarnya ribuan atau bahkan mungkin jutaan kalong (kelelawar) dari balik rerimbunan Pulau Longos. Langit yang tadinya bersih cerah kemerahanpun di penuhi Kalong yang terbang ke berbagai arah. 

Luar biasa. Saat itu juga saya bilang kepada teman saya, bahwa kampung dia adalah salah satu tempat yang paling indah yang pernah saya kunjungi. Diapun menganggap saya berlebihan dengan menilai seperti itu. Umh, berarti dia memang belum terlalu mengenal saya. Seandainya dia tahu pada saat itu saya merasa sangat bahagia, sangat damai dan sangat bersyukur atas apa yang sedang saya nikmati di depan mata.

Sunset at Labuliang, Bari (dokpri)
Sunset at Labuliang, Bari (dokpri)
Mulai gelap, setelah mengucap terima kasih kepada teman karena telah membawa saya ke tempat indah itu, kamipun kembali ke rumah. Jalan rusak berbatu, sepi tak ada satupun orang lain yang kami temui sepanjang 15 menit berkendara sepeda motor. Sebenarnya jarak rumah teman dengan dermaga tak begitu jauh, tapi karena jalanan sangat rusak, jadinya lama.

Keesokan harinya, saya menghabiskan waktu di teluk tempat kami turun dari perahu kemarin. Kebetulan teman saya akan membuat sebuah kapal kayu penumpang, jadi mereka semua sibuk mempersiakan segala sesuatunya. Sementara saya hanya menikmati suasana pantai dengan anginnya yang semilir. Menjelang siang, seorang nelayan datang menawarkan ikan hasil tangkapannya. 

Kamipun membeli dan kemudian membakarnya di pantai. Hayoooo, coba bayangkan, kurang apalagi kunjungan saya ke Desa ini. Alamnya yang indah, suasananya yang sepi dan damai di tambah lagi bisa bakar ikan segar di pinggir pantai daaaan kelapa muda yang berlimpah. Kami menghabiskan seharian di teluk ini. Sunset dan atraksi kalong tak kalah cantik juga.

Grill fish by the beach, Labuliang (dokpri)
Grill fish by the beach, Labuliang (dokpri)
(dokpri)
(dokpri)
Hari berikutnya, kembali ke teluk yang sama dimana kapal baru sedang di kerjakan. Mereka akan melakukan upacara Pasang Lunas. Sebuah upacara yang wajib di lakukan untuk mengawali pembuatan sebuah kapal. Para tetua desa dan Pak Ustad berkumpul untuk melakukan doa. Yang unik disini, di bagian ujung kapal, di persambungan lunas (kayu dasar penyangga kapal) di tanam sebuah emas. 

Emas ini bisa berbentuk cincin atau gelang atau apa saja. Berat emasnya tergantung keinginan pemilik. Saat upacara di lakukan, pemilik menggunakan emas dengan model yang sama. Menurut kepercayaan mereka, agar jiwa pemilik menyatu dengan kapal tersebut. Jadi jika terjadi sesuatu di tengah laut, pemilik meskipun sedang berada jauh dari kapal, bisa merasakannya. Upacaranya terbilang sangat simple dan cepat.

Upacara adat sambung lunas, dusun Toroloji, desa Bari (dokpri)
Upacara adat sambung lunas, dusun Toroloji, desa Bari (dokpri)
Upacara adat sambung lunas, dusun Toroloji, desa Bari (dokpri)
Upacara adat sambung lunas, dusun Toroloji, desa Bari (dokpri)
Tak terasa 4 hari sudah saya berada di dusun Toroloji, Bari. Tanpa listrik, tanpa jaringan telephone selular apalagi koneksi internet. Tidak mengeluh, justru bersyukur bisa menikmati keindahan alamnya. Saatnya kembali ke Labuan Bajo.

Oh iya, di Desa Bari belum ada aliran listrik dari pemerintah. Ada listrik swadaya yang hanya menyala hingga Pkl. 10 malam. Tapi itupun hanya untuk Desa Bari saja. Dusun dusun yang terletak jauh seperti dusun Toroloji, tidak kebagian. Sehingga rumah rumah merekapun di terangi penerangan seadanya dari lampu minyak tanah. Ada beberapa rumah yang sudah memiliki genset untuk penerangan. 

Jadi tidak ada yang namanya minuman dingin atau es batu karena terbatasnya daya listrik sehingga tidak ada yang memiliki kulkas. Bagi mereka yang memiliki genset, mesin hanya menyala dari pkl. 7 - 10 malam. Tetapi mungkin tak lama lagi Bari berubah dari sebuah desa terpencil menjadi sangat ramai bahkan mungkin akan menjadi sebuah kota niaga. Karena menurut berita, dermaga niaga yang saat ini berada di Labuan Bajo akan di pindah ke suatu tempat di Bari. 

Konon calon lokasinya adalah teluk Nanga Kobo. Pembebasan lahan sudah di lakukan sejak beberapa tahun lalu. Perbaikan jalan sudah di mulai. Dan saya dengar jalan jalan akan segera di aspal. Tentu di mulai dari infrastruktur dulu untuk menyokong pembangunan dermaganya supaya mempermudah arus kendaraan. Semoga terealisasi dengan cepat dan bisa membawa perubahan ekonomi yang baik bagi warga Bari dan sekitarnya.

Senja di dusun Labuliang, desa Bari (dokpri)
Senja di dusun Labuliang, desa Bari (dokpri)
Daour tradisional, dusun Toroloji, desa Bari (dokpri)
Daour tradisional, dusun Toroloji, desa Bari (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun