Pastikan Anda mencari tahu dulu di internet mengenai destinasi yang akan di tuju sebelum mulai melakukan perjalanan.
[caption id="attachment_341438" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai Sekotong - Lombok Barat"][/caption]
Kalimat diatas sebenarnya ditujukan untuk mengingatkan diri saya sendiri jika bepergian, setelah sempat panik saat mengunjungi Sekotong beberapa waktu lalu. Tiba di Sekotong sudah sore bahkan mulai gelap dan ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di daerah Lombok Barat. Tak pernah menduga sama sekali bahwa situasinya akan sesepi ini, bayangan saya setidaknya seperti di Kuta. Kuta Lombok loh ya, bukan Bali. Tak bisa menyalahkan siapa siapa selain diri sendiri karena selama ini traveling, ini pertama kali saya pergi tanpa mencari tau dulu daerah yang akan saya kunjungi. Yak, saya sok tahu! Sekotong ternyata sepi dan sangat jarang akomodasinya. dari mulai memasuki area Sekotong saya sudah mulai memperhatikan kiri kanan jalan, mencari akomodasi. Kilometer pertama, tak ada, kedua tidak juga sampai saya merasa sudah berkendara cukup jauh dan langit makin gelap.
Sayapun memutuskan untuk kembali menyusuri jalan perlahan ke arah sebaliknya, ke awal. Yang nyata terlihat hanyalah sebuah resort yang cukup besar Sun Dancer dan 2 penginapan. Tentu saya mau menginap di Sun Dancer, kalo ada yang mau bayarin :D. Berhubung travel on budget, yaa... apa daya.. saya dancing under the sun aja deh besoknya. Penginapan pertama saya hampiri, lokasinya hampir di sebrang Pantai Sekotong tempat orang menyebrang ke Gili Nanggu. Terlihat ada 2 bule yang sedang duduk santai di teras. Sayapun mulai senang, merasa bahwa akhirnya saya akan bisa beristirahat.
"Masih ada kamar, Pak?" tanya saya ketika seorang Bapak paruh baya menghampiri saya yang sedang memarkir motor. Dengan senyum meyakinkan Bapaknya menjawab "Oh masih masih, ayo sini, kami siapkan kamarnya". Di ajaklah saya menuju kamar yang di maksud yang terpisah bangunannya dengan 2 bule yang saya lihat. 2 bule itupun tersenyum ramah saat saya melewati mereka. Setibanya di bangunan yang di tunjuk sayapun bengong, pengen rasanya saya menangis sejadi jadinya saat itu karena ternyata kamar yang di tunjuk layaknya seperti gudang. Masih perlu di bereskan dan di bersihkan. Sepertinya sudah berbulan bulan tidak pernah di huni. Sayapun dengan sopan bilang "Maaf Pak, belum cocok. Mungkin lain waktu". Saya jadi berpikir, apakah bule bule tadi tersenyum maksudnya ingin menyampaikan "hahahaa... lu liat tu kamar kaya gudang"...
Kembali berkendara dengan perasaan was was dan mulai berpikir apakah sebaiknya saya ke Senggigi saja? Atau Mataram paling tidak. Tapi artinya saya harus berkendara 2 jam lagi sedangkan saat itu sudah gelap. Bagaimana kalau tidak ada opsi pemginapan lain? Aaahh pilih ke Mataram atau kamar yang seperti gudang? Membayangkannya saja saya malas! Sampai kemudian saya melihat sebuah papan nama di bawah sebuah pohon yang bertuliskan Asiyah + Ivan Bungalow. Saya cek dan langsung memutuskan untuk menginap disitu karena setidaknya lebih bersih dari yang pertama dan hanya beberapa langkah dari pantai. Harganyapun tak mahal.
[caption id="attachment_341442" align="aligncenter" width="600" caption="Teras kamar di Bungalow Asiyah + Ivan. Hanya ada sekitar 4 kamar dengan gaya bungalow terpisah. "]
[caption id="attachment_341444" align="aligncenter" width="600" caption="Harga kamar"]
Malam itu saya tidur di temani nyamuk dan debu yang berterbangan saat saya mulai menyalakan kipas angin. Tapi tetap nyenyak karena deburan ombak terdengar jelas dari kamar dan itu seperti musik pengiring tidur.
Berlibur berarti bangun siang bagi saya. Tapi ini tidak terjadi di Sekotong. Pkl. 5:30 pagi saya sudah harus bangun karena mendengar warga mulai sibuk beraktivitas. Menimba air, memberi makan ayam, mengobrol entah membahas apa sampai sebegitu ramainya sepagi itu. Tapi jadi senyum senyum sendiri dan ada kebahagiaan saat itu. Suasana kampung! Yep, suasana yang sebenarnya sangat saya rindukan. Secangkir kopi buatan si Ibu pemilik bungalow menemani saya menikmati pagi yang kurang cerah tapi lumayan.
[caption id="attachment_341446" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai di depan penginapan. Seandainya cuaca cerah pagi itu, pasti akan indah sekali"]
Pkl. 7 pagi, matahari mulai tak malu lagi unjuk diri. Mengobrol sebentar dengan si Ibu untuk mencari tahu pantai yang paling bagus di kunjungi dan beliau menyebut Bangko Bangko dan Mekaki. Sayapun langsung menuju arah yang di tunjuk. Sekian belas menit pertama, sangat saya nikmati. Singgah sana sini untuk mengabadikan pemandangan indah sepanjang jalan.
Aspal mulus dan kendaraan sangat jarang melintas membuat saya semakin menikmati perjalanan itu. Tapi seketika tidak bisa lagi menikmatinya ketika saya tiba di ujung jalan aspal mulus dan di hadapkan dengan jalan berbatu. Sepanjang mata saya memandang, sepanjang itu pula jalan berbatu yang saya lihat. Berhenti sejenak untuk bertanya apakah benar ini jalan menuju Bangko Bangko. Setelah di yakinkan benar, saya lanjut. Saya berpapasan dengan beberapa motor dan semuanya memakai motor manual. Hanya saya yang mengendarai matic. Tak heran, untuk medan berbatu memang sebaiknya memakai motor dengan roda yang lebih besar. Sungguh saya sangat kesulitan saat itu, tapi tetap maju. Tanggung, mungkin tak jauh lagi. Setiap kali saya ingat bahwa saya sudah masuk lumayan jauh, saya selalu menghibur diri bahwa pantai yang saya tuju tak jauh lagi. Tak jauh lagi. Sedikit lagi. Ah mungkin 100 meter lagi.
[caption id="attachment_341449" align="aligncenter" width="600" caption="Jika ke Bangko Bangko dan bertemu persimpangan ini, ambil ke kiri untuk pantai yang lebih indah, kata teman. Kalo ke kanan arah menuju desa nelayan yang saya datangi."]
Setelah badan lumayan pegal dengan guncangan dan tangan seperti kram menahan melepas rem, tibalah saya di persimpangan jalan dan bertemu seorang warga. Bertanya arah Bangko Bangko, beliau menunjuk arah dan bilang tak jauh lagi. Aaah... syukurlah gumam saya. Tapi mungkin ukuran jauh dekat saya dengan mereka berbeda :D. Mungkin sekitar 2 km lagi saya baru tiba di jalan tanah menuju pantai Bangko Bangko. Lumayan sih.
Dari kejauhan nampak ada aktivitas warga. Mmhh.. Desa Nelayan. Saya mulai merasa tidak enak. Karena pengalaman saya selama ini, pantai yang juga merupakan desa nelayan bukanlah tujuan yang menyenangkan buat saya. Sampah plastik berserakan dan kotoran ternak sudah pasti ada. Apa benar ini Bangko Bangko yang dimaksud? Sepertinya bukan. 2-3 kali jepret sayapun segera keluar dari situ. Saya tak lagi berusaha mencari tau dimana lagi pantai disitu yang biasanya di kunjungi wisatawan, karena memikirkan sulitnya menempuh medan dengan kendaraan saya. Tapi mungkin bagi orang lain, desa nelayan ini menarik. Ini sebuah teluk kecil, airnya sangat sangat jernih. Jejeran perahu nelayan menjadi frame pantai dan terlihat sangat cantik dengan latar belakang bukit.
[caption id="attachment_341454" align="aligncenter" width="600" caption="Perahu nelayan berjejer di pinggir pantai di desa nelayan Bangko Bangko"]
Akhirnya saya keluar dari jalan berbatu dan meluncur mulus menuju Mekaki. Teluk Mekaki tidaklah sulit untuk di capai. Dan inilah surga di Lombok Barat menurut saya. Memasuki areal ini ada pos penjaganya. Tidak ada biaya, mereka hanya mencatat orang yang masuk dan keluar untuk memudahkan pemantauan jika ada hal hal yang tidak di inginkan terjadi. Saya dengar dengar kalau kawasan ini juga sudah menjadi milik sebuah perusahaan dan akan di bangun sebuah resort besar. Ummmhh... Syukurlah karna saya berkesempatan mengunjunginya saat belum ada bangunan apa apa.
[caption id="attachment_341459" align="aligncenter" width="600" caption="Teluk Mekaki nampak dari kejauhan. Berhati hati saat berhenti di turunan ini, pastikan kendaraan terparkir dengan baik."]
Teluk Mekaki sungguh sangat indah. Pantainya luas, pasirnya putih dan airnya jernih. Kebetulan saat itu sedang surut jadi saya bisa berjalan masuk agak kedalam airnya. Saat itu pkl. 11 dan langit sangat biru di salah satu dan tentunya air lautnyapun tampak biru. Di satu ujung, airnya sangat tenang sementara di ujung lainnya ombak terlihat sangat besar. Saya terpesona dan seketika lupa dengan Bangko Bangko. Tak ada tempat berteduh kecuali pohon pohon berduri yang seperti pandan yang umum ada di pantai. Tak terlalu tinggi, tapi cukup berteduh jika sambil duduk di pasir. 2 jam berpanas panasan tak membuat saya mengeluh. Masih ingin disana, tapi teringat kalau saya harus check out dari penginapan kecuali mau membayar semalam lagi tanpa saya tiduri.
[caption id="attachment_341461" align="aligncenter" width="600" caption="Teluk Mekaki dengan pantainya yang luar biasa indah, luas dan bersih"]
Teluk Mekaki menjadi highlight saya untuk Lombok Barat tanpa harus menyebrang untuk gili gili yang ada disana. Sekotongnya sendiri cukup menarik. Suasana kehidupan pantai yang tenang, pantainya banyak serpihan karang halus dengan air laut yang jernih hampir tanpa ombak.
[caption id="attachment_341462" align="aligncenter" width="600" caption="Seorang anak sedang mencuci - Pantai Sekotong"]
Jadi, teman teman yang ingin ke Bangko Bangko dengan menggunakan sepeda motor, saya sarankan untuk memakai motor manual dengan roda besar. Jika ingin menginap di Sekotong, usahakan tiba di sana agak siang sehingga cukup punya waktu untuk melihat lihat penginapan. Bawa uang yang cukup karna tidak ada ATM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H