Mohon tunggu...
Cassava
Cassava Mohon Tunggu... Freelancer - Time traveller

No space

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ternyata itu Kamu!

1 Februari 2024   01:49 Diperbarui: 1 Februari 2024   01:49 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Agung Kauman Semarang (Foto: Indoraya.news)

"Akhirnya sampai juga!", celetuk Rana seketika usai turun dari motor di tempat parkir Masjid Kauman, Semarang.

Aku hanya tersenyum sembari melepas helm.

"Mbak, aku sholat dulu ya. Nanti mbak mau nunggu di mana?", tanya Rana saat aku baru saja turun dari motor.

"Di sana saja", jawabku sambil menunjuk anak tangga di pelataran masjid.

"Oh, ya udah. Aku masuk masjid dulu ya, Mbak", sahut Rana.

"Oke", jawabku singkat.

Sementara kamu masih sibuk menata rambut usai melepas helm.

"Ya ampun rambutku jadi berantakan gini rek", celetukmu sambil merapikan rambut.

Aku tersenyum dan berkata, "Makanya potong rambut atuh, Mas".

"Iya ini kemarin belum sempet potong loh", sahutmu spontan. "Ya udah, sholat dulu ya", imbuhmu sembari berjalan menuju area lelaki.

Aku mengangkat jempol seraya menuju anak tangga di pelataran masjid yang hanya berjumlah tiga. Aku melihat lalu lalang orang usai berjamaah, ada juga yang berkumpul di serambi masjid yang cukup luas. Di sana aku melihat banner yang terpasang bertuliskan 'Pengajian Bakda Maghrib dalam Rangka Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW'. Kurasa banner itu dipasang dalam rangka persiapan untuk Maulid Nabi pada tanggal 12 nanti.

Namun melihat banyak orang yang berkumpul di serambi, kurasa pengajiannya malam ini. Tak selang lama, Sang Kiai menuju tempatnya di hadapan para jamaah. Setelah beliau mulai menyampaikan ceramahnya, baru kuketahui bahwa ternyata pengajian dalam rangka peringatan Maulid Nabi di sini dilakukan setiap hari mulai tanggal 1 hingga tanggal 12. Aku merasa sedikit takjub karena di daerahku peringatan Maulid Nabi hanya diadakan satu kali pada tanggal 12.

Aku turut mendengarkan ceramah beliau tanpa berpindah tempat. Saat beliau sampai pada cerita kelahiran Nabi, suaranya terdengar semakin samar. Tiba-tiba aku teringat perjalanan semalam. Rasanya tak percaya bahwa aku bisa menyetir motor dalam perjalanan sejauh ini, 300 km lebih perjalanan dari Malang ke Semarang. Padahal, ketika di rumah aku tidak pernah naik motor. Ke sekolah yang jaraknya hanya 10 km saja aku selalu diantar. Benar-benar luar biasa, aku telah memecahkan rekor dalam 22 tahun hidupku.

Aku ingat ketika semalam melawati jalanan provinsi dini hari yang padat dengan kendaraan besar untuk pendistribusian barang. Sepertinya tak terhitung sudah berapa kali aku berhadapan dengan truk-truk besar, itu yang dikatakan Masdar saat kami beristirahat di tengah jalan. Yang lebih menakutkan adalah ketika melewati saat tengah malam. Saat itu tidak lampu, jalanan berkelok-kelok, serta tiba-tiba muncul kendaraan besar.

Ada juga yang melewati hutan dengan jalanan lurus tetapi jalannya macadan. Kemudian melewati sawah nan sepi seolah tiada habisnya. Apalagi ketika di tengah sawah saat itu tiba-tiba ada segerombolan lelaki di tengah jalan. Rasanya dalam hati aku ingin berteriak, 'Ibu.. bagaimana ini? Bagaimana jika mereka berbuat jahat?'.

Tetapi kekhawatiranmu sedikit terobati karena kamu selalu di belakangku. Ah tidak, maksudku kamu hampir sejajar denganku tetapi agak ke belakang. Aku tau kamu tidak akan mendahuluiku karena sepanjang jalan sebelumnya, kamu selalu dalam posisi itu dan semakin menambah terang jalanku. Setiap aku terlalu dekat dengan kendaraan di depanku, kamu selalu sigap memperingatkan 'Awas jangan deket-deket!'.

Kemudian, aku baru menyadari bahwa pandanganku menjadi sangat remang. Ketika pandanganku mulai jelas, aku melihatmu menatapku dan berada lurus di depanku berjarak sekitar 15 m. Aku sontak mengangkat kepalaku dan melihat sekeliling. Pengajian masih berlangsung dan saat kulihat jam ternyata sudah hampir isya, tetapi Rana belum juga nampak. Aku kembali melihat ke arahmu dan kamu masih menatapku. Dari jauh aku melihatmu sedikit tersenyum sambil menggelengkan kepala.

Kesadaranku mulai kembali, ternyata aku sangat lelah usai perjalanan ratusan kilometer ini. Aku tak tau seberapa lama aku tertidur di sini, tapi pasti lebih dari setengah jam karena sekarang sudah hampir isya'. Tetapi kenapa Rana belum selesai juga, kulihat di barisan jamaah ceramah pun tidak ada. Ah iya, aku baru ingat kalau dia biasanya memang sangat lama.

Tak selang lama Rana datang dan kamu pun beranjak menuju arah kami.

"Ya ampun udah mimpi aja?", tanyamu spontan.

"Eh, emangnya lama ya aku tidur tadi?", jawabku polos.

"Dari maghrib sampai mau isya' loh. Bisa-bisanya tidurnya di situ lagi. Meskipun bukan pas di jalan, tapi banyak orang lewat di sekitarnya dan nggak cuma cewek yang lewat", jawabmu menjelaskan.

"Ya kan aku nggak tau kalau ketiduran", jawabku membela. Entah kenapa aku selalu ingin membela diri atas perkataan-perkataanmu, utamanya yang berkaitan dengan kemandirian. Tetapi pernah satu kali aku tidak membantahmu, yaitu saat camping di pantai. Saat itu, kita sedang memindahkan barang-barang. Kebetulan ada sebuah galon berisi 15 liter air yang belum terbawa. Akhirnya, hendak kuangkatlah galon itu.

Lalu kamu berkata, "Aku aja yang bawa".

Tentunya aku membantah, "Gakpapa tak bawa".

"Taruh! Biar aku aja yang bawa!", sahutmu tiba-tiba dengan nada tinggi. Aku kaget, itu pertama kalinya aku mendengarmu berbicara dengan nada seperti itu. Rasanya seperti mendengar omongan almarhum Bapak, satu-satunya lelaki yang tidak ingin aku bekerja berat, dan terlalu lelah.

Namun semenjak Bapak pergi 8 tahun lalu, aku selalu melakukan sesuatu sendiri. Bahkan aku juga sering melakukan pekerjaan-pekerjaan di sawah bersama ibuku. Mulai dari menanam jagung dan padi, panen cabai, sebar pupuk tanaman, bakar jerami, bahkan mlamir rumah pun kami lakukan sendiri.

Sejak saat itu pula aku tak pernah menunggu lagi bantuan orang lain. Aku sangat terbiasa melakukan semuanya sendiri. Namun sejak kenal kamu, kamu selalu menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu. Pertanyaan yang selalu kujawab dengan kata 'tidak usah', 'nggak papa', 'aku bisa'. Momen saat di pantai itulah pertama kalinya aku mau mengatakan iya kepada orang lain selain Bapak dan ternyata itu kamu.

"Mau sholat isya' sekalian apa gimana nih?", tanya Rana memecahkan lamunan singkatku.

"Makan dulu aja wes", jawabmu langsung.

"Ah iya, Masdar kelaparan pasti habis perjalan jauh, hehe", sahutku.

"Iyo, laper tenan, rek".

Pojok Alun-Alun Kota Semarang (Foto: berita.99.co)
Pojok Alun-Alun Kota Semarang (Foto: berita.99.co)

Kami pun beranjak keluar dari masjid. Di persimpangan jalan di pojok Alun-Alun Kota Semarang, kita melihat pedagang kaki lima. Tanpa berpikir lama, kita langsung menuju ke sana dan ternyata itu adalah penjual bakmi.

"Pak, bakmi gorengnya satu, es teh satu. Sama kalian mau apa?", katamu segera kepada penjual bakmi.

"Aku sama", jawabku.

"Aku bakmi yang kuah aja, Mas", sahut Rana.

"Minumnya apa? Chasna berarti teh juga, anget tanpa es kan? Rana mau minum apa?", timpalmu seketika.

Aku mengangkat jempol tanda persetujuan. Sementara Rana menjawab, "Aku es jeruk aja, Mas".

"Berarti bakmi gorengnya 2, bakmi kuah 1, es teh 1, teh anget 1, sama es jeruk 1 ya, Pak".

"Oke, Mas. Ditunggu, ya! Bisa duduk di sebelah sana!", jawab Bapak penjual bakmi sambil menunjuk gelaran tikar di pojok alun-alun.

Kami menunggu di atas gelaran tikar di tengah syahdunya Kota Semarang dengan jalanannya yang ramai. Sambil menunggu kita mengobrol, khawatir kalau-kalau harganya sangat mahal seperti lalapan yang kita beli saat di Nganjuk. Namun ternyata, harganya sangat murah dengan porsi segitu banyak dan banyak kondimennya. Per porsi bakminya hanya seharga Rp12.000,-. Oleh karena lapar, porsi banyak, dan harga murah ini, rasanya ini seperti bakmi terenak di dunia. Apalagi jika makannya bersama orang spesial.

Saat di Semarang kita sering bilang, 'Sampai jumpa di Semarang tahun depan ya, ges'. Apa kita akan benar-benar berjumpa di Semarang tahun depan?

Semarang, September 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun