Denpasar, 25 Februari 2022. Waktu menunjukan hampir Tri Sanja alias menjelang pukul 12 siang khas penganut agama Hindu Bali. Saya masih dalam perjalanan demi sesuap nasi. Seperti biasanya, saya harus melewati perempatan Jalan Gatot Subroto-Jalan Nangka Selatan Denpasar Bali.
Saya berhenti sejenak karena lampu lalu lintas menunjukian warna merah. Saya sengaja berada di posisi paling pinggir karena hendak berbelok ke kiri. Tiba-tiba terdengar suara umpatan yang semakin jelas dari belakang.
Ternyata, seorang pengendara yang sambil nelepon. Pengendara yang usianya kira-kira sebaya dengan saya, terlihat seperti memberi khutbah kepada pengguna jalan yang lain. Karena, suara saat menerima telepon terdengar dengan jelas.
Terlebih buat saya, yang posisinya persis satu langkah sebelah kanan saya. Suara yang terdengar seperti memarahi orang terdengar bak membelah awan. Disertai, dengan suara umpatan kumpulan para penghuni kebon binatang.
"Brengsek ci. Naskel*ng. Cic*ng. Cel*ng ..".
Sungguh, sebuah kalaimat yang tidak pantas didengar oleh orang lain di sekitar perempatan lampu merah. Saya yang berada persis sebelah kirinya merasa risih, geregetan dan mengelus dada. Sekilas, saya sempat melihat sebagian raut wajahnya yang tertutup oleh smartphone yang terjepit di antara helm dan pipi.
Sementara, ikat helmnya dibiarkan tergerai alias tidak dikunci. Dalam hati saya menduga bahwa karakter orang tersebut adalah apa yang dia diucapkan jelas, di antara para pengendara sepeda motor yang sedang antri menunggu lampu merah menyala hijau.
Dari ilustrasi nyata yang saya alami di atas, memberikan pelajaran bahwa perlunya adab saat menerima telepon. Ketika, dalam perjalanan menggunakan kendaraan sepeda motor. Setidaknya, ada tiga (3) hal penting yang bisa anda lakukan, saat menerima telepon dalam perjalanan berkendara sepeda motor.
Jangan biasakan smartphone, terjepit di antara helm dan kepala.