Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bahwa semangat memeriahkan Ramadan 2020 tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Untuk mencegah kerumunan orang yang menyebabkan penyebaran COVID-19. Maka, ibadah di bulan Ramadan, seperti sholat berjamaah, sholat Tarawih, tadarus Al Qur'an dan sholat Idul Fitri dilakukan di rumah saja.
Di sisi lain, umat Buddha  juga dihiimbau agar tidak melakukan pujabakti dan meditasi detik-detik Waisak bersama di Vihara. Tetapi, pujabakti dan meditasi detik-detik Waisak bisa dilakukan di rumah masing-masing.
Himbauan tersebut berhubungan dengan adanya Pandemi Virus Corona yang dikeluarkan oleh Sangha Theravada Indonesia. Di mana, perayaan Hari Trisuci Waisak 2564 BE/2020 di Vihara-Vihara binaan Sangha Theravada Indonesia ditiadakan karena wabah COVID-19.
Himbauan tersebut untuk mematuhi kebijakan Pemerintah melalui Maklumat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dikeluarkan pada 19 Maret 2020. Hal itu bertujuan agar tidak menimbulkan kerumunan masal, yang dapat menyebarluaskan wabah COVID-19.
Pesan Baik Rasulullah SAW dan Sang Buddha
Meskipun, Ramadan 2020 tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya. Namun, keikhlasan dan niat ibadah untuk melakukan ibadah puasa menjadi pendorong yang luar biasa.
Mari belajar dari perjalanan hidup suri tauladan (uswatun hasanah) Nabi Muhamamad SAW. Manusia yang paling agung dan mulia di muka bumi ini telah memberikan pesan terbaik buat umat manusia.
Ketika beliau dewasa, dan diangkat sebagai utusan (Rasul) Allah SWT. Goncangan dan pahit getirnya hidup sungguh luar biasa. Dari respon kaum kafir Quraisy yang menolak habis-habisan atas ajaran Islam.Â
Kepahitan dan getirnya hidup, justru membuar Rasulullah SAW semakin yakin untuk menyebarkan ajaran Islam di seluruh muka bumi. Senyum dan kesabaran yang selalu terpatri dalam diri beliau membuat umat di dunia mengakui kebenaran akan Islam.Â
Kini, ajaran Islam telah tersebar di seluruh dunia. Dan, Al Qur;an dan Hadist telah menjadi pegangan hidup manusia. Dan, pesan terbaik Rasulullah SAW saat menunaikan Haji Wada' (haji perpisahan) adalah perlunya umat manusia untuk berpegang teguh pada tali agama Allah SWT, yaitu Al Qur'an dan Hadits. Baik dalam keadaan gembira maupun dalam keadaan sedih.
Selain sosok Rasulullah SAW yang telah menjadi panutan  umat manusia di dunia. Sejarah juga mencatat bahwa selain umat Islam, yaitu umat Buddha telah melahirkan sosok yang menjadi contoh dalam perjalanan hidupnya.
Kita memahami bahwa agama Buddha adalah salah satu agama yang diakui oleh kementerian Agama RI. Agama Buddha muncul ke dunia karena peran Pangeran Siddharta Gautama. Belaiu lahir pada tahun 634 SM di Taman Lumbini, India Utara. Sebagai putra mahkota Kerajaan Kapilavastu.
Oleh sebab itu, Pangeran Siddharta Gautama dibesarkan dalam kesenangan dan kemewahan. Hal ini bertujuan agar terhindar dari orang-orang yang mengalami kesusahan.
Kesejahteraan hidup Pangeran Siddharta Gautama, justru tidak membuatnya bahagia. Beliau masih melihat orang-orang yang hidup menderita. Oleh sebab itu, beliau memutuskan untuk meninggalkan kemewahan dalam lingkungan kerajaan. Memilih untuk menjadi rakyat jelata.
Pada perjalanan spiritualnya, Pangeran Siddharta Gautama berhasil mencapai penerangan sempurna di Bodhgaya pada tahun 588 SM. Itulah sebabnya, disebut sebagai Buddha. Pencapaian tersebut terjadi pada usia 35 tahun. Dan, sang Buddha wafat atau paranibbana di Kusinara, India pada tahun 544 SM, di usia 80 tahun.
Dengan demikian, perjalanan hidup sang Buddha memberikan 3 (tiga) peristiwa agung dalam hidupnya. Sekarang menjadi peringatan Trisuci Waisak, yang jatuh pada Purnamasidi di bulan Waisak.
Adapun, 3 (tiga) peristiwa penting tersebut adalah 1) kelahiran Pangeran Sidhatha Gautama pada Tahun 623 SM, di Taman Lumbini, India Utara; 2) pencerahan Sidhatha Gautama untuk menjadi sang Buddha pada tahun 588 SM. di Bodhgaya; dan 3) Wafat atau Parinibbana  sang Buddha pada tahun 543 SM di Kusinara India Utara.
Tiga peristiwa agung tersebut mengajarkan kepada umat Buddha untuk memahami pesan baik sang Buddha. Yaitu, menghayati dan menerapkan kebenaran Dhamma dalam kehidupan sehari-hari.
Semangat Ramadan dan Waisak
Dalam sejarah kehidupannya, Rasulullah SAW pernah melalui bulan Ramadan dalam kondisi perang. Perang yang bertujuan untuk menegakan kebenaran akan ajaran Islam. Tentu, tidaklah mudah untuk menghadapi kafir Quraisy dalam kondisi sedang berpuasa.
Namun, dengan niat jihad fi sabilillah, maka momen tersulit itu dilalui dengan penuh keyakinan. Semangat Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak pernah kendor. Justru, mereka semakin bersemangat untuk memerangi musuh Islam pada masanya.
Bahkan, Rasulullah SAW menjadi contoh pemimpin terbaik di dunia. Beliau adalah sosok pemimpin yang dicintai dan diikuti para pengikutnya. Beliau bukan sekedar NATO (No Action Talk Only). Tetapi, beliau selalu tampil di depan, menjadi contoh bagi yang lain.
Rasa optimis Rasulullah SAW juga tercatat, saat belaiu diusir oleh kafir Quraisy. Dan, pergi ke Thaif bersama dengan sahabat Zaid bin Haritsah. Thaif yang berjarak kurang lebih 60 km dari Makkah memberikan harapan besar untuk menyebarkan agama Islam.
Kenyataannya, masyarakat Thaif justru menolak keras. Bahkan, mereka kompak menghujani batu manusia paling agung di dunia ini. Dan, sahabatnya Zaid bin Haritsah. Atas penolakan keras di Thaif membuat Rasulullah SAW penuh semangat dan optimis untuk kembali ke Makkah. Di mana, warganya telah mengusirnya hingga beliau pergi ke Thaif.
Semangat Rasulullah SAW dalam menegakan agama Islam, menjadi amunisi yang kuat umat Islam sekarang ini. Dalam kondisi tersulit apapun, rasa optimis harus tetap ada. Rasulullah SAW sangat optimis bahwa agama Islam akan menyebar hingga ke belahan dunia. Meskipun, harus melewati banyak rintangan.
Sifat optimis Rasulullah SAW harus menjadi pemicu semangat umat Islam untuk melaksanakan ibadah, dalam kondisi tersulit apapun. Apalagi, saat sekarang ini, umat Islam sedang melakukan ibadah puasa bulan Ramadan 2020. Bukan dalam kondisi normal, tetapi dalam kondisi Pandemi Virus Corona.
"Wahai putra Adam! Kamu bebas memilih dari apa yang menimpa dirimu dalam hidup, antara putus asa dan berharap, pesimisme dan optimisme. Namun, kamu akan menemukan harapan dan optimisme bersama Allah, dan putus asa dan pesimisme bersama Setan, 'agar ia membuat kesedihan bagi orang yang beriman. Tapi dia tidak bisa melukai mereka sedikitpun (yang optimistis), kecuali atas izin Allah '[Al-Mujdilah: 10]." (Bukhari dan Muslim).
Pandemi Virus Corona tidaklah menjadi hambatan untuk saling berbagi. Justru, saat ini, rasa empati dan jiwa sosial semakin tinggi. Karena, membantu orang lain tidak akan menghilangkan rejeki bagi si pemberi. Tetapi, dengan membantu orang lain, justru rejeki akan bertambah berkali-kali lipat. Itulah semangat Ramadan yang selalu dipupuk dalam diri umat Islam di manapun berada.
Dengan niat ikhlas karena Allah SWT, umat Islam belajar dari contoh yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Untuk memeriahkan semarak bulan Ramadan 2020, meskipunj dari rumah saja. Insya Allah, doa-doa yang dipanjatkan umat Islam yang sedang berpuasa di bulan Ramadan, akan dikabulkan oleh Allah SWT.
Oleh Sebab itu, kondisi Pandemi Virus Corona bukan menajdi penghalang umat Islam untuk memeriahkan bulan Ramadan 2020. Tetapi, justru menjadi pemicu optimism.Â
Agar, bisa melaksanakan ibadah puasa lebih baik. Karena, beribadah di rumah justru akan menjalin silaturahmi antar anggota keluarga. Serta, beribadah bersama-sama atau berjamaah akan menjadi sebuah kebiasan (habit) keluarga.
Membangun semangat juga bisa muncul dari peringatan Trisuci Waisak yang dirayakan oleh umat Buddha. Perayaan Hari Trisuci Waisak 2564 B.E/2020. Jika melihat di kalender Bali, salah satu kalender terlengkap di Indonesia. Maka. Peringatan Hari Trisuci Waisak akan jatuh pada Hari Purnamasidhi pukul 17.44. 51 WIB.
Peringatan Trisuci Waisak memberikan pelajaran berharga akan semangat kebersamaan. Perlunya kasih sayang antar sesama. Bahkan, sang Buddha mengajarkan kasih sayang yang bersifat universal. Mengapa? Kasih sayang tersebut mampu meluaskan pikiran.
Juga, kasih sayang akan membuka tabir pembatas karena kebencian. Dan, menjadi kekuatan yang luar biasa dalam membina persaudaraan. Seperti, apa yang telah disabdakan oleh sang Buddha.
"Kebencian tidak akan pernah usai jika dibalas dengan kebencian, tapi kebencian akan berakhir dengan cinta kasih. Inilah hukum yang abadi." (Dhammapada 5).
Kita memahami bahwa tanpa persaudaraan yang kuat, maka masalah tidak akan bisa terselesaikan dengan baik. Apalagi, di saat Pandemi Virus Corona yang telah menimbulkan kemerosotan ekonomi. Di mana, masyarakat banyak yang di-PHK atau dirumahkan dari pekerjaannya.
Namun, dengan persaudaraan yang kuat, maka yang mempunyai rejeki lebih bisa membantu bagi saudaranya, yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Bisa dengan bantuan makanan, sembako atau uang, untuk kebutuhan hidup selama masa Pandemi Virus Corona.
Meskipun, kondisi Pandemi Virus Corona, namun sang Buddha mengajarkan untuk selalu berjuang dengan sungguh-sungguh. Dalam menghadapi segala kesulitan, untuk mencapai kebebasan. Â Kebebasan dari kesulitan hidup yang dialami selama Pandemi virus Corona.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H