Kini, aksi radikalisme begitu kuat memasuki ranah digital. Banyak postingan di media sosial yang berusaha untuk memecah belah bangsa. Padahal, paham radikalisme sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI.Â
Kejahatan di dunia maya (cyber crime) telah memangsa banyak korban. Oleh sebab itu, acara dialog kehumasan menghadirkan narasumber dari Polda Bali yaitu Bapak Kompol I Wayan Wisnawa Adiputra, S.I.K., M.Si. yang bertindak sebagai Kanit Cyber Crime Polda Bali.
Beliau memaparkan bahwa paham radikalisme berusaha untuk mengoyak keutuhan NKRI melalui dunia maya. Pihak kepolisian telah melakukan tindakan di cyber space. Di mana, telah tercatat aktifitas radikalisme melalui : 1) Facebook dan Twitter; 2) 206 website radikalisme; 2) 22 TV dan radio channel; dan 4) Messenger Apps.Â
Pihak kepolisian juga telah menindak tegas pihak manapun baik dari golongan sipil maupun kepolisian sendiri yang terindikasi atau terpapar paham radikalisme. Atau, pihak-pihak yang berusaha memecah belah bangsa dengan postingan-postingan di media sosial yang meresahkan masyarakat.
Melalui jejak digital, paham radikalisme berusaha untuk menebarkan propaganda dan rekrutmen. Perlu adanya filter yang baik agar masyarakat tidak mudah terpapar paham radikalisme. Karena, paham radikalisme bergerak makin canggih di ranah digital. Â Â
Lembaga penyiaran baik media televisi maupun radio juga menjadi fokus agar bisa menebarkan informasi kebaikan demi menjaga keutuhan NKRI. Oleh sebab itu, narasumber Diskominfos Propinsi Bali menghadirkan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali. I Wayan Sudiarsa, S.T., M.Kom selaku Komisioner KPID Bali Kor. Bid Pengawasan Isi Siaran yang memaparkan tentang "Cinta Negeri dan Bela Negara Bagi Lembaga Penyiaran".
Perlu dipahami bahwa tujuan penyiaran adalah untuk memperkukuh integrasi nasional. Oleh sebab itu, lembaga penyiaran hendaknya menyiarkan informasi yang mampu menjaga keutuhan NKRI. KPI/PID tidak bisa melakukan intervensi terhadap lembaga penyiaran, tetapi sebatas membuat sebuah regulasi.
Menurut beliau bahwa, masyarakat Indonesia menyaksikan acara TV kurang lebih 5 jam sehari (survei Nielsen). Durasi tersebut harus bisa memberikan kecintaan pada bangsa Indonesia.Â
Terlebih, untuk lembaga penyiaran lokal wajib menayangkan informasi kearifan lokal. Sebanyak 10% harus mengandung konten lokal dan sebanyak 3% perlu ditayangkan di prime time. Menurut I Wayan Sudiarsa, S.T., M.Kom menyatakan  bahwa prime time berada pada rentang waktu pukul 5 pagi hingga pukul 10 malam.   Â