Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengajar dengan Ikhlas dan Sabar Anak Tuna Grahita

5 Oktober 2019   04:10 Diperbarui: 5 Oktober 2019   04:14 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mengajar dari hati dan sabar akan membuat emosi menjadi hilang" (Tofik Ardiayanto, pengajar SLB C Jalan Maruti Denpasar).

Pernyataan yang bisa menjadi renungan siapapun. Ya, mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seperti Tuna Grahita (IQ rendah) tidaklah mudah. Namun, tidak bagi Bapak Tofik Andriyanto (41 tahun). Ramah dan murah senyum saat saya menemuinya. Ia mengenakan pakaian adat Bali tepat hari Kamis sesuai peraturan Gubernur Bali. Pria asli Solo Jawa Tengah dengan 1 anak perempuan yang masih duduk di SD memberikan paparan tentang pola pendidikan anak Tuna Grahita. 

Mendidik anak Tuna Grahita  hingga 18 tahun lamanya, dengan keikhlasan dan kesabaran. Bahkan, 10 tahun "save the children",  mencoba memberi  akses kerja bagi anak Tuna Grahita di Bali. Bekerja di SLB C yang beralamatkan di jalan Maruti Denpasar menjadi tempat pengabdiannya.

Kepedulian Gubernur Bali

SLB C Jalan Maruti merupakan pindahan dari SLB C Kampung Jawa Denpasar. Mulai bulan April 2019 pindah ke jalan Maruti. Saat SLB masih berada di Kampung Jawa, sejak tahun 2003 ada wacana "dipindah" ke SLB daerah Jimbaran Badung. Pemindahan itu gagal. Kemudian, mau dipindahkan ke SLB Tohpati tahun 2013, gagal lagi.  Wacana tersebut membuat wali murid gelisah. Dampaknya, banyak anak SLB yang putus sekolah dengan alasan jarak yang terlalu jauh.

Setelah berkunjung ke SLB Kampung Jawa. Gubernur Bali Wayan Koster mengusulkan pindah ke Jalan Maruti (eks RS. Indra). Ada 24 Rombongan Belajar (Rombel) atau kelas. Setiap kelas secara ideal diisi dengan 5 orang anak. Namun, pada kenyataannya diisi dengan 8-12 orang. Dengan alasan kekurangan tenaga pengajar atau pendidik. Sementara, pengajar yang ada di SLB C Jalan Maruti berjumlah 14 orang. Jadi, masih kekurangan tenaga pengajar.

Perlu diketahui bahwa jumlah siswa SLB jalan Maruti adalah SD (93 orang, SMP (25 orang) dan SMA (25 orang). SLB C Jalan Maruti menganut 5 hari kerja. Waktu belajar untuk SD dimulai dari pukul 08.00 sampai 11.30 WITA. Siswa  kelas SMP belajar dari pukul 08.00 sampai 13,30 WITA. Dan, siswa SMA belajar dari pukul 08.00 sampai 14.00 WITA. Sedangkan, untuk pengajar mempunyai jam kerja dari pukul 08.00 sampai 15.30 WITA.

Tahun 2019, penerimaan siswa baru atau SD SLB C Jalan Maruti mencapai rekor, yaitu sebanyak 50 siswa Tuna Grahita yang mendaftar. Tentu, siswa Tuna Grahita yang diterima di SLB Jalan Maruti berdasarkan IQ  (Intelegence Quotion). Sebagai informasi, SLB C terbagi menjadi 2, yaitu: SLB C dengan anak ber-IQ 50-70 dan SLB C1 dengan anak ber-IQ 20-50.

Rata-rata anak yang masuk  SLB C Jalan Maruti  berumur 10-12 orang. Padahal, Bapak Tofik Andriyanto berharap anak yang bersekolah di SLB C seharusnya "lebih awal lebih bagus". Menurut Tofik Andriyanto,  banyak orang tua yang menyembunyikan kondisi anaknya karena pengaruh psikologi. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang "merasa malu" untuk menyekolahkan anaknya ke SLB C karena pengaruh sosial masyarakat. Padahal, apapun kondisi anak adalah amanat Tuhan Yang Maha Esa. Harus ditangani seperti anak normal pada umumnya. Bahkan, ABK sebagai "anak emas" yang membutuhkan penanganan khusus.

Tidak sedikit anak yang sekolah di SLB C merupakan rekomendasi dari guru saat anak yang bersangkutan sekolah di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau TK (Taman Kanak-Kanak). Dan, syarat-syarat yang harus dipenuhi agar anak bisa bersekolah di SLB C adalah Akta Kelahiran, Kartu Keluarga dan Surat Rekomendasi atau hasil tes psikologi dari Rumah Sakit.

Waktu pendidikan yang ditempuh oleh anak SLB C tidak berbeda jauh dengan kelas normal atau reguler, yaitu SD 6 TAHUN, SMP 3 tahun dan SMA  3 tahun. Tetapi, kurikulum jelas berbeda. Bapak Tofik Andriyanto menyatakan bahwa "grade" kurikulum sekolah normal diturunkan untuk sekolah SLB C. Sebagai contoh, pelajaran yang seharusnya untuk kelas 1 sekolah normal diperuntukan untuk kelas 6 SLB C.

Kepedulian orang tua siswa SLB C Jalan Maruti sangat tinggi. Mayoritas, mereka dengan setia menunggu anaknya pulang sekolah. Meskipun, tempat tinggalnya begitu jauh seperti Sibang (Badung), Darmasaba (Badung), Denpasar Utara, Denpasar Barat dan lain-lain. Jika, sudah menginjak SMA SLB C, ada beberapa orang tua yang memberikan kesempatan anaknya untuk pulang sendiri.

Akses Dunia Kerja

Pelajaran-pelajaran penting yang diberikan untuk anak SLB C adalah pelajaran Bina Diri atau kemandirian. Anak-anak SLB C diharapkan bisa meningkatkan kemandirian seperti terbiasa makan, gosok gigi sendiri dan lain-lain. Fokus atau target pengajar untuk anak-anak SLB C dengan penyandang Tuna Grahita adalah mampu membaca tulis dan mengenal angka-angka. Serta, bisa meningkatkan ketrampilan atau olahraga.

Bidang seni, anak SLB C Jalan Maruti mendapatkan akses di depan publik. Perlu diketahui bahwa salah satu pengajar yang bernama Bapak Gusti Nyoman Munang dipercaya untuk meningkatkan ketrampilan anak SLB C. Anak SLB C dipercaya untuk tampil "megamel" atau menabuh gamelan Bali di acara pembukaan Festval Kesenian Bali (FKB) Bali khusus disabilitas. Acara  berlangsung tanggal 4-6 Oktober 2019 di Art Center Denpasar Bali.

Karena, kempampuan IQ setiap anak SLB C berbeda-beda maka menurut Bapak Tofik Andriayanto, ada anak yang sudah lulus SMA SLB C yang belum mampu baca tulis. Namun, mereka bisa mandiri.

Tipe anak Tuna Grahita adalah mudah jenuh. Dengan kata lain, orang normal jika memberikan tugas harus "follow up" sampai selesai. Sebagai contoh, anda memberikan perintah anak SLB C untuk mengambilkan sesuatu maka biarkan mereka bisa melakukannya hingga tuntas. Jika, mereka ditambah dengan perintah lain maka perintah yang lama "otomatis" akan terlupakan.

Itulah sebabnya, akses anak Tuna Grahita lulusan SLB C ke dunia kerja  belum banyak dibutuhkan. Contohnya, Ari dan Rudi hanya menjadi tenaga kebersihan di lingkungan SLB C Jalan Maruti. Bersyukur, ada keberhasilan SLB C Jalan Maruti menjadi tenaga Cleaning Service di restoran siap saji MCD Jalan Kebo Iwa Denpasar. Dan, satu orang menjadi tenaga kebersihan di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali yaitu SLB Badung.

Anak Tuna Grahita sebenarnya mampu bekerja namun pada taraf yang mudah dikerjakan. Dan, pekerjaan yang dilakukan menjadi sebuah rutinitas, agar kinerja otaknya menjadi terbiasa. Seperti, apa yang saya bahas di atas bahwa ketika anak Tuna Grahita diperintah dengan berbagai macam jenis pekerjaan maka yang teringat adalah pekerjaan yang terakhir. Karena, kinerja otaknya sangat lemah untuk menghimpun berbagai macam informasi.

Di akhir pertemuan, Bapak Tofik Andriyanto berpesan kepada masyarakat yang mempunyai anak ABK agar tidak perlu malu-malu untuk menyekolahkan ke SLB C. Bagi masyarakat luas agar lebih memahami bahwa penanganan anak ABK membutuhkan penanganan khusus. Sedangkan, pesan buat Pemerintah agar menambah tenaga pengajar atau pendidik. Apalagi, ada wacana dari pemerintah bahwa semua SLB Ketunaan akan digabung menjadi satu (terpadu). Sebuah harapan yang mesti diwujudkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun