Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Mudik Cerdik Pilihan

Mudik 750 Km dan Waktu 30 Jam, Berani?

2 Juni 2019   03:25 Diperbarui: 2 Juni 2019   03:44 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesona Selat Bali (Sumber: dokumen pribadi)

Mudik tahun 2019 berbeda dengan mudik-mudik tahun sebelumnya. Mahalnya biaya naik pesawat membuat semua pihak kaget bukan kepalang. Padahal, saat biaya naik pesawat sangat bersahabat bisa menjadi alternatif mudik. Karena, bisa memangkas waktu perjalanan. Dan, mengurangi resiko tubuh selama perjalanan. Seperti, tubuh yang kelelahan karena perjalanan.  

Mahalnya biaya naik pesawat berimbas kepada moda transportasi darat dan laut banyak diserbu para pemudik. Naik kapal laut, bus dan kereta api menjadi transportasi idaman. Meskipun, waktu yang ditempuh lumayan lama. Tetapi, biaya perjalanan yang murah dibandingkan naik pesawat, menjadi sebuah keharusan bagi pemudik. Di sisi lain, pemudik yang menggunakan sepeda motor masih menjadi sebuah fenomena.

Nyali Tinggi

Perlu diketahui bahwa mudik dengan sepeda motor membutuhkan nyali "anak jalanan". Apalagi, perjalanan yang ditempuh hingga ratusan kilometer dan waktu puluhan jam. Bukan sembarang orang yang mau melakukannya.  Pemudik dengan dengan sepeda motor sejatinya sosok pemudik sejati yang bertaruh nyawa di jalanan.

Mereka tidak sembarang mengantuk di jalanan. Lain dengan pemudik yang tinggal duduk dan santai menunggu moda transportasi sampai di tempat tujuan. Mengendarai sepeda motor dibutuhkan konsentrasi tinggi. Jika mengantuk di jalanan, resikonya ada 2, kecelakaan lalu lintas atau istirahat yang bisa memakan waktu perjalanan lebih lama.

Mudik dengan menggunakan sepeda motor masih menjadi idola saya. Meskipun, mudik dengan sepeda motor penuh resiko. Tetapi, dengan alasan, untuk mengerem pengeluaran mudik yang tergolong besar. Apalagi, kebutuhan sekolah anak lebih diutamakan. Maka, mudik dengan sepeda motor "sangat terpaksa" saya lakukan.

Pesona Selat Bali

Saya menempuh perjalanan Denpasar Bali menuju Ngawi Jawa Timur. Lintasan sepanjang kurang lebih 750 km  yang membutuhkan nyali petarung. Sepeda motor yang digunakan bukanlah sepeda motor ala anak motor yang mempunyai CC mesin besar dan perlengkapan super lengkap.

Bagi anda yang belum pernah melewati track darat Bali dari Denpasar hingga Gilimanuk. Maka, anda menganggap bahwa track tersebut mulus. Lintasan Denpasar-Gilimanuk dikenal dengan lintasan tengkorak. Sudah tidak terhitung jumlahnya truk-truk terguling dan kecelakaan lalu lintas terjadi di lintasan ini.

Saya berangkat dari Kota Denpasar sekitar pukul 02.00 dinihari. Mengapa harus malam hari? Alasannya akan saya jawab di bawah ya. Waktu tempuh Kota Denpasar-Gilimanuk untuk waktu normal kurang lebih 5 jam dengan sepeda motor.

Di lintasan ini banyak titik penting yang merupakan kontur jalanan tanjakan dan turunan yang berbelok tajam. Selemadeg, Bajera, Pekutatan dan Hutan Bali Barat adalah titik-titik yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Saya hampir jatuh di kawasan karena tidak bisa menghindari lubang.

Anda akan merasakan "beda tipis nyawa anda" jika melewati lintasan ini di malam hari. Siap-siaplah berkonsentrasi dan banyak doa. Para monster jalanan baik truk maupun bus yang akan membuat degup jantung anda berdetak kencang setiap saat.

Antrian penyeberangan yang mengular membuat anda mandi keringat.  Namun, rasa capai anda akan terbayar lunas saat anda melakukan penyeberangan di Gilimanuk. Ya, pemandangan Selat Bali dengan puluhan kapal Ferry yang sedang menyeberang menjadi pemandangan asik. Birunya air laut dan pegunungan menjadi pemandangan yang sulit untuk dilewatkan.

Pesona Selat Bali (Sumber: dokumen pribadi)
Pesona Selat Bali (Sumber: dokumen pribadi)
Setelah melewati Selat Bali, kurang lebih 7 km dari pelabuhan Ketapang Banyuwangi, anda akan disuguhkan pemandangan patung wanita penari gandrung. Patung ini berada persisi di pinggir pantai Watudodol yang terkenal dengan batu besarnya di tengah jalan.

Anda bisa menikmati pemandangan selat Bali dari titik ini. Sambil melepas penat, saya merekam objek dalam jepreatan foto. Dari sini, saya melihat bentangan selat Bali dengan latar belakang pegunungan yang indah.  

Patung wanita penari Gandrung Banyuwangi (Sumber: dokumen pribadi)
Patung wanita penari Gandrung Banyuwangi (Sumber: dokumen pribadi)
Ada Trauma di Hutan Baluran

Saya akan menjawab, mengapa berangkat dari Kota Denpasar harus malam hari. Jawabannya adalah karena Hutan Baluran Kabupaten Situbondo. Ya, saya harus melewati hutan Baluran pada siang hari. Lintasan sepanjang 23 km tersebut telah memberikan rasa trauma pada diri saya.

Perlu diketahui bahwa lintasan ini sungguh gelap gulita pada malam hari. Jalanan banyak yang berlubang. Sekali anda "meleng" maka  nikmatilah kecelakaan anda. Dan, saya telah mengalami pengalaman tragis di lintasan ini kurang lebih 1 tahun yang lalu.

Perjalanan malam hari yang gelap, gerimis dan ganasnya bus-bus antar kota membuat konsentrasi saya  terpecah. Ketika habis menyalip beberapa bus dan truk, tanpa sadar saya melewati sebuah lubang yang kedalamannya sungguh miris.

Saya mengalami pecah ban depan. Sepeda motor saya oleng beberapa ratus meter. Antara sadar dan tidak, saya berusaha untuk mengendalikan laju motor. Hanya doa yang saya panjatkan sepanjang motor oleng. Dan, "nyaris" motor saya masuk jurang berbatu.

Bukan itu saja, saya harus mendorong motor di kegelapan malam dengan jalan menanjak dan menurun sepanjang kurang lebih 8 km. Badan mandi keringat serasa habis "sauna", kaki terasa lumpuh dan "hampir pingsan di jalan".  Dan, ALLAH SWT Maha Adil. Di kegelapan malam nan sepi, justru ada tukang tambal ban yang menjadi "malaikat" perjalanan mudik saya.  

Hutan Baluran, lintasan horor di malam hari (Sumber: dokumen pribadi)
Hutan Baluran, lintasan horor di malam hari (Sumber: dokumen pribadi)
Menikmati berbagai Tempat Wisata

Setelah melewati Hutan Baluran, perjalanan menuju Panarukan (perbatasan Kabupaten Situbondo) tanpa hambatan yang berarti. Hanya perlu waspada selama perjalanan karena truk-truk besar dan bus semakin ganas kecepatannya.

Perjalanan mudik yang menegangkan perlu adanya relaksasi dengan menikmati tempat wisata murah di Panarukan. Tugu 1000km Anyer- Panarukan menjadi peristirahatan.  Tempat sejarah perjuangan bangsa saat pembuatan jalan "Daendels" di masa Kolonial Belanda. Tugunya yang berwarna-warni dan diliputi dengan tumbuhan hijau menjadi spot yang instagrammable.

Tugu 1000km Anyer Panarukan (Sumber: dokumen pribadi)
Tugu 1000km Anyer Panarukan (Sumber: dokumen pribadi)
Saya melanjutkan perjalanan kembali. Lintasan Panarukan hingga Probolinggo sungguh asik. Banyak pemandangan indah yang bisa dinikmati. Apalagi, lintasan ini mayoritas dekat dengan pemandangan laut. Saya beberapa kali berhenti di pantai yang saya lewati. Tujuannya adalah untuk mengambil foto.

Namun, setelah melewati kawasan Dringu Probolinggo, ada pemandangan yang menarik. Yaitu, keberadaan objek wisata relegius berupa miniatur bangunan kabah. Ukuran kabah persis seperti ukuran kabah yang sebenarnya di Kota Suci Makkah. Dan, kawasan ini menjadi tempat untuk Bimbingan Ibadah Haji. Banyak tempat-tempat yang dinamai seperti di Kota Makkah.

Wisata relegius, Miniatur Kabah di Dringu Probolinggo Jawa Timur (Sumber: dokumen pribadi)
Wisata relegius, Miniatur Kabah di Dringu Probolinggo Jawa Timur (Sumber: dokumen pribadi)
Singgah di Beberapa Masjid

Perjalanan di lanjutkan kembali. Namun, saya harus menghentikan perjalanan saat melewati daerah Besuki. Sebuah menara masjid Besuki yang berada di kawasan alun-alun Besuki mengusik kamera hape saya untuk menjepretnya.

Saya sempat masuk ke Masjid untuk melakukan sholat dhuhur. Sekalian untuk melepaskan otot-otot tubuh. Saya merasakan tubuh agak pegal dan perut kembung. Karena, masuk angin selama perjalanan. 

Padahal, saya memakai baju rangkap tiga. Kaos, jaket rangkap dua dan penahan dada.  Saya tak bisa mengobati sakit masuk angin karena saya masih dalam kondisi berpuasa.

Masjid Besuki (Sumber: dokumen pribadi)
Masjid Besuki (Sumber: dokumen pribadi)
Nyasar di Gempol

Saya beberapa kali berhenti untuk mengisi BBM, buka puasa dan sholat di lintasan Besuki hingga Pasuruan. Dan, yang menarik adalah perlunya kehati-hatian pada lintasan Bangil Pasuruan. Jalan yang mempunyai landasan seperti garis kejut membutuhkan kehati-hatian pemudik. Jika, teledor maka sepeda motor bisa oleng.

Bukan itu saja, banyak monster-monster truk dan bus yang melesat dengan kecepatan tinggi. Saya perlu hati-hati. Apalagi, sampai di kawasan ini sudah gelap.  Dan, yang menjadi masalah serius ketika mau memasuki pintu tol Gempol Pasuruan. Saya selalu dibuat bingung ketika akan menuju ke arah Mojosari Mojokerto.

Saya selalu salah arah di kawasan ini. Arah yang saya tuju ke arah Malang. Apalagi, saat malam hari. Sepi, sunyi dan tak ada orang di pinggir jalan. Maka, dengan percaya diri, tanpa sadar saya melaju ke arah Malang hingga 10 km jauhnya. Saya harus berbelok kembali ke arah awal. Dan, beberapa kali memutar arah di kawasan ini. Saking bingungnya, hanya doa yang bisa menuntun saya.  

Nganjuk-Caruban Bikin Ngeri

Nah, lintasan Mojokerto hingga Ngawi menjadi lintasan yang menakutkan. Apa alasannya? Lintasan ini dikenal dengan lintasannya bus  penguasa jalanan, Sumber Group dan Mira. Yaitu, bis Sumber Selamat dan Sugeng Rahayu. Bis-bis tersebut dikenal dengan "Raja Tega". Para sopir dikenal ugal-ugalan untuk kejar setoran.

Kecelakaan lalu lintas seperti tabrakan maut hingga tabrakan tunggal tidak bisa dihitung jumlahnya. Banyak nyawa yang mati sia-sia karena ulah bis ini. Sekali anda berani menghalangi laju bus ini, anda berarti cari mati. Sudah terkenal sekali. Karena, sering sekali menyerobot jalur kendaraan lain. Saya sendiri hampir ditabrak bus Sumber Selamat di lintasan ini.

Bukan hanya merinding karena tingkah bus jalanan yang mengerikan, Di lintasan ini, khususnya di jalur Wilangan Nganjuk hingga Ngawi dikenal sebagai kawasan "pencabut nyawa". Jika naik sepeda motor di kawasan ini perlu hati-hati. Banyak jalan yang berlubang sepanjang lintasan ini.

Juga, beberapa titik palang pintu kereta api yang menjadi awal kemacetan. Saat hujan, kawasan ini dikenal licin. Sewaktu-waktu bisa membuat anda terjungkal dari kursi sepeda motor. Saya hampir tergelincir dan masuk jurang kecil di sini.

Saya juga mengalami pecah ban dan harus mendorong motor sejauh 3 km untuk mencari tukang tambal ban. Bukan itu saja, di kegelapan malam saya melihat pengendara motor harus meregang nyawa karena ditabrak truk. Setelah tergelincir di aspal jalanan. Innalillahi wainnailaihi rajiun!

Sampai di rumah tujuan Kota Ngawi pagi hari. Tangan seperti kaku dan kram karena hampir 30 jam melakukan pengereman manual. Badan serasa dipukul martil. Tubuh masih dalam kondisi masuk angin.  Itulah suka dan duka selama perjalanan mudik.

Sebuah perjalanan yang membutuhkan persiapan matang. Dan, perjalanan itu belum selesai. Masih akan melakukan perjalanan balik ke Kota Denpasar dengan panjang lintasan dan waktu yang tak jauh berbeda. Anda berani?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Mudik Cerdik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun