"Fitri, mama harap, kamu bisa mendapatkan suami yang hatinya tegar seperti papa. Juga setia demi cintanya"
Mobil Toyota Land Cruiser pun menerabas jalanan Denpasar yang mulai kepanasan.
***
Fitri kaget tujuh turunan. Dua sosok manusia membuat menghentikan langkahnya. Salah satu sosok yang sangat dikenalinya. Ya, Ramadan. Tapi, pikirannya mendadk kalut.
"Wanita siapa yang digandengnya? Kok mesra banget. Apakah, mas Ramadan mulai berbohong padaku. Ah, benar-benar bikin jealous" pikirnya.
Ia buru-buru menarik tangan mamanya yang tidak sempat melihat kehadiran sepasang manusia itu.
"Ma ma ma, ikut Fitri dulu ke toilet" kata Fitri pada mamanya
"Ada apa Fit. Bikin kaget mama saja"
Sesampainya dekat toilet.
"Mama lihat gak mas Ramadan jalan sama wanita lain" tanyanya penasaran
"Gak tuh. Emang Fitri lihat? Salah orang kali"
"Benar ma. Tapi, sama wanita lain. Saya yakin" tangannya mengepal dan menggedor tembok toilet. Matanya nanar. Tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Fitri, bukannya Ramadan anak yang baik. Cinta dia tulus sama kamu. Mama sering ngobrol dengannya kok" mamanya menguatkan.
Meski ada pertanyaan serius yang mesti di jawabnya. Kali ini pemandangannya benar. Karena anaknya begitu menampakan wajah marah.
Berbelanja di mall tidak lagi mulus. Pikiran mama Sofi dan Fitri begitu kalut. Setelah kejadian beberapa jam lalu. Ya, mereka menginginkan cepat-cepat pulang ke rumah. Mall menjadi tempat yang tidak ramah lagi. AC yang dingin terasa bikin panas. Orang-orang yang lewat sepertinya memberi tahu bahwa Ramadan telah mengkianati cintanya. Tega, kamu mas!
***
Fitri uring-uringan di kamar. Ia menangis sendirian. Mamanya memahami apa yang dialami. Ketika lelaki pujaannya berselingkuh dengan wanita lain di depan matanya.
"Subhanalladzi asroo biabdihi lailaminal masjidil haroom ...." Ringtone smartphone Fitri berbunyi sudah lama. Ada nama panggian dari Ramadan. Ia tak menggubris karena kesal.
"Fitri, terima dulu telepon dari Ramadan. Jangan berburuk sangka dulu. Bukankan kamu yang mengajari mama untuk kuat menahan segala cobaan, Â cantik" rayu mamanya.
Fitri menghapus air matanya. Ia pun merasa malu mamanya berkata demikian. Bukankah dia anak cantik yang kuat, tegar dan periang. Â Bukankah ia yang membuat mamanya selalu kuat menghadapi bahtera kehidupan.
Dering ringtone smartphone dari Ramadan berbunyi kembali.
"Oke biar mama yang menerima dulu. Mungkin kamu masih kesal sama Ramadan. Tapi., percayalah cantik, Ramadan bukanlah lelaki yang kamu pikirkan saat ini. Dia anak baik, setia sama kamu. Percayalah!" matanya serius menatap Fitri.