Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mujiyanto, Pengusaha Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" Bergaya Millenial

19 Mei 2019   23:07 Diperbarui: 19 Mei 2019   23:31 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tersedianya colokan di dinding dekat beberapa meja (Sumber: dokumen pribadi)

Sore hari, cuaca Kota Denpasar sedang bersahabat. Saya dan istri menelusuri beberapa ruas Kota Denasar untuk bertemu dengan seseorang yang memberikan inspirasi bagi orang lain. Kali ini, saya bertemu dengan seorang pengusaha muda di bidang kuliner yang bernama Mas Mujiyanto. Saya lebih familiar memanggilnya Mas Muji.

Mas Muji adalah seorang perantau dari daerah Tegaldlimo yang masuk dalam Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Daerah yang berdekatan dengan Alas Purwo yang melegenda dengan "keangkerannya".  

Seperti halnya dengan anak muda lainnya, maka merantau ke Bali adalah sebuah tujuan hidup. Ya, tujuan untuk memperbaiki taraf kehidupan sebelum memasuki jenjang pernikahan.  Mengumpulkan uang yang cukup untuk bekal menikah dengan "wanita idamannya".

MUJIYANTO "SANG INSPIRASI"
Sekitar pukul 17.00, saya dan istri diterima Mas Muji dengan ramah dan senyum sumringah. Saya mengutarakan maksud kedatangannya untuk mengganggu waktunya sebentar saja. Meskipun, kala itu dia sedang sibuk mengolah masakan untuk para langganannya. 

Namun, dengan niat baik saya untuk mewancarai dia, maka kami diterima dengan senang hati. Saya mengobrol dengannya laksana teman yang lama tidak bertemu.

Uniknya, saya "lupa" tidak membawa alat tulis. Maka, Mas Muji dengan senang hati mengambil alat tulis untuk catatan saya. Mencatat hal-hal penting yang akan dituangkan dalam tulisan ini. Kesan pertama yang saya tangkap dari pribadi Mas Muji adalah sosok yang irit bicara (baca: pendiam). 

Berjalannya waktu pembicaraan, dia justru enak diajak ngobrol. Ya, dia sangat terbuka untuk berbagi ilmu tentang perjalanan membangun bisnis kulinernya di Kota Denpasar.  

Ngobrol asik bareng pengusaha kuliner Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" Mas Mujiyanto asal perantau Banyuwangi Jawa Timur (Sumber; dokumen pribadi)
Ngobrol asik bareng pengusaha kuliner Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" Mas Mujiyanto asal perantau Banyuwangi Jawa Timur (Sumber; dokumen pribadi)
Usaha kuliner Mas Muji dinamakan Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng". "Cumpleng" sendiri dalam bahasa Banyuwangi berarti "terlalu pedas". Perlu diketahui bahwa Nasi Tempong memang terkenal dengan rasa pedasnya. Sebagai informasi kata "Tempong" dalam bahasa Banyuwangi mempunyai arti "ditampar". 

Jadi, mengandung filosofi bahwa sehabis makan nasi Tempong yang rasa pedasnya "gokil" banget berasa seperti habis ditampar. Keren, kan?

MODAL NEKAT
Dalam bahasa marketing atau bisnis maka ilmu yang paling "tidak bisa ditiru" adalah "The Power of Kepepet". "Kepepet" membutuhkan nyali seseorang untuk melakukan "eksekusi" sebuah tindakan atau usaha. Sama halya dengan Mas Muji dalam membangun usaha Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng".
Untuk memiliki usaha  Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" tersebut tidaklah seperti membalikkan telapak tangan. Kata pepatah,"kota Roma tidak bisa dibangun hanya dalam waktu semalam". Butuh waktu lama untuk melakukan tindakan.  

Untuk memulai bisnis Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng", Mas Muji harus mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Modal yang dikeluarkan untuk buka usaha tersebut, mas Muji harus mengeluarkan kurang lebih 75 juta. Yang terdiri dari 40 juta untuk biaya sewa tempat dan sisanya untuk biaya perlengkapan.

Namun, perlu diketahui bahwa nyali besar untuk mengeluarkan modal yang "tidak sedikit" itu berawal dari sebuah perjalanan panjang yang penuh liku. Perjalanan untuk memiliki usaha sendiri bermula dari menjadi seorang pegawai atau karyawan jenis kuliner yang sama.

Mas Muji bekerja pada kakaknya selama 8 bulan. Namun, pada perjalanannnya pekerjaan sebagai karyawan tersebut tidak membuatnya "cocok". Dia akhirnya keluar dari usaha kakaknya tersebut. Bekerja di luar yang tidak sama dengan bidang kuliner hampir selama 3 tahun.

Ternyata, selama 3 tahun tersebut justru membuatnya ingin berpaling. Dia bekerja di usaha kulinernya kakaknya kembali selama 2 bulan. Kini, niatnya adalah mengumpulkan materi untuk keperluan usaha yang lain.

Garis nasib memang mengatakan lain. Kakaknya pernah berpesan agar dirinya bisa membuat usaha kuliner nasi tempong yang sama. Tetapi, bukan bekerja buat orang lain lagi. Melainkan, untuk usahanya sendiri alias menjadi pengusaha.

Untuk membangun usahanya di Kota Denpasar sungguh berjalan mulus. Dengan bantuan tambahan modal dari istrinya yang bekerja di negeri Taiwan. Di mana, dari istrinya, Mas Muji dianugerahi 1 orang anak. Mas Muji dengan mengusung ala "bonek" alias bondo nekat, memulai usaha kuliner nasi tempong atas nama usahanya sendiri.

Hebatnya, tempat usahanya berada di kawasan Jalan Pura Demak. Jalan yang berada di kawasan pusat kuliner Kota Denpasar. Di mana, biaya untuk sewa usaha memang tergolong mahal. Tetapi, Mas Muji berani untuk ambil tindakan dengan membuka usaha kuliner di kawasan tersebut.  

WARUNG YANG NYAMAN
Sekarang, usaha Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" baru berumur selama 1 tahun. Dibuka pada tahun 2018 lalu. Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" dibuka sejak pukul 16.00 hingga 02.00 dini hari, setiap hari. Pelanggannya dari berbagai kalangan. Asiknya lagi, pelanggannya banyak yang memesan untuk dibungkus dan dinikmati di rumah.

Omset dari Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" tidak berbeda antara sebelum dan sesudah bulan Ramadan. Tuhan YME memahami hambanya yang mau berusaha semaksimal mungkin.  Menurut Mas Muji, usaha yang digelutinya mengalami hal yang mengasikan. Alias lancar jaya (tanpa hambatan).

Usaha Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" tampak depan (Sumber: dokumen pribadi)
Usaha Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" tampak depan (Sumber: dokumen pribadi)
Menu-menu yang ditawarkan adalah menu-menu khas Jawa Timur seperti:
1, Ayam goreng : Rp 18.000,-
2. Ikan laut : Rp 20.000,-
3. Lele : Rp 15.000,-
4. Tahu dan tempe : Rp 10.000,-
5. Bebek goring : Rp 30.000,-
6. Ati ampela : Rp. 10.000,-

Meskipun, tempat usahanya berada di kawasan pusat kuliner tetapi harga menunya bisa dijangkau oleh siapapun. Menurut Mas Muji, hal tersebut bertujuan agar bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah. Tentu, agar mempunyai pelanggan yang banyak.

Lanjut, saya sendiri merasakan bahwa tempat usahanya sungguh nyaman. Kondisinya bersih. Kurang lebih 4 meja dan beberapa kursi tertata hampir di tengah-tengah. Telah tersedia beberapa jenis minuman yang bisa dipilih oleh pelanggan. Juga, berbagai macam krupuk khas tambahan kuliner .

Kondisi bagian dalam warung (Sumber: dokumen pribadi)
Kondisi bagian dalam warung (Sumber: dokumen pribadi)
Di bagian kiri depan terdapat wastafel untuk mencuci tangan, lengkap dengan sambun pembersih. Sapu tangannya juga terlihat bersih. Kondisi tersebut menunjukan bahwa sang pemilik sangat memperhatikan kebersihan.
Kondisi wastafel yang bersih (Sumber: dokumen pribadi)
Kondisi wastafel yang bersih (Sumber: dokumen pribadi)
Bagian depan warung terdapat etalase kaca yang menyediakan berbagai macam menu yang siap digoreng. Dari menu ayam hingga tahu dan tempe tersaji di etalase tersebut. Tergantung, pilihan sang  pelanggan. Kondisinya juga bersih. Menu mana yang diinginkan.
Berbagai menu Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" siap digoren sesuai keinginan pelanggan (Sumber: dokumen pribadi)
Berbagai menu Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" siap digoren sesuai keinginan pelanggan (Sumber: dokumen pribadi)
PAKAI "OVO",  GAYA MILLLENIAL
Melihat tampilan bagian dalam warung Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" ada hal yang lain. Salah satunya adalah beberapa colokan yang terpasang di dinding dekat beberapa meja. Saya memprediksi bahwa keberadaan colokan untuk mengantisipasi gaya millenial yang rajin mengotak-atik agar daya smartphone atau laptop tidak habis.

Keberadaan colokan tersebut bisa membantu siapa saja yang bisa menikmati kuliner sambil melakukan pekerjaan. Baik pekerjaan kantor atau tugas kuliah. Saya yakin Mas Muji mengantisipasi kondisi tersebut atas dasar kebiasaan  generasi millenial. Suka "betah" update media sosial dan ngerjain tugas pakai laptop berlama-lama.  

Tersedianya colokan di dinding dekat beberapa meja (Sumber: dokumen pribadi)
Tersedianya colokan di dinding dekat beberapa meja (Sumber: dokumen pribadi)
Ketika era digital berkembang dengan pesat maka setiap orang menginginkan serba mudah. Juga, di bidang usaha juga berharap serba cepat dan simpel. Salah hal yang sangat dibutuhkan adalah apilkasi yang digunakan sebagai alat pembayaran pengganti uang kontan. Dalam bahsa keuangan era digital dinamakan Financial Technology (Fintech).

Nah, hal yang menarik dari usaha Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng" adalah adaptasi terhadap perkembangan teknologi digital. Mas Muji memanfaatkan aplikasi Financial Technology (Fintech) "OVO" untuk usahanya Kurang lebih selama 2 bulan sudah dijalaninya. Faktanya, ada kemudahan dan keasikan yang diperoleh saat menggunakan apliakasi OVO, di antaranya:

Transaksi semakin mudah seperti tidak perlu kembalian yang berupa uang receh.
Tidak perlu membawa uang cash (kontan) yang seringkali bikin "ribet".
Memperoleh cash back sebesar 30%.

Mas Muji menunjukan aplikasi OVO di samrtphone-nya (Sumber: dokumen pribadi)
Mas Muji menunjukan aplikasi OVO di samrtphone-nya (Sumber: dokumen pribadi)
Untuk meyakinkan pelanggan bahwa pembayaran bisa menggunakan apliaksi OVO maka di etalase warung pun dipasang stiker OVO. Pemandangan ini bisa membantu pelanggan yang setia menggunakan OVO dan tidak sedang membawa uang kontan. Menurut Mas Muji, dengan menggunakan aplikasi OVO semakin mempermudah transaksi pelanggan yang adaftif terhadap teknologi digital.
Stiker OVO (Sumber: dokumen pribadi)
Stiker OVO (Sumber: dokumen pribadi)
DUPLIKASI ILMU
Dalam bisnis, ekspansi adalah solusi terbaik untuk pengembangan usaha. Mas Muji juga berkeinginan untuk buka cabang lagi, tetapi tidak menarget berapa dan di mana cabang akan dibuka. Dia hanya menjalankan usahanya laksana air. Dia berkeinginan pada adik ipar yang bekerja padanya untuk berani memulai bisnis seperti dirinya.

Dia menginginkan bahwa adik iparnya tidak selamanya bekerja dengannya. Tetapi, bisa melakukan tindakan yang pernah dia lakukan dahulu. Menjadi pengusaha kuliner atas nama sendiri. Itu adalah harapan besar yang diinginkan.  

Adik ipar Mas Mujiyanto (Sumber: dokumen pribadi)
Adik ipar Mas Mujiyanto (Sumber: dokumen pribadi)
Prinsip hidup yang Mas Muji pegang adalah dia tidak merasa tersaingi dengan adanya usaha yang sama. Usaha orang-orang yang dulu pernah belajar dan bekerja padanya. Dia justru berbahagia bisa  berbagi ilmu dengan orang lain.

Dan kebanggaan terbesar adalah ketika orang lain ditanya, "siapkah yang mengajarimu untuk memulai uaha sepetrti ini?". Dan, mereka dengan tegas menjawabnya, "saya belajar hidup menimba ilmu dari Mas Muji". Itu adalah kebanggan terbesar yang tidak bisa dinilai dengan uang.

Sukses selalu Mas Muji. Semoga jalan panjang membangun usahamu memberikan isnpirasi terbaik bagi orang lain. Karena, orang lain butuh sosok yang bisa "memantik" orang lain untuk menjadi pengusaha.

Lalapan Nasi Tempong "Cumpleng"
Pemilik : Mujiyanto
Alamat : Jalan Pura Demak No. 2D  (Seberang Masjid Al Qomar)
Denpasar, Bali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun