Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Keluarga dan Masyarakat Dalam Satuan Pendidikan

14 Agustus 2018   23:40 Diperbarui: 15 Agustus 2018   09:13 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alexa dan Racquel menjadi anak yang berprestasi meski tidak didampingi ayahnya selama 5 bulan terakhir (Sumber: dokumen pribadi)

Menjelang waktu shubuh, Ida (42 tahun) seorang ibu rumah tangga sudah harus bangun. Seperti biasanya, Dia harus menyiapkan perlengkapan sekolah dan sarapan pagi kedua anak perempuannya, Alexa (13 tahun) yang bersekolah di SMP 2 Ngawi dan Racquel (9 tahun) yang bersekolah di SD N 1 Margomulyo Ngawi Jawa Timur.

 Sudah hampir 5 bulan suami dari Ida, Rudi (40 tahun) tidak pernah pulang ke rumah. Entah, alasan apa yang membuat kondisi demikian. Oleh sebab itu, Ida harus mengurus kedua anak perempuannya sendirian. Ketika suaminya masih di rumah, mereka bisa berbagi peran mengurus kedua anaknya. Hal yang palig repot adalah saat kedua anaknya berangkat sekolah. Segala keperluan harus dia urus secara single parent.  

Alexa dan Racquel menjadi anak yang berprestasi meski tidak didampingi ayahnya selama 5 bulan terakhir (Sumber: dokumen pribadi)
Alexa dan Racquel menjadi anak yang berprestasi meski tidak didampingi ayahnya selama 5 bulan terakhir (Sumber: dokumen pribadi)
Mengurusi keperluan sekolah sendirian bukanlah perkara gampang. Ida harus telaten untuk menyisir rambut anaknya satu persatu. Membantu kedua anaknya memakai baju dan menyiapkan kondisi keperluan sekolah anaknya sebaik mungkin agar tidak ada yang ketinggalan.  Meskipun, hubungan dengan suaminya bagai "hubungan tanpa status" karena tidak pernah pulang ke rumah, tetapi mengurusi pendidikan kedua anak perempuannya adalah hal yang utama.

Setiap hari, Ida harus bekerja bak ojek online. Pagi dan siang hari harus mengantar dan menjemput anaknya pulang sekolah. Sore harinya, saat ini disibukkan dengan kegiatan informal anak bungsunya yaitu kursus tari. Bahkan, sering mengantar anak bungsunya untuk tampil dalam acara ketoprak dan pulang malam hari.

 Kadang, sore hari juga harus mengantar dan menjemput anak pertamanya untuk belajar kelompok di rumah temannya. Alhamdulillah, anak sulungnya menjadi siswa yang berprestasi di sekolahnya dan menyabet berbagai penghargaan akademik. Demi pendidikan anaknya, Ida melakukannya sendiri bermodalkan sepeda motor cicilan. Malam harinya, diisi dengan mendampingi anak-anaknya untuk belajar atau mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR).

Ida (42 tahun) sedang membimbing anak bungsunya belajar dan mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) (Sumber: dokumen pribadi)
Ida (42 tahun) sedang membimbing anak bungsunya belajar dan mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) (Sumber: dokumen pribadi)
Kualitas Pendidikan

Di atas adalah ilustrasi nyata bahwa pendidikan merupakan kebutuhan utama yang tidak bisa dihindarkan. Karena, menurut pasal Pasal 31 Undang -- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, "Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran". Bunyi pasal tersebut menegaskan bahwa pendidikan adalah wajib bagi setiap anak negeri.

Kita menyadari bahwa pendidikan bangsa Indonesia masih kalah bersaing dengan bangsa lain di dunia khsususnya di ASEAN seperti negara tetangga Singapura dan Malaysia. Yang lebih miris adalah isi konten dari salah satu video yang diulas oleh Youtuber terkenal Agung Hapsah menyatakan bahwa pendidikan bangsa Indonesia dibandingkan negara maju lainnya adalah tertinggal selama 123 tahun. Banyak pro dan kontra dengan pernyataan tersebut. Tentunya, perlu dikaji lebih dalam.

Masih lemahnya pendidikan kita disebabkan banyak faktor seperti kualitas pendidikan yang masih jauh dari sempurna, manajemen pendidikan yang masih "abu-abu", proses rekrutmen tenaga pengajar yang masih kontroversi dan lain-lain. Seperti kasus zonasi dalam proses PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun 2018 yang  kontroversi perlu dievaluasi dan dikaji lebih  baik. Ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah tersebut tentu akan berdampak pada dukungan masyarakat  terhadap pendidikan.  

Kita sebenarnya membutuhkan keadilan dalam memperlakukan berbagai kelas masyarakat demi pendidikan baik yang miskin maupun yang sejahtera. Namun, aturan tersebut tidaklah merusak kualitas generasi bangsa. Saya justru bangga jika dunia pendidikan menggunakan sistem akademik,    prestasi dan siswa miskin dengan persentase secara berimbang atau berkeadilan. Hal ini akan memberikan keberpihakan kepada siswa miskin tanpa mengorbankan siswa berprestasi baik dalam akademik maupun bidang lainnya.

Kurangnya kualitas pendidikan juga dipengaruhi oleh faktor keluarga. Dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kontinuitas pendidikan yang mencerahkan. Kita sering melihat dan merasakan dalam lingkungan kita tentang noda pendidikan seperti tawuran pelajar, penggunaan narkoba dan minuman keras, hubungan seks bebas dan lain-lain. Lingkungan memang berpengaruh terhadap kondisi tersebut. Tetapi, peran keluarga yang kuat akan menjadi benteng bagi anak-anak kita terhindar dari hal-hal yang mampu merusak masa depan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun