Aku jadi penasaran. Kebetulan, kebutuhan kuliah mulai mencekik leher. Jalan satu-satunya, aku bisa minta  bantuan pada temanku yang tidak pernah merasa kekurangan uang.
"Win, Yes, aku penasaran banget nih. Ngomong-ngomong kalian kerja sampingan di mana lagi, sih. Kok, kayaknya hepi banget. Aku yang lagi kelimpungan, nih. Mungkin bisa kasih bocoran" tanyaku saat ngumpul di sebuah kafe sehabis kuliah.
"Mau tahu aja atau mau tahu banget" kata Winda sambil tersenyum dan mengedipkan mata kanan ke arah Yesi.
"Ya, Win. Paling-paling Zinta gak bakalan mau apa yang kita lakuin. Ya kan"Â kata Yesi meyakinkan.
"Benar Yes, lagian dia cantik banget. Nanti jadi saingan dan merampas  rejeki kita. Ha ha ha " jawab Winda.
"Ihh, kalian pelit banget. Â Bagi rejeki dong Yes. Swear, lagi butuh duit nih buat kebutuhan kuliah" tanyaku penasaran.Â
"Sebenarnya saya gak mau melibatkan kamu Zin, Biarlah kami berdua yang menjalankannya. Tapi, jika kamu memaksaku untuk memberi tahu maka kamu gak usah kaget ya" mereka bertiga berangkulan. Tanpa sadar Winda dan Yesi meneteskan air mata. Aku pun kebingungan dengan keadaan tersebut.
"Sebenarnya ada apa sih Win, Yes, kok malah kalian menangis" Tanya aku.Â
"Zinta, kami akan jawab dengan jujur. Tapi, tolong kamu tidak usah kaget ya" jawab Winda meyakinkan kembali.
"Kami bekerja sampingan sebagai call girl, gadis panggilan om-om, Zinta" bisik Yesi di telingaku.
Bagai disambar petir, aku terkesiap dan melongo kaget. Tetapi, kusimpan rasa kaget tersebut untuk menghormati 2 temanku yang sudah jujur berbagi cerita mengatakan profesi yang kini dilakoninya.