Jalan Cokroaminoto yang dulu 2 jalur, sudah setahun direkayasa menjadi satu jalur ke utara atau dari pusat kota ke arah Gilimanuk karena keberadaan pasar sementera di eks supermarket Tiara Grosir. Jadi, jika kendaraan baik roda 2 maupun roda 4 yang hendak ke pusat Kota Denpasar mayoritas melewati Jalan  Ahmad Yani yang menghubungkan perempatan Jalan Gatsu Tengah-Ahmad Yani hingga pertigaan Kampung Jawa. Perlu diketahui bahwa jalan Ahmad Yani  didesain menjadi jalan satu arah (verboden) ke arah selatan (ke kota).
Macet ke Pasar Dadakan
Seperti hari-hari biasanya, jalan Ahmad Yani ini merupakan jalan yang macet saat jam pulang kerja. Karena kendaraan yang biasa melewati jalan Cokroaminoto untuk menuju ke pusat kota kini beralih melewati jalan Ahmad Yani. Apalagi, tidak bisa dibayangkan macetnya saat liburan dan menjelang jam pulang kerja. Dari sepeda motor hingga "para monster" truk trailer dan bus besar pariwisata "memaksakan diri" melewati jalan ini.
Kini, satu jam menjelang menjelang berbuka puasa, jalan Ahmad Yani mulai bertambah macet karena di ujung pertigaan Kampung Jawa muncul pasar dadakan yang menjual berbagai macam takjil ramadhan. Sebenarnya bukan hal yang aneh, karena sejak dulu sudah terbiasa ramai di kawasan ini saat bulan Ramadhan.
Karena membludaknya kendaraan yang parkir di sisi bahu jalan Ahmad Yani dan sekitarnya membuat gerakan kendaraan yang melimpah ruah menjadi tersendat. Jangan kaget, di sini juga  terdapat masjid kebanggaan kampung Jawa yaitu Masjid Raya Baiturrahmah. Jika masjid tersebut mempunyai hajatan pengajian akbar maka jalan Ahmad yani untuk sementara ditutup.
Kemacetan juga disebabkan oleh parkirnya kendaraan baik roda 2 maupun roda 4 di mana pemiliknya sedang berburu takjil. Perlu diketahui bahwa selama bulan Ramadhan di sisi kiri dan kanan hampir setengah panjang jalan Ahmad Yani tumbuh subur para penjual takjil. Tetapi, para penjual takjil yang paling besar dibuat dalam sebuah Pasar Dadakan Takjil yang berlokasi di samping kiri (sebelah selatan) Masjid Raya Baiturrahmah.
Jalan sepanjang kurang lebih 50 meter disulap menjadi pasar dadakan yang diisi kurang lebih 100 penjual takjil di sisi kanan dan kiri jalan kecil secara berhadap-hadapan. Siap-siap untuk berdesak-desakan karena membludaknya pembeli menjelang berbuka puasa. Anda tinggal berjalan menelusuri setiap lapak penjual yang menawarkan kuliner yang berbeda-beda. Tidak usah khawatir, 100% dijamin halal.
Belum termasuk kendaraan yang berhenti sementara karena menunggu teman atau kelaurganya membeli takjil. Semakin membuat kemacetan akut tak terhindarkan. Untungnya, para juru parkir sigap mengatasi hal ini.
Saya sendiri merasa seperti di kampung halaman saat berkunjung ke kawasan ini. Karena, Bali dengan mayoritas penduduknya beragama Hindu tidaklah mudah untuk menemukan suasana seperti ini. Kecuali, jika anda berkunjung ke kampung-kampung yang didominasi oleh penduduk baik pribumi atau pendatang yang mayoritas beragama Islam seperti Kampung Jawa dan Kampung Islam Gelgel di KLungkung, Kampung Islam Kepaon Denpasar dan lain-lain.