Â
Kawal Harta Negara
 BPK Kawal Harta Negara dalam bentuk keuangan Negara.  Keuangan Negara tersebut merupakan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Oleh sebab itu, BPK Kawal Harta Negara bukan hanya di tingkat pusat saja tetapi hingga di 34 provinsi di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara baik di tingkat pusat maupun daerah.
UU Nomor 30 tahun 2014 dimaksudkan untuk menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas Badan dan/atau pejabat pemerintahan, memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan. Juga, melaksanakan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan dan menetapkan Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat.
Kepala daerah diberi kewenangan untuk megelola keuangan daerahnya secara mandiri. Sayang, banyaknya kepala daerah yang menjadi tersangka karena terlibat kasus korupsi atau suap menjadi ketakutan kepala daerah lainnya untuk melakukan belanja anggaran. Kondisi terjeratnya banyak kepala daerah dalam pusaran kasus korupsi menjadi pembelajaran kepala daerah agar hati-hati mengelola keuangan daerahnya. Ketatnya pengawalan BPK menjadi rasa takut para kepala daerah lantaran adanya kekhawatiran terjerat kasus korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa dalam anggaran pemerintah daerah.
Rasa takut kepala daerah menyebabkan anggaran yang sudah dialokasikan justru mengendap di daerah. Namun, BPK justru menyarankan agar pemerintah daerah melaksanakan mekanisme pengadaan barang dan jasa melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Sebab mekanismenya dinilai lebih transparan dan terbukti bisa menghemat anggaran.
Lagi, agar pembangunan di daerah bisa berkembang karena serapan anggaran yang dinilai lambat maka Pemerintah juga mengeluarkan solusi yang salah satunya agar temuan BPK tidak langsung dijadikan alat untuk menekan kepala daerah. UU Administrasi Pemerintahan sudah mengatur detil kebijakan atau kesalahan administrasi tidak bisa dipidana.
Salah satu tindakan yang dikhawatirkan kepala daerah adalah diskresi yang memberikan peluang untuk disangka sebagai pelaku korupsi. Padahal, wewenang kepala daerah menurut pasal 65 poin 4 UU Nomor 9 Tahun 2015, "mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan masyarakat".
Lanjut, pasal 6 UU Nomor  30 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa pejabat pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan kewenangan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan yang diantaranya Diskresi. Di mana, menurut laman setkab.go.idDiskresi merupakan keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan kongkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.Â
      Meskipun diskresi sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi jika pada implementasikebijakannya terdapat penyalahgunaan keuangan negara maka BPK sebagai pengawal harta negara tidak segan-segan untuk memberikan laporan kepada pihak berwenang tentang temuan penyalahgunaan anggaran daerah agar diusut lebih lanjut.