Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bakpia Pathok, Buku dan Benteng Vredeburg untuk Kepemimpinan Profetik

28 Agustus 2017   08:30 Diperbarui: 28 Agustus 2017   09:02 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejeran toko buku di kawasan dekat jalan Malioboro Jogja (Sumber: dokumen pribadi)

Pulang ke kotamu 
Ada setangkup haru dalam rindu  
Masih seperti dulu 
Tiap sudut menyapaku bersahabat

Penuh selaksa makna 
Terhanyut aku dalam nostalgia 
Saat kita sering luangkan waktu 
Nikmati bersama

Suasana Jogja ...

Sebuah penggalan lagu "Yogyakarta" yang dinyanyikan oleh musisi Kla Project mengingatkan saya akan pesona Yogyakarta. Seperti penggalan lagu di atas yang menunjukan bahwa rasanya saya ingin bernostalgia kembali untuk mengarungi indahnya Yogyakarta. Kota yang dulu bersemi di hati saya kurang lebih 2 tahun. Kota yang lebih familiar disebut "Jogja" selalu menghipnotis saya untuk berkunjung kembali. Dan, dari kota inilah banyak pelajaran berharga agar saya menjadi Jogja menjadi Indonesia.

Bakpia Pathok

Jogja identik dengan kuliner gudeg dan bakpia pathok. Kuliner terakhir menjadi target saya saat ingin berkunjung ke Jogja untuk dijadikan oleh-oleh. Setahun yang lalu, saya sempat berkunjung ke Jogja untuk menghadiri sebuah acara diskusi publik yang mengupas tentang bijak dalam bermedia sosial. Dalam waktu senggang, sempat diajak oleh sahabat karib yang notabene seorang narasumber acara tersebut.  Beliau mengajak saya ke tempat wisata kuliner Bakpia Pathok 25 dan Toko buku di sekitar jalan Malioboro. Dan, saat saya berkeliling Jogja sendiri berusaha menyempatkan diri untuk mengeksplorasi Benteng Vredeburg.  

Bakpia Pathok, kuliner yang dibuat dari adonan tepung dan beberapa bumbu lainnya membuat saya ketagihan. Rasa gurihnya yang dibuat oleh tangan-tangan wanita keibuan adalah resepnya. Saya melihat cara pembuatan Bakpia Pathok tersebut secara langsung. Sungguh, tidak ada tangan lelaki kekar yang mengolah olahan kuliner tersebut. Ini memberikan arti bahwa Bakpia Pathok diolah oleh tangan-tangan keibuan yang penuh dengan keramahan, ketelatenan dan kesabaran untuk menjadi kuliner yang melegenda seluruh Indonesia, bahkan dunia.

Bakpia Pathok dibuat oleh tangan-tangan keibuan untuk menghasilkan kuliner yang melegenda (Sumber: dokumen pribadi)
Bakpia Pathok dibuat oleh tangan-tangan keibuan untuk menghasilkan kuliner yang melegenda (Sumber: dokumen pribadi)
Mereka duduk saling berhadapan dan memakai masker. Hal ini menunjukan bahwa kuliner yang dihasilkan adalah bersih dari infeksi penyakit yang ditularkan manusia. Bukan hanya itu, bekerja dengan duduk dalam meja besar menunjukan bahwa pekerjaaan akan menghasilkan terbaik dengan cara bekerja sama dan saling mengayomi. Ini adalah tipe pemimpin bangsa yang harus berdekatan dengan rakyat untuk mengetahui permasalahan bangsa.  Sebuah tipe kepemimpinan profetik (kenabian) yang selalu berbuat untuk rakyat karena ia harus dekat dengan rakyatnya.

Kita semua tahu bahwa pemimpin Jogja yang bergelar Daerah Istimewa adalah seorang Raja atau Sultan Jogja yang sudah beberapa kali periode memimpin Jogja. Jogja memang istimewa, di mana sang pemimpinnya yang notabene seorang raja Jogja dipilih atas kemauan rakyatnya tanpa melalui Pilkada langsung. Melanggar konstitusikah? Ini adalah masalah yang pernah muncul ke permukaan. 

Apalagi, saat mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyentil bahwa kepemimpinan Jogja bagai "Monarchi" (kerajaan) yang dipimpin seseorang  seumur hidup. Statement sang Presiden saat itu mengundang reaksi keras masyarakat Jogja bahwa kepemimpinan sang Sultan jangan diungkit-ungkit lagi ke ranah Pilkada langsung. Ya, Jogja sungguh istimewa karena rakyatnya mengetahui betul bahwa Sultan Jogja tetap merupakan sosok yang pantas memimpin Jogja hingga waktu yang tidak  ditentukan.

Saya memahami bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono X merupakan sosok yang mewariskan karakter ayahandanya Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang dikenal sebagai sosok pemimpin profetik kala itu. Kontribusi terhadap bangsa Indonesia tidak ternilai harganya. Beliau benar-benar mementingkan kepentingan bangsa Indonesia. Ketika Universitas pertama di Indonesia, Universitas Gajah Mada (UGM) belum mempunyai tempat yang memadai untuk ruang kuliah, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan sukarela menyediakan salah satu ruang di kerajaan untuk tempat kuliah mahasiswa.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun