Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Narasumber di "Video Conference" dan Berbagi Senyum dengan Petani Garam Kusamba

17 Agustus 2017   19:12 Diperbarui: 17 Agustus 2017   19:20 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagi bingkisan di akhir kunjungan perayaan Hari kemerdekaan 17 Agustus 2017 (Dokumentasi Pribadi)

Setiap perayaan hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus merupakan hari istimewa  dan suasana gegap gempita. Semua masyarakat Indonesia mengadakan renungan malam atau malam "tirakatan" untuk mengucapkan syukur atas kemerdekaan bangsa Indonesia. Kebiasaan yang sudah menjadi ritual bangsa Indonesia untuk mengucapkan syukur terhadap jasa-jasa para pejuang yang telah mengorbankan jiwa dan raga untuk kemerdekaan Indonesia.

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai jasa pahlawannya" memberikan gambaran bahwa pejuang kemerdekaan mempunyai satu tujuan untuk membebaskan dari belenggu penjajahan. "Sepi ing pamrih rame ing gawe" kata peribahasa Jawa yang berarti bahwa pejuang memerangi penjajahan semata-mata untuk  mendapatkan kemerdekaan yang hakiki. Tidak ada pikiran untuk mendapatkan balas jasa baik materi maupun pujian.

Ketika kemerdekaan bangsa  Indonesia telah berumur 72 tahun, maka renungan bangsa Indonesia adalah apa saja yang telah diperbuat bagi bangsa Indonesia. Kita semua memahami bahwa para pejuang tidak berharap lebih terhadap generasi bangsa saat ini. Dengan mengisi kemerdekaan sesuai kemampuan masing-masing, maka sebuah kebanggaan bagi warisan pejuang.

Saat kata "merdeka" ada di depan mata, maka sejatinya setiap anak bangsa berhak untuk menikmati kemerdekaannya dalam segala lini kehidupan. Namun, ketika kemerdekaan sudah berjalan 72 tahun maka usaha meraih kemerdekaan bangsa sejatinya masih berjalan. Ya, kemerdekaan secara ekonomi masih menjadi perbincangan hangat setiap elemen masyarakat. Itulah sebabnya yang melatarbelakangi bagi ssaya tentang sudah seberapa jauh kontribusinya terhadap bangsa.

Video Conference

Di malam dan di siang hari 17 Agustus 2017 merupakan momen terbaik saya dalam merayakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia.  Saya menyadari bahwa kemerdekaan berhak dinikmai siapa saja baik berwujud fisik maupun material. Sebagai warga yang sedang belajar sebagi blogger dan tinggal dipulau Dewata Bali, bersyukur saya diberi kepercayaan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi Bali (Diskominfo) untuk menjadi narasumber tentang dunia blogging dalam rangka Pameran Pembangunan Provinsi Bali. Kebetulan saya menjadi narasumber bersama Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bali yang membahas tentang pelanggaran konten-konten penyiaran. Dan, narasumber KPI sangat berhubungan erat dengan dunia blogging tersebut.

Tayangan yang dilakukan secara live melalui video conference 2 arah antara Kantor Diskominfo Bali yang berada di Kawasan Renon Denpasar dan Art Center di jalan Nusa Indah Denpasar. Video Conference yang dilakukan tersebut digeber kurang lebih selama 11 hari selama pameran pembanguan. Di mana, pameran tersebut juga digelar dalam rangka Hari Ulang  Tahun Provinsi Bali ke-59 dan HUT Kemerdekaan RI KE-72. Berita tentang video conference bisa lihat di Video Conference di HUT Provinsi Bali.

Petani Kusamba

Siang hari tanggal 17 Agustus 2017 tadi, saya bersama blogger Bali lainnya merayakan peringatan 17 Agustus 2017 tidak seperti biasanya. Kami merayakannya di kawasan pembuatan garam di Kampung Kusamba Klungkung Bali. Saya dan teman-teman blogger lainnya memahami bahwa ketika isu stok garam begitu langka, tentu harga garam akan melambung tinggi. Dan, para petani pembuat garam akan "ketiban rejeki dadakan". Faktanya, para petani garam di Kusamba seperti "pungguk merindukan bulan". Ketika harga garam merangkak naik karena stok langka, maka kondisi petani garam di Kusamba Bali tidak berubah sama sekali. Sepertinya isu garam yang langka  hanyalah berita yang "numpang lewat saja".

Yang lebih menyentuh perasaan saya adalah, para petani rerata telah menjadi petani garam lebih dari 30 tahun lamanya. Namun, kondisi ekonomi tetap seperti biasanya, berjalan stagnan. Oleh sebab itu, saat orang lain begitu gegap gempita, tertawa terbahak-bahak dan ceria untuk mengisi kemerdekaan dengan berbagai ajang lomba, petani Kusamba tetap harus meracik air laut demi sesuap nasi. Hari Kemerdekaan  saat ini tidak bisa membuat senyum mereka terbuka lebar.

Oleh sebab itu, kami mengambil inisiatif untuk meringankan beban mereka dan sejenak untuk tersenyum lebar dalam berbagai ajang lomba kecil-kecilan di kawasan pembuatan garam. Anak-anak mereka pun dilibatkan untuk menimbulkan keceriaan. Dan, senyum lebar begitu muncul dengan renyahnya. Ya, mereka sejenak melupakan beban mereka dari meracik garam yang hanya menjadi korban harga dari para tengkulak.

Seorang ibu petani garam bersama cucu sedang mengecek kondisi air laut yang ditaruh di dalam palung (alat dari pohon kelapa) (Dokumentasi Pribadi)
Seorang ibu petani garam bersama cucu sedang mengecek kondisi air laut yang ditaruh di dalam palung (alat dari pohon kelapa) (Dokumentasi Pribadi)
Kami juga ikut menyelami pekerjaan mereka, dari mengambil air laut dengan bak yang dibuat dari daun pandan yang lama-kelamaan bisa merusak pundak. Kami juga mencoba mengangkat pasir yang sekali angkut beratnya kurang lebih 30 kilogram hanya dengan kepala. Kalau tidak biasa dan terlatih, sepertinya akan merontokkan tulang leher. Sungguh berat ketika saya mencobanya. Itu baru sekali, bisa dibayangkan sampai ribuan bahkan puluhan ribu kali. Jujur, saya tidak sanggup.

Menyelami kehidupan petani garam dengan mempraktekkan langsung, menimba air laut, membawa dan meratakan pasir untuk tempat air laut (Dokumentasi Pribadi)
Menyelami kehidupan petani garam dengan mempraktekkan langsung, menimba air laut, membawa dan meratakan pasir untuk tempat air laut (Dokumentasi Pribadi)
Di akhir acara kunjungan, kami mencoba untuk memberikan bingkisan kecil-kecilan. Dengan harapan, bantuan tersebut bisa meringankan beban mereka. Sungguh, melihat mereka tersenyum manis merupakan sebuah kebahagiaan kami. Mereka bisa merayakan kemerdekaan bangsa dengan senyum indah di bibirnya.

Berbagi bingkisan di akhir kunjungan perayaan Hari kemerdekaan 17 Agustus 2017 (Dokumentasi Pribadi)
Berbagi bingkisan di akhir kunjungan perayaan Hari kemerdekaan 17 Agustus 2017 (Dokumentasi Pribadi)
Saya hanyalah warga biasa yang hanya mampu memberikan kontribusi kepada sesama anak bangsa. Karena, saya juga ingin mereka bisa merasakan kemerdekan seperti saya merayakannya dengan makan kerupuk, balap karung, panjat pinang, pukul bantal dan lain-lain. Tidakkah anda tahu bahwa saat mereka kami libatkan dalam berbagai lomba yang membuat kami tertawa, mereka sungguh menikmati. Senyum yang tidak pernah saya lihat ketika saya mengunjungi kawasan petani garam tidak jauh dari tempat tersebut 1 bulan yang lalu. Mengapa? Karena ketika saya bertanya tentang hidup mereka, seketika raut wajahnya mengkerut menahan beban hidup yang tak kunjung baik.   

Makanya, ketika saya pamit pulang ada kesan mendalam  dari sosok mereka. Mereka begitu tegar menjalani profesi mereka meski materi belum sebanding dengan beban mereka dalam meracik air laut dalam sajian makanan dan sayuran yang mengundang selera di atas meja.  Dalam hati saya berkata, "Pak, bu, merdeka ini juga milik kalian. Terima kasih telah menerima saya dan teman-teman untuk berbagi kisah. Kalian telah menginspirasi saya dan teman-teman bahwa tindakan kami hanya seujung jari yang telah saya dan teman-teman lakukan. Semoga saat ini benar-benar merdeka untuk kalian".

Salam merdeka!!

Acara pamitan setelah memberikan kegembiraan petani garam di hari kemerdekaan RI 17 Agustus 2017 (Dokumentasi pribadi)
Acara pamitan setelah memberikan kegembiraan petani garam di hari kemerdekaan RI 17 Agustus 2017 (Dokumentasi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun