Jaman semakin berubah, kini koneksi antar manusia yang melintasi benua terjadi dalam sentuhan jari (touchscreen) dan terasa tanpa batas (borderless) ketika mengakses dunia digital  (internet). Berkembangnya dunia internet membawa perubahan signifikan terhadap kondisi bangsa di dunia.  Di Indonesia, penggunaan jaringan  internet berkembang pesat. Pada tahun 2015 saja dengan jumlah penduduk kurang lebih 255,5 juta jiwa menunjukan bahwa pengguna aktif internet sebanyak 88,1 juta jiwa. Sedangkan, sebanyak 79,0 jiwa aktif di sosial media (sosmed). Menarik, koneksi internet yang ada justru menunjukan jumlah melebihi jumlah penduduk yaitu sebanyak 318,5 juta koneksi perangkat mobile. Jadi, setiap penduduk Indonesia rerata mempunyai 1-2 perangkat gadget. Dan, sebanyak 67 juta jiwa penduduk Indonesia mendapatkan predikat aktif dalam menggunakan sosial media. Â
Melonjaknya pengguna sosial media menunjukkan bahwa manusia dan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi bagai teman sejati.  Gejala tersebut sebagai Sociomateriality. Menurut Wanda J. Orlikowski  (2012) yang dipaparkan oleh  Henry Subiakto (Staf Ahli Menkominfo RI dan Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga) pada sebuah diskusi publik tentang Bijak Bermedia Sosial di Yogyakarta 27 Mei 2016 menyatakan bahwa Sociomateriality merupakan manusia  dan teknologi komunikasi itu sudah menyatu, saling berinteraksi. Manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan termasuk ICT, terjadi mind change (Susan Grenfields, 2015). Ada generasi digital native, dan generasi digital immigrant, mereka sering berbeda dalam cara berpikir dan budayanya.
Cyber Crime
Sayang, sosial media justru memberi peluang timbulnya kejahatan dunia maya. Â Apalagi, pemahaman tentang Literasi Media terhadap masyarakat khususnya pengguna sosial media masih rendah. Sebagai informasi bahwa Literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkonsumsikan isi pesan media. Hal ini perlu dipahami agar tidak terjebak atau menjadi pelaku kejahatan dunia maya. Banyak tindak kejahatan yang ada di sosial media, di antaranya:
- Cyber Gambling (Perjudian);
- Cyber Terrorism (Terorisme);
- Cyber Fraud (Penipuan online);
- Cyber Sex (Pornografi);
- Cyber Narcotism (Narkotika);
- Cyber Blackmail (Pemerasan);
- Cyber Threatening (Pengancaman;
- Cyber Aspersion (Pencemaran nama baik melalui internet), dan lain-lain. Â
Perlunya pemahaman pengguna sosial media tentang cyber crime bisa mencegah perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).  Ada beberapa pasal UU ITE bisa menjerat siapapun yang melakukan kejahatan, di antaranya: Â
- Pasal 27 (illegal content); sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau  membuat  dapat diaksesnya IE dan atau DE yang memiliki muatan:
      a. melanggar kesusilaan;
      b. perjudian;
      c. penghinaan dan/atau pencemaran nama baik;
      d. pemerasan dan/atau pengancaman
   2. Pasal 28 (illegal content) menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan  kerugian.
   3. menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian/permusuhan berdasarkan SARA.  Ancaman Pidana: Penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal 1 M  (Pasal 45 ayat (1) dan (2))
   4. Pasal 29 (illegal content) dengan sengaja dan tanpa hak mengirinkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau  menakut-nakuti secara pribadi.  Ancaman: pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal 2 M  (Pasal 45 ayat  (3))
Â
Status atau konten yang telah diunggah dalam sosial media bisa berdampak negatif kepada penggunanya. Oleh sebab itu, peribahasa "Jarimu Harimaumu" berlaku bagi semua pengguna sosial media. Apalagi, status berbau SARA, provokatif atau HOAX akan menimbulkan keresahan masyarakat. Dan, dampak negative dari sosial media begitu nyata terjadi di  Indonesia.
Masih ingatkah anda dengan Kasus Florence Sihombing yang menyita perhatian publik khususnya Yogyakarta. Kasus tersebut bermula ketika Florence Sihombing mengunggah status di Path yang berisi makian atau ungkapan marahnya dan menjelek-jelekkan warga Yogyakarta pada Agustus tahun 2014 lalu. Banyak tanggapan dari pengguna status sosial media tersebut. Bahkan, capture screen postingan Florence Sihombing juga disebarkan melalui Twitter dan broadcast BlackBerry Messenger.
Revolusi Mental untuk Ketahanan Keluarga
Dua contoh kejadian  nyata yang timbul karena status di sosial media di atas secara tidak langsung telah memberikan dampak buruk terhadap keluarga. Setidaknya, nama baik keluarga dipertaruhkan yang menimbulkan terkucilnya keluarga pelaku di mata masyarakat. Akhirnya, hubungan keluarga pelaku dengan masyarakat sekitar juga renggang. Bukan hanya itu, berakhirnya pelaku ke jeruji penjara juga menghambat kelanjutan pendidikan. Padahal, pendidikan yang baik di masa depan merupakan idaman keluarga. Â
Belajar banyak dari kasus kurang bijak penggunaan sosial media, maka perlu adanya gerakan Revolusi Mental dalam Sosial Media. Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pun melakukan Gerakan Nasional Revolusi Mental sesuai dengan Intruksi Presiden (Inpres) No. 12 Tahun 2015). Perlu diketahui bahwa Revolusi Mental adalah gerakan nasional untuk mengubah cara pandang, pola pikir, sikap-sikap, nilai-nilai dan perilaku Bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkepribadian. Revolusi Mental sering disebut Gerakan Hidup Baru Bangsa Indonesia. Dan, Revolusi Mental bertumpu pada 3 nilai-nilai dasar yaitu: 1. Integritas, 2. Etos kerja dan 3. Gotong royong.
Mengapa bangsa Indonesia perlu Revolusi Mental? Salah satu alasan Bangsa Indonesia membutuhkan Revolusi Mental adalah bangsa Indonesia sudah terlalu lama praktek-praktek dalam berbangsa dan bernegara dilakukuan dengan cara-cara tidak jujur, tidak memegang etika dan moral, tidak bertanggung jawab, tidak dapat diandalkan dan tidak dipercaya. Dengan kata lain, kita kehilangan nilai-nilai integritas. Dalam pemakaian media digital khususnya sosial media pun demikian. Perlu adanya literasi media yang memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang dampak positif dan negatif tentang penggunaan media sosial. Semua elemen masyarakat dan stakeholders juga harus peduli tentang pemanfaatan media digital.
Kita menyadari bahwa Ketahanan Keluarga bisa diakibatkan dari tindak kejahatan yang ditimbulkan dari pelanggaran dunia maya. Oleh sebab itu, sebagai tindakan "preventif", maka Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah kejahatan dunia maya (Cyber Crime). Peraturan perundang-undangan yang ada, seperti: Â
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
- UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
- UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
- UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;
- UU No. 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang;
- UU No. 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme; dan
- UU Â No. 11 Tahun 2011 tentang ITE.
Ketahanan keluarga merupakan salah satu modal besar untuk membangun  bangsa karena generasi bangsa yang berkualitas lahir di dalamnya. Menjaga ketahanan keluarga merupakan tugas bersama. Di era digital yang berkembang pesat, pemahaman tentang Literasi Media dalam wadah Revolusi Mental kepada generasi bangsa khususnya pengguna sosial media merupakan sebuah keniscayaan. Ketika peribahasa "Jarimu Harimaumu" sangatlah ampuh berdampak kepada ketahanan keluarga, maka bijak dalam menggunakan sosial media adalah cara terbaik untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat. Di mana, dampak positif tersebut mampu membangkitkan integritas, etos kerja dan gotong royong. Oleh sebab itu, bijak dalam sosial media merupakan implementasi kerja nyata dari Revolusi Mental.  Dirgahayu RI ke-72, Kerja Sama Membangun Bangsa.
Referensi:
Buku "Panduan Umum Gerakan Nasional Revolusi Mental" oleh Kementian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) tahun 2017.
Paparan "Bermedia Sosial Secara Cerdas, Kreatif dan Produktif" oleh: Prof. Dr. Henry Subiakto (Staf Ahli Menkominfo RI dan Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga).
Paparan "Kebijakan Penanggulangan  Kejahatan di Dunia Cyber" oleh Ismail Cawidu (Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang disampaikan dalam acara Sosialisasi Bijak Bermedia Sosialdi Yogyakarta, 27 Mei 2016.
Share di akun Sosial Media (Sosmed)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H