Kasus tertangkapnya ketua SKK Migas Rudi Rubiandini oleh lembaga antirasuah KPK tahun 2014 lalu telah membuka mata kita bahwa betapa dahsyatnya aliran dana yang berputar di sekitar industri migas negeri ini. Banyak pertanyaan yang muncul dari berbagai kalangan masyarakat, sejauh mana kontribusi industri migas terhadap kemakmuran rakyat jika uang yang dihasilkan negara dipermainkan untuk hal-hal yang disalahgunakan?
Berbicara tentang migas, maka kita akan merujuk pada UU No. 22 Tahun 2001. Banyak tujuan diselenggarakannya industri hulu migas. Di antaranya pada Pasal 3 UU tersebut yang menyatakan, “Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan: a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan … ”. Oleh sebab itu, industri hulu migas merupakan salah satu dari tindakan eksploitasi sumber daya alam. Tetapi, eksploitasi tersebut hendaknya dilaksanakan secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas migas milik negara yang strategis melalui mekanisme yang terbuka dan transparan.
Kondisi migas
Migas merupakan energi tak terbarukan (unrenewable energy) yang pada suatu saat nanti akan habis. Sementara konsumsi energi tak terbarukan semakin lama semakin besar. Dan, sumber cadangan migas di Indonesia semakin lama semakin berkurang. Oleh sebab itu, perlu adanya tindakan yang serius dari Pemerintah dan stakeholders yang berkompeten untuk memikirkan kondisi tersebut. Seperti, menciptakan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Di sisi lain, masyarakatjuga mengharapkan agar industri hulu migas mampu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Perlu diketahui bahwa produksi minyak Indonesia masih kalah jauh dengan negara lain di dunia. Cadangan minyak Indonesia per akhir tahun 2013 sebesar 3,46 miliar barel. Sedangkan, menurut statistik energi dunia yang dipublikasikan oleh perusahaan minyak dunia BP menyatakan bahwa cadangan minyak kita adalah sekitar 3,7 miliar barel. Cadangan tersebut masih jauh di bawah Venezuela dengan cadangan 298,3 miliar barel dan Arab Saudi dengan cadangan 265,9 miliar barel.
Jika kita melihat produksi harian, maka Indonesia memproduksi sekitar 800,000 barel per hari. Sedangkan, dua negara pemilik cadangan minyak terbesar di dunia yaitu Venezuelamemproduksi 2,73 juta barel per hari, dan Arab Saudi memproduksi sekitar 11,53 juta barel per hari. Yang menyedihkan adalah sejak tahun 2011 konsumsi migas kita terus merangkak naik sekitar 8 persen/tahun. Sedangkan, produksi migas kita telah mengalami penurunansebesar 15-20 persen/tahun.
Kondisi yang perlu diwaspadai juga adalah konsumsi migas masyarakat yang semakin meningkat. Sebagai contoh, konsumsi gas domestik mulai naiktajam pada tahun 2005 yang mencapai 1.513 billion British thermal unit per day (BBTUD) dan terus meningkat mencapai 3,774 BBTUD di tahun 2013. Jangan kaget jika mulai tahun 2013, porsi pasokan gas untuk domestik sudah lebih besar dari ekspor. Realisasi pemanfaatan dalam negeri pada tahun tersebut mencapai sekitar 52 persen dari total pemanfaatan gas bumi.
Bagaimana sih proses Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) berjalan di negeri ini? Industri hulu migas di Indonesia dijalankan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC). Negara melalui SKK Migas melakukan kerja sama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS), seperti: PT Pertamina EP, PT Chevron Pacific Indonesia, dan lain-lain. Dengan demikian, pemilik proyek hulu migas adalah Negara Indonesia. Industri hulu migas merupakan industri yang menarik bagi siapa saja. Bagai gula pastilah banyak semut yang mengerubunginya.
Sampai saat ini, industri migas tetap menjadi primadona negeri ini. Bisnis hulu migas memiliki empat (4) karakter utama, yaitu: 1) pendapatan baru diterima bertahun-tahun setelah pengeluaran direalisasikan; 2) bisnis hulu migas memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta melibatkan teknologi canggih; 3) bisnis hulu migas memerlukan investasi yang sangat besar; dan 4) industri migas menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Selanjutnya, kegiatan industri hulu migas berjalan pada tingkat hulu (upstream) dan tingkat hilir (down stream) yang digambarkan pada gambar berikut:
Pada tingkat hulu (upstream), kegiatan industri hulu migas terdiri atas dua (2) kegiatan utama, yaitu: 1) eksplorasi dan 2) pengembangan (produksi). Kegiatan eksplorasi adalah tahap awal dari seluruh rangkaian kegiatan hulu migas yang meliputi studi geologi, studi geofisika, survei seismik, dan pengeboran eksplorasi untuk menemukan cadangan baru, baik di wilayah kerja yang sudah berproduksi maupun di wilayah kerja yang belum diproduksikan. Sedangkan kegiatan pengembangan (produksi) mencakup pengeboran sumur pengembangan atau sumur produksi, dan pembangunan fasilitas produksi. Pada proses produksi, migas dialirkan ke sumur lalu naik ke permukaan melalui pipa salur. Selanjutnya, migas dialirkan ke separator yang akan memisahkan liquid (minyak dan kondensat) dengan gas. Liquid dialirkan menuju tangkipengumpul, sedangkan gas dialirkan kepada konsumen.
Pengendalian dan Pengawasan
Kita menyadari bahwa proses industri hulu migas harus tetap berjalan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah juga perlu dana untuk maintain agar industri hulu migas tetap berlangsung. Hal yang paling urgent adalah perlu adanya cost recovery dalam industri migas. Mengapa? Cost recovery merupakan faktor yang sangat penting pada industri hulu migas. Jika, kita menurunkan cost recovery secara signifikan dengan menunda pengembangan lapangan, mengurangi pemeliharaan, membatalkan rencana eksplorasi, dan lain-lain akan memberikan dampak yang luar biasa. Dalam jangka pendek cost recovery memang akan turun, tetapi dalam jangka panjang produksi dan cadangan migas akan terus anjlok (merosot).
Dengan merosotnya produksi akan berdampak berkurangnya pennerimaan negara. Agar industri migas mampu memberikan manfaat yang maksimal, maka semua komponen negara wajib memperkuat pengendalian dan pengawasan supaya program dan anggaran yang dikeluarkan oleh kontraktor sudah sesuai dengan kaidah keteknikan, efektif, dan efisien. Tugas pengendalian dan pengawasan merupakan tanggung jawab SKK Migas yang terbagi dalam tiga (3) tahapan, yaitu: 1) saat awal akan terjadinya biaya (pre audit); 2) saat eksekusi biaya dan pelaksanaan pekerjaan (current audit); dan 3) setelah biaya terjadi dan pekerjaan selesai dilakukan (post audit).
Pre audit dilakukan melalui pengawasan terhadap perencanaan yang dilakukan Kontraktor KKS. Current audit dilakukan melalui pengawasan atas mekanisme pengadaan dengan menerapkan pedoman tata kerja yang menjadi acuan bagi Kontraktor KKS dalam pengadaan barang & jasa dan pelaksanaan proyek. Sedangkan, Post audit dilaksanakan dengan menggunakan prosedur auditing yang secara umum digunakan. Kontraktor KKS secara internal melakukan audit atas laporan keuangan mereka. Sedangkan audit terhadap Kontraktor KKS yang berkaitan dengan kepentingan pemerintah dilakukan oleh SKK Migas, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Direktorat Jenderal Pajak.
Bagaimana kita bisa mengukur seberapa besar kinerja industri hulu migas terhadap penerimaan negara? Hal yang penting adalah Lifting minyak dan gas bumi (migas) menjadi tolak ukur utama kinerja industri hulu migas karena langsung mempengaruhi penerimaan negara. Sebagai informasi, lifting migas adalah produksi migas yang siap jual. Besaran lifting ini bisa berbeda dengan besaran produksi karena tidak semua produksi migas yang baru keluar dari dalam bumi bisa langsung dijual. Karena ada produksi migas yang masih harus diproses atau diangkut sebelum menjadi lifting. Lifting juga kerap dipakai untuk menggambarkan proses penyerahan migas dari produsen kepada pembeli.
SKK Migas bertanggung jawab dalam mengawasi proses lifting migas secara teknis. Saat ini, SKK Migas mengawasi lifting pada 237 titik penyerahan migas. Titik penyerahan adalah lokasi tempat kontraktor migas wajib menyerahkan bagian negara kepada pemerintah dan berhak mendapatkan bagiannya atas hasil produksi. Lokasi yang sama merupakan titik penyerahan produksi migas kepada pembeli. Jika melakukan ekspor, petugas bea dan cukai ikut melakukan pengawasan. Untuk lifting melalui kapal tanker, pengawasan dilakukan pada setiap pengapalan di terminal. Sedangkan pengawasan lifting melalui pipa dilakukan pada setiap akhir bulan pukul 24:00 di titik penyerahan.
Keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat dalam industri hulu migas sangatlah perlu. Industri hulu migas sangat identik dengan pekerja asing. Apalagi, banyak perusahaan asing yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) pada proyek hulu migas. Semua program kerja Kontraktor KKS harus mendapat persetujuan dari pemerintah yang diwakili oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) seperti: rencana penggunaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) maupun Tenaga Kerja Asing (TKA) yang harus mendapatkan persetujuan SKK Migas. Dilanjutkan dengan rekomendasi kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Tenaga Kerja yangmengutamakan prinsip-prinsip efektivitas dan efisiensi dan mengutamakan TKI.
SKK Migas membuat aturan ketat terkait dengan pengunaan TKA oleh Kontraktor KKS yang dibatasi hanya pada disiplin yang ketersediaan TKI masih terbatas. Apalagi, sejak 2008 penggunaan TKI dapat dipertahankan pada kisaran 96% dari total tenaga kerja permanen. Ditambah lagi, SKK Migas mendorong Kontraktor KKS meningkatkan kompetensi TKI melalui program penugasan internasional seperti program Technical Development Exchange (TDE).
SKK Migas juga menerapkan kebijakan yang mewajibkan kontraktor migas untuk mengutamakan perusahaan nasional sebagai pemasok barang dan jasa dalam kegiatan industrinya. Kebijakan tersebut tertuang dalam Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai Suplai yang dikeluarkan oleh SKK Migas yang mewajibkan Kontraktor KKS untuk menggunakan, memaksimalkan, atau memberdayakan barang produksi dalam negeri yang memenuhi jumlah, kualitas, waktu penyerahan, dan harga, dengan mengacu pada buku Apresiasi Produk Dalam Negeri (APDN) yang dikeluarkan Kementerian ESDM. Kontraktor KKS tidak diperbolehkan impor dan pengerjaan pada kontrak jasa dilakukan di dalam wilayah Indonesia. Sebagai bukti, total komitmen pengadaan barang dan jasa dalam periode Januari-Juli 2014 sebesar US$13,3 miliar, persentase tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) mencapai 51 persen.
Dana Bagi Hasil Migas
Bagi hasil migas dalam lingkup pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil Hulu Migas (Production Sharing Contract) yaitu pembagian lifting migas (produksi migas yang terjual) antara pemerintah dan Kontraktor KKS sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. Tugas SKK Migas dan Kontraktor KKS berkonsentrasi pada upaya mengoptimalkan lifting pada masing-masing wilayah kerja dan selesai setelah lifting migas berhasil dikomersialisasikan dan uang yang dihasilkan dari penjualan migas disalurkan ke rekening pemerintah melalui rekening Menteri Keuangan. Jadi tidak ada hasil penjualan migas yang mampir ke rekening SKK Migas. Sedangkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertugas membagi lifting migas per provinsi dan per kabupaten/kota dengan menggunakan laporan lifting per Kontraktor KKS yang dilaporkan SKK Migas sebagai bahan pembanding dan alat kontrol ketika melakukan evaluasi lifting per daerah penghasil. Setelah melewati proses review dan evaluasi, Kementerian ESDM akan mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM tentang alokasi lifting per daerah penghasil migas.
Dasar pemerintah dalam membagi persentase dana bagi hasil migas adalah Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Regulasi tersebut mengatur bahwa penerimaan minyak bumi, setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lain, dibagi dengan perimbangan sebagai berikut: 84,5 persen untuk pemerintah pusat dan 15,5 persen untuk daerah (0,5 persen untuk anggaran pendidikan dasar pada daerah bersangkutan dan sisanya (15 persen) dengan rincian: 3 persen untuk provinsi; 6 persen untuk kabupaten/kota penghasil; dan 6 persen untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan). Khusus untuk penerimaan gas bumi, pembagiannya adalah 69,5 persen untuk pemerintah pusat dan 30,5 persen untuk daerah (0,5 persen anggaran pendidikan dasar pada daerah bersangkutan dan sisanya (30 persen) dengan rincian 6 persen untuk provinsi; 12 persen untuk kabupaten/kota penghasil; dan 12 persen untuk kabupaten/kota lain).
Penerimaan negara dari dana bagi hasil industri hulu migas selalu dinanti masyarakat di daerah penghasil. Sebab, dana segar ini sangat berarti untuk mendanai pembangunan daerah. Alasannya adalah Pertama, beberapa daerah menuntut dana bagi hasil pada saat perusahaan migas yang menjadiKontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) masih melakukan eksplorasi. Pada fase eksplorasi, Kontraktor KKS masih sedang melakukan pencarian minyak. Mereka belum mendapatkan hasil, tapi justru masih mengeluarkan banyak dana untuk berbagai kegiatan, termasuk survei seismik dan pengeboran eksplorasi, Kedua, beberapa daerah mengeluh karena belum menerima bagi hasil, padahal Kontraktor KKSsudah mulai berproduksi. Memang penjualan migas sudah dimulai sejak awal produksi. Namun, pada tahap awal ini, penerimaan migas umumnya masih lebih kecil dari faktor pengurang. seperti: pengembalian biaya operasional mulai fase eksplorasi hingga produksi awal, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB) migas, dan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).
Tetapi, pada perjalanannya dana bagi hasil yang diterima bisa mengalami penurunan/berkurang. Banyak faktor yang menyebabkan penerimaan dana bagi hasil menjadi berkurang dikarenakan penerimaan menurun, seperti: penurunan harga minyak bumi, penurunan lifting (produksi migas yang terjual) karena kendala operasi atau lapangan sudah tua, kenaikan faktor pengurang (PBB migas dan PPN yang meningkat), dan kelebihan penyaluran Dana Bagi Hasil pada triwulan sebelumnya sehingga penyaluran pada triwulan berikutnya dikurangi. Alasan lain, kenaikan harga minyak bumi yang tidak selalu diikuti dengan kenaikan Dana Bagi Hasil yang diterima Pemerintah Daerah. Kenaikan harga minyak akan meningkatkan penerimaan kotor (gross revenue) pemerintah dari penjualan migas. Tetapi, penerimaan negara bersih (net revenue), yaitu penerimaan yang benar-benar menjadi hak negara adalah penerimaan kotor setelah dikurangi kewajiban-kewajiban kontraktual.
Rakyat memang bisa menikmati langsung hasil dari migas. Di antaranya, konsumsi migas yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Tetapi, di sisi lain kita harus memahami bahwa sejak tahun 2012 besarnya subsidi energi migas lebih besar dari padapenerimaan negara dari sektor migas itu sendiri. Dengan, kata lain besar pasak dari pada tiang. Akibatnya, neraca APBN negeri ini tergerus oleh subsidi energi. Akibatnya, dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk sektor lain yang mampu meningkatkan kemakmuran rakyat menjadi berkurang, seperti: berkurangnya dana untuk peningkatan infrastruktur, cadangan pangan dalam negeri dan lain-lain.
Corporate Social Responsibility (CSR)
Tindakan apa yang harus dilakukan oleh Kontraktor KKS agar masyarakat Indonesia mampu menikmati hasil dari industri hulu migas? Kontraktor KKS perlu mengimplementasikan tanggung jawab sosial perusahaan/Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat. Hal tersebut perlu dilakukan agar tujuan perusahaan bukan hanya berorientasi pada profit/keuntungan, tetapi juga perlu pada kegiatan sosial (social oriented). Seperti yang dilakukan oleh Husky-CNOOC Madura Limited (HCML) bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat-Institut Teknologi Sepuluh Nopember (LPPM-ITS) sebagai pelaksana kegiatan melaksanakan Program Tanggung Jawab Sosial (TJS) atau Program Pendukung Operasi (PPO) HCML yang didedikasikan untuk masyarakat di Pulau Mandangin (Kabupaten Sampang), serta masyarakat Pulau Sapudi dan Pulau Raas (Kabupaten Sumenep) berupa pelatihan perawatan dan perbaikan mesin kapal nelayan, pelatihan pengolahan hasil tangkap nelayan, dan pelatihan perawatan, pemeliharaan dan perbaikan kapal kayu rakyat.
Bukan hanya itu, PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) juga melaksanakan program penyediaan fasilitas air bersih berupa sumur bor, tandon penampungan air serta pipa untuk titik-titik penyaluran airpasar dan masjid di Desa Banyusangka, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan yang diresmikan pada 13 November 2014 lalu oleh PLT Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko. Fasilitas air bersih ini diharapkan mampu meringankan beban 1.367 kepala keluarga (KK) yang selama ini kesulitan mendapatkan air bersih akibat perubahan rasa air sumur warga.
Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat juga dilakukan dalam bidang pendidikan. Menyadari pentingnya pendidikan sebagai salah satu faktor pendukung kemajuan bangsa, INPEX sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) migas yang beroperasi di Kepulauan Tanimbar, Maluku bersama dengan SKK Migas sudah aktif menjalankan program-program investasi sosial di bidang pendidikan sejak tahun 2010, seperti mendirikan Saumlaki English Club, program Baca-Tulis-Hitung (Calistung), menyumbang buku untuk perpustakaan dan mendirikan Lab Komputer di Saumlaki serta INPEX Scholarship Program (program beasiswa).
Menurut UUD 1945, energi migas merupakan kekayaan negara yang perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian, dalam industri hulu migas perlu adanya perubahan paradigma. Yang awalnya hanya hanya menciptakan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalamnya dan menjadikan migas sebagai sumber energi dan bahan baku. Sekarang ini, industri hulu migas harus menciptakan multiplier effect, yaitu: meningkatkan kemakmuran rakyat (people prosperity), mengurangi tingkat kemiskinan (pro poor), menciptakan lapangan kerja (pro job), dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth).
“Peran sektor hulu migas saat ini telah mulai bergeser dari sumber utama devisa menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Ini ditandai dengan semakin banyaknya keterlibatan perusahaan nasional dalam bisnis hulu migas”.
Melihat perubahan paradigma dalam industri hulu migas dalam menggerakan ekonomi rakyat, maka sudah saatnya industri migas mampu dinikmati sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Alias, industri migas harus memberikan efek multi yang luar biasa dalam usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Perlu ditekankan bahwa industri hulu migas diproduksi di negeri kita. Jadi, sudah sepantasnya masyarakat kita bisa menikmati hasil dari migas tersebut, bukan orang asing atau pemodal besar. Bukan para cukong atau koruptor yang menggerogoti aliran dana dari hasil industri hulu migas. Kita berharap semoga industri migas yang ada di bumi pertiwi mempunyai tujuan yang mulia dan berpihak sepenuhnya buat rakyat Indonesia.
Referensi:
http://skkmigas.mic.ads2.kompas.com/
Rimbono, Rudianto. 2015. Industri Hulu Migas. Jakarta: Materi Presentasi SKK Migas.
www.geoenergi.com