Salah satu budaya Jawa yang hingga saat ini masih lestari meskipun penggunaannya tidak terlalu luas adalah huruf atau aksara Jawa. Jika kamu berjalan-jalan di kota Surakarta atau Yogjakarta, aksara Jawa digunakan untuk penulisan nama jalan dan gedung-gedung pemerintahan. Cara menulis aksara Jawa juga masih diajarkan di SD dan SMP di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai muatan lokal pada kurikulum sekolah.
Tak sekedar sebagai kumpulan huruf, ternyata urutan aksara jawa menyimpan cerita legenda tragis bertuah  tentang dua orang utusan raja bijak yang menciptakan aksara tersebut.
Aksara Jawa terdiri atas 20 huruf dan biasanya ditulis dalam empat baris, masing-masing baris ada 5 huruf. Huruf-huruf tersebut merupakan huruf dasar, yang kalau ditransliterasikan ke dalam huruf latin menjadi sebuah suku kata yang terdiri dari dua atau tiga huruf latin. Misalnya, huruf pertama aksara jawa jika ditulis bacaannya dengan huruf latin adalah ha, sedangkan huruf terakhir (huruf ke-20) dibaca nga.
Menurut mitologi Jawa, asal-usul aksara Jawa adalah baris-baris "puisi" yang dibuat oleh raja Aji Saka untuk mengenang sebuah peristiwa menyedihkan yang dialami dua orang abdinya. Raja Aji Saka adalah raja bijaksana di kerajaan Medang Kamulan di pulau Jawa. Ia pendatang yang menjadi raja setelah mengalahkan penguasa sebelumnya, seorang raja zalim bahkan kanibal bernama Dewatacengkar.
Seperti apa cerita tragis berhikmah yang tersirat di balik barisan huruf dasar aksara Jawa tersebut?
Berawal dari Adanya Dua Orang Utusan
Transliterasi barisan pertama aksara Jawa adalah ha-na-ca-ra-ka. Barisan ini jika dirangkai akan menjadi kalimat dengan dua kata, yaitu "hana caraka". Kata hana masih digunakan dalam bahasa Jawa sehari-hari yaitu ana yang berarti ada.Â
Sedangkan kata caraka saat ini sudah hampir tidak pernah digunakan dalam bahasa Jawa keseharian. Namun demikian, kata caraka terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang berarti utusan atau duta. Dengan demikian, "hana caraka" bisa diartikan "ada utusan" atau bahasa Jawa ngoko diartikan "ana kongkonan".
Dalam cerita legenda Jawa, dikisahkan Ajisaka melakukan perjalanan ke tanah Jawa bersama dua orang abdi yang setia bernama Dora dan Sembada. Sebelum memasuki pulau Jawa, mereka singgah di pulau Majeti.Â