Mohon tunggu...
Carwoto Saan
Carwoto Saan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis untuk berbagi dan mengikat ilmu

Saya pernah menulis, sedang menulis, dan Insya Allah akan menulis lagi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Hindari! 5 Kesalahan Memberi Akses Anak terhadap Gawai

15 November 2023   17:12 Diperbarui: 17 November 2023   01:33 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi Anak sedang mengakses gawai (Sumber: https://unsplash.com/)

Selain memiliki manfaat, pemberian akses penggunaan gawai (gadget) pada anak-anak juga bisa berdampak negatif. Gawai dapat menjadikan ketagihan atau kecanduan menggunakan aplikasi atau mengakses situs tertentu.

Anak-anak pengguna internet dan media sosial berisiko terpengaruh konten negatif, mengalami cyber bullying, menjadi korban predator online, atau dampak buruk lain.

Masalahnya, tidak gampang menyembuhkan anak yang telah mengalami ketagihan terhadap gawai.

Nah, sebelum terlanjur si anak ketagihan, orangtua harus berhati-hati dalam mengenalkan internet dan gawai pada si kecil. Karena penyebab masalahnya dominan berasal dari orangtua sendiri.

Apa saja yang harus dihindari orangtua dalam memberikan akses anak terhadap gawai? Berikut lima diantaranya, yang sering kali merupakan kesalahan umum terjadi alias salah kaprah.

1. Memberikan smartphone sebagai mainan pada anak balita

Bagi anak-anak, bermain merupakan kebutuhan, karena dunia anak adalah dunia bermain. Bermain juga merupakan aktivitas untuk mengembangkan kemampuan anak. Tapi memberikan mainan dalam bentuk HP (handphone/telepon genggam), khususnya smartphone, bagi anak-anak yang masih usia balita (bawah lima tahun), tidak boleh asal diberikan.

Anak balita setelah diberi mainan HP sangat bisa jadi ketagihan.  Menjadi kesulitan tersendiri bagi orangtua untuk melepas ketagihan yang dialami si anak.

Jika anak sudah merengek-rengek minta dipinjami HP untuk bermain, tidak jarang orangtua menjadi tidak berdaya. Karena itu, jangan asal memberikan mainan HP pada anak balita.

Rekomendasi American Academy of Pediatric (2016), untuk anak usia 0-1,5 tahun disarankan menghindari gawai, kecuali video call dengan keluarga terdekat.

Anak usia 1,5-2 tahun hanya boleh diberikan akses untuk program berkualitas tinggi dan edukatif serta disertai pendampingan. Anak usia 2-5 tahun hanya 1 jam per hari dengan pendampingan orangtua.

2. Membuatkan akun e-mail untuk anak yang belum cukup umur dengan akun email biasa

Salah satu syarat pembuatan akun email, antara lain sudah berumur tertentu. Akun Gmail,  misalnya, usia pada saat mendaftar minimal 13 tahun. Untuk anak yang berusia kurang dari 13 tahun, Google menyediakan fitur pembuatan email melalui fitur Family link. Dengan fitur ini,  orangtua yang membuatkan akun untuk anaknya dapat melakukan pengaturan akses ke Search, Chrome, dan Gmail untuk mengawasinya.

Namun demikian, seringkali orangtua tidak memanfaatkan fitur ini. Yang terjadi mungkin malah pelanggaran  dengan memalsu tanggal lahir saat mendaftarkan akun email, supaya bisa lolos.

Pelanggaran ini sebetulnya berdampak fatal. Mengapa? Karena akan memicu terjadinya pelanggaran-pelanggaran berikutnya. Sebab, akun email biasanya menjadi syarat untuk pendaftaran pengguna aplikasi-aplikasi lainnya.

3. Mendaftarkan medsos anak berumur kurang dari 13 tahun

Serupa dengan email, media sosial juga mensyaratkan umur tertentu bagi penggunanya. Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, Twitter, dan Snapchat membatasi usia penguna, minimal 13 tahun. Pengguna LinkeIn minimal berusia 14 tahun. Flickr, Skype, Tinder, dan Path minimal berusia 18 tahun. 

Mengapa ada syarat minimal usia pengguna media sosial? Jawabnya jelas, anak-anak yang berusia di bawah batasan usia tersebut belum memilki pola pikir matang. Kemungkinan besar ia belum bisa menangkal dampak negatif dari fitur yang tersedia di masing-masing medsos. Seringkali anak juga lebih asyik bermedia sosial online dibanding bersosialisasi langsung atau bermain yang merupakan aktivitas fisik.

Pernah menjumpai anak usia sekolah dasar (SD) yang sudah menggunakan medsos? Usia SD umumnya masih kurang dari 13 tahun. Kok bisa terdaftar? Kemungkinan besar telah terjadi pemalsuan umur saat mendaftarkan di media sosial.

4. Mengabaikan pengaturan "Parental Controls"

Sebetulnya pada gadget sudah dilengkapi fitur parental control, yang merupakan fasilitas bagi orangtua mengatur gawai miliknya supaya aman saat dipakai oleh anaknya.

Di Playstore, misalnya, terdapat fitur Parenting Control. Fitur ini memungkinkan orangtua untuk mengunci layar gawai secara otomatis saat waktunya tidur, memblokir aplikasi yang tidak boleh digunakan anak , menyetel batas pemakaian perangkat, menyetujui pembelian dan aplikasi baru yang ingin diunduh oleh anak, dan lain-lain.


Di Windows terdapat fitur Family Group yang  bisa digunakan oleh orangtua untuk memperoleh laporan aktivitas anak, mengatur batas waktu layar, mengecek lokasi anak, membatasi website dan game yang mereka akses, dan permintaan persetujuan untuk membeli di Microsoft Store.

Jika ortu meminjamkan ponsel atau tablet kepada orang lain, termasuk anak-anak, maka ortu dapat mengaktifkan kontrol orangtua untuk memblokir hasil download atau pembelian konten berdasarkan tingkat kedewasaan konten.

Ortu dapat memilih setelan kontrol orangtua yang berbeda untuk setiap jenis konten dan perangkat. Namun demikian, fitur ini sering diabaikan oleh orangtua. Tidak difungsikan.

5. Tidak memasang aplikasi filter konten Internet

Melengkapi fitur parental control yang merupakan bawaan sistem operasi gawai, telah tersedia juga aplikasi yang berfungsi untuk mencegah anak-anak mengakses konten Internet yang tidak sesuai untuk umurnya. Sebagian besar aplikasi tersebut bisa didapatkan secara gratis. Sebagai contoh ada aplikasi Kakatu, Qustodio, Zoodless, Norton Family.

Sayangnya, kadang orangtua yang tidak menginstal aplikasi tambahan tersebut di gawai yang digunakan untuk anaknya. Apakah karena tidak tahu? Mungkin iya. Tapi mungkin juga karena kurang aware terhadap risiko pemberian akses gawai kepada anak-anak.

Demikian 5 kekeliruan yang masih sering terjadi atau dilakukan oleh orangtua terkait pemberian akses terhadap gadget kepada anaknya.

Buat para orangtua, jangan lakukan hal-hal di atas, ya! Jika sudah terlanjur, segera bertindak untuk meminimalisir dampaknya. Jangan lupa berikan pendampingan saat si kecil menggunakan gawai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun