Jangan pernah kehilangan harapan dan kepercayaan pada manusia. Kata bijak ini menjadi begitu berarti bagi para penghuni daerah Tepi Barat Palestina yang dirundung kekerasan tanpa henti. Dalam sembilan bulan terakhir, lebih dari 240 orang terbunuh. Wajah kemanusiaan seolah hilang di sana. Sebagai ganti pertolongan, orang Israel yang terluka parah akibat serangan akan mendapat cemooh dan ejekan dari kaum Arab-Palestina. Sebaliknya, orang Arab-Palestina yang sekarat karena tindakan keamanan militer akan dibiarkan menemui ajal di bawah tatapan mata tak peduli para tentara dan pihak medis otoritas Israel. Kemanusiaan dikurung dalam agama dan suku: manusia adalah mereka yang sesuku dan seagama denganku.Â
Tetapi, sekali lagi, jangan pernah kehilangan harapan dan kepercayaan pada manusia. Pada tanggal 1 Juli, Jumat terakhir di bulan Ramadhan yang lalu, seorang dokter spesialis urology keturunan Arab-Palestina meruntuhkan sekat-sekat agama dan suku dengan tindak kemanusiaannya. Bersama saudara-saudaranya, dokter Ali Shroukh menolong sebuah keluarga Israel, keluarga Rabbi MIchael Mark. Sang Rabbi bersama istri dan dua orang anaknya sedang melintasi daerah Tepi Barat dengan mobil box mereka untuk mengunjungi ibu sang Rabbi di Yerusalem. Di tengah jalan, sekelompok teroris menghujani mobil box tersebut dengan peluru tajam. Akibatnya, sang Rabbi terbunuh, mobil box terguling, istri dan seorang putrinya terluka parah.Â
Saat itu, Shroukh bersaudara sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem untuk berdoa di mesjid Al Aqsa. Seorang pria Palestina menghentikan laju mobil mereka. "Ada seorang remaja putri terluka parah," seru orang tak dikenal itu. Tanpa banyak pikir, dokter Shroukh bergegas menolong sang remaja putri. Ia mengalami luka para di bagian perut. Di tengah kesakitannya, remaja putri ini bertanya dalam bahasa Ibrani tentang nasib ayah dan ibunya. Dokter Shroukh tidak mengerti bahasa Ibrani. Tetapi seorang saudaranya, Mahmoud, seorang pekerja lepas di daerah pendudukan Israel, bisa sedikit bahasa Ibrani. Dengan maksud menenangkan sang putri, Mahmoud menjawab,"Tenang. Saudara saya ini seorang dokter. Ia akan merawatmu. Ayah dan ibumu akan baik-baik saja." Dengan alat seadanya, dokter Shroukh merawat sang remaja putri dan sang ibu yang terluka parah.
Ketika bantuan medis Israel tiba, dokter Shroukh dan semua orang Palestina yang ada di TKP diminta untuk lari."Ini sebuah serangan teroris dan bukan kecelaan lalu-lintas biasa. Kalian semua orang Arab-Palestina. Kalian bisa ditangkap pasukan Israel atau dibunuh para penghuni pendudukan yang ingin membalas dendam. Lihat, baju kalian berlumuran darah dan kau, walaupun seorang dokter, kau tidak sedang mengenakan seragam medis," ujar seorang perawat. Tetapi, dokter Shroukh menjawab tegas,"Saya seorang dokter. Saya tidak akan pergi sampai saya mendapat kepastian bahwa ibu dan remaja putri ini mendapat perawatan yang tepat."
Dan memang, dokter Shroukh dan saudara-saudaranya hanya pergi setelah mereka mendapat kepastian bahwa para korban mendapat perawatan. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan ke Yerusalem dan berdoa.
Kisah ini tidak berhenti di Tepi Barat.Â
Saat pemakaman rabbi Michael Mark, beberapa orang Israel yang hadir menyerukan aksi balas dendam. Pada saat itulah, seorang putra dari almarhum sang Rabbi beranjak dan mengusir mereka yang menyulut kebencian di tengah duka."Bukan orang Arab-Paestina yang membunuh ayahku, tetapi kumpulan orang penyebar kebencian dan teror," tulisnya di laman Facebooknya. Lebih dari itu. Dalam harunya, seorang keponakan rabbi Mark berujar," Tolong sampaikan rasa terima kasih saya yang mendalam kepada dokter Shroukh karena ia telah menyelamatkan keluarga paman saya."
Dalam sebuah wawancara, dokter Ali Shroukh menegaskan, baginya, pertolongan wajib diberikan kepada setiap orang yang membutuhkannya, tidak peduli orang itu Arab, Palestina, Israel atau beragama Islam, Kristen atau Yahudi.Â
Kebencian datang dari kepicikan. Kepicikan adalah buah dari ketertutupan. Ketertutupan lahir dari ketakutan terhadap yang asing dan berbeda. Rasa takut terhadap yang asing muncul karena pikiran bahwa kebenaran ada di pihakku semata. Di luar sana, hanya ada kesalahan yang mengancam kebenaranku. Maka, kebencian dapat dikikis dengan memulai sebuah pikiran baru, sebuah konsep baru tentang kemanusiaan dan ketuhanan.Â
Dokter Shroukh mendekati kemanusiaan dari dua sudut pandang: sudut pandang kedokteran dan sudut pandang iman. Dari sudut pandang kedokteran, kehidupan adalah nilai tertinggi di atas ideologi apa pun. Karena itu, kehidupan wajib diselamatkan. Imannya mengukuhkan sudut pandang ini: kehidupan menjadi nilai tertinggi karena datang dari Allah. Allah yang memberi kehidupan dan hanya Dia yang dapat mengambilnya kembali.Â
Di Jumat sore, Jumat terakhir di bulan Ramadhan, dokter Shroukh dan saudara-saudaranya sudah menyenangkan hati Allah dengan merawat korban kekerasan di pinggiran jalan, di daerah Tepi Barat Palestina. Sebuah hadiah lebaran untuk kemanusiaan.
(Dikisahkan kembali dari sebuah artikel New York Times, edisi cetak Selasa 5 Juli 2016).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H