Mohon tunggu...
Carol Kwms
Carol Kwms Mohon Tunggu... lainnya -

Perempuan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Insiden Kampung Pulo, Janji Manis Jokowi/Ahok yang Tidak ditepati

23 Agustus 2015   08:42 Diperbarui: 23 Agustus 2015   08:56 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya mengamati insiden Kampung Pulo dari berbagai media. Kesimpulannya jelas bahwa ini akibat janji manis Jokowi/Ahok dulu yang tidak ditepati dan diperparah dengan sikap Ahok yang tidak konsisten membuat warga bingung dan resah. 

Pangkal masalahnya bisa ditelusuri dari dua Peraturan Gubernur berikut ini: 

1. Pergub no.193/2010 yang ditandatangani mantan Gubernur Fauzi Bowo. 

2. Pergub no.190/2014 yang ditandatangani Gubernur Basuki T Purnama. 

Kedua Pergub ini mengatur PEDOMAN PEMBERIAN SANTUNAN KEPADA PENGGARAP TANAH NEGARA. 

Pergub No.190/2014 merevisi Pergub no.193/2010. 

Dalam kedua Pergub diatur kompensasi uang bagi penggarap tanah negara, yaitu 25% dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). 

Jadi meski dianggap menduduki tanah negara, warga yang punya surat keterangan tinggal dan membayar pajak tetap berhak mendapat ganti rugi uang 25% NJOP. 

Janji-janji awal Jokowi/Ahok untuk warga Kampung Pulo adalah memberi uang ganti rugi. Konon kabarnya, bahkan pohon dan kandang ayam pun diganti. Pendekatan Jokowi/Ahok dulu adalah pendekatan manusiawi, yaitu berdiskusi hingga tercapai kesepakatan bersama. 

Anehnya, pendekatan Ahok sekarang memakai tangan besi yaitu tidak mau memberi uang ganti rugi sama sekali. Ahok juga tak peduli dengan permintaan perwakilan warga untuk membuat kesepakatan bersama. 

Kata Ahok dalam pertemuan 4 Agustus dengan perwakilan warga Kampung Pulo, kalau ia memberi uang ganti rugi, ia bisa dianggap korupsi. 

Padahal jelas dalam Pergub No.190/2014 Bab I Pasal 1 Nomor 7 tertulis: "Santunan adalah pemberian dalam bentuk uang." 

Sedangkan dalam Pergub versi Fauzi Bowo (No.193/2010 Bab I Pasal 1 Nomor 7), berbunyi: "Santunan adalah pemberian dalam bentuk uang dan/atau bentuk lain kepada penggarap." 

Jadi kalau Ahok bersikeras hanya memberi ganti rugi dalam bentuk Rusunawa, bukan uang, artinya ia malah melaksanakan Pergub versi Fauzi Bowo dan melanggar Pergub yang ditandatanganinya sendiri. 

Yang lebih membingungkan, menurut beberapa pejabat, ada klausul dalam Pergub no.190/2014 yang menghambat pemberian uang ganti rugi tersebut. 

“Di Pergub 190 ada pasal klausul yang mengatakan apabila lahan yang dibebaskan sudah 75% per status tahun ini, itu (santunan) baru bisa dilakukan, padahal kan belum (tercapai), jadi pak gubernur ingin coba mengeluarkan pasal itu dari pergub dengan tidak melanggar payung hukum yang ada. Jadi sedang dalam proses untuk mempercepat (pemberian santunan),” kata Kepala Balai Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane T. Iskandar (industri.bisnis.com, 5/6/2015). 

Jika memang demikian, mengapa retorika Ahok malah berbeda di media. Seolah-olah tidak ingin memberi uang ganti rugi sama sekali? 

Lagipula, mengapa dulu Jokowi/Ahok berani memberi janji uang ganti rugi kalau kemudian bisa dianggap korupsi? 

Jadi, sikap Ahok ini mirip gaya kungfu mabok. Satu hari berjanji memberi santunan, di hari lain marah-marah menuduh yang minta uang santunan itu serakah dan tak tahu diuntung, di hari lain lagi katanya ingin tetap memberi santunan dengan merevisi peraturan gubernur. 

Apakah bisa pemerintah melanggar janji sendiri dengan mengeluarkan peraturan-peraturan baru? 

Di samping itu, ternyata masih ada masalah status tanah, apakah tanah di Kampung Pulo termasuk tanah adat atau tanah negara? Bukti-bukti terkait sudah dikumpulkan oleh LSM Ciliwung Merdeka. Dalam pertemuan 4 Agustus, Ahok juga sudah mempersilahkan LSM dan warga menuntut Pemda.

Seharusnya ini dituntaskan lebih dulu sebelum Ahok menggusur paksa warga Kampung Pulo. 

Tapi Ahok lebih sibuk menggelar target sebelum musim hujan. Barangkali ini untuk membuktikan bahwa ia mampu mengurangi banjir Jakarta secara signifikan di wilayah Kampung Pulo sehingga terbuka lebih besar peluang baginya untuk dipilih kembali jadi gubernur. 

Yang jelas, Ahok tidak pantas mengeluarkan kata-kata hinaan dan tuduhan kasar pada warga Kampung Pulo untuk menutupi kesalahannya sendiri yang tidak bisa menepati janji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun