Apa itu FOMO?
FOMO atau Fear Of Missing Out telah menjadi salah satu isu yang sangat penting di kalangan generasi muda. FOMO adalah perasaan cemas atau takut ketinggalan informasi dan tren yang sedang berlangsung. Awalnya fenomena ini di identifikasi oleh Dr. Dan Herman pada tahun 1996 yang diterbitkan dalam makalah akademisi pada tahun 2000 di The Journal of Brand Management. Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Patrick J. McGinnis di majalah The Harbus pada tahun 2004.Â
Berdasarkan sumber wearesocial.com rata rata waktu yang dihabiskan oleh pengguna internet dari usia 16-64 tahun di Indonesia pada tahun 2024 adalah 7 jam 38 menit, yang artinya fenomena ini semakin diperparah oleh kehadiran internet yang memungkinkan untuk mengakses informasi secara instan dan terus-menerus.
Beberapa sikap FOMO yang tidak disadari para kawula muda yaitu pembelian barang barang di e-commerce secara masif, terlebih jika mendekati tanggal flash sale, seperti membeli skincare, baju baru, aksesoris, makeup secara berlebihan. Selain itu membeli alat gadget terbaru meski yang lama masih berfungsi dengan baik, membeli produk viral yang sebenarnya tidak dibutuhkan, dan membeli tiket festival/konser artis terkenal agar bisa mempostingnya di feed/story sosial media. Pengaruh influencer juga memperparah kondisi ini, dikarenakan para influencer kerap memposting dan mempromosikan hidup glamour dan matrealistik dengan produk-produk tertentu.
Dampak dari fenomena FOMOÂ
1. Kecemasan/stres : Kecemasan atau stres bisa diakibatkan karena melihat kehidupan orang lain yang lebih baik dan menarik ketimbang kehidupan diri sendiri.Â
2. Perasaan tidak puas pada diri sendiri : Perasaan tidak puas ini dapat menyebabkan masalah mental karena merasa diri tidak cukup baik.
3. Meningkatnya sikap konsumerisme/boros : Tren yang ada kerap kali memaksakan kita untuk membelinya. Oleh sebab itu dengan sikap FOMO ini sangat memungkinkan generasi muda untuk bersikap konsumerisme agar mereka tetap terus relevan. Hal ini kadang membuat generasi muda rela tidak membeli kebutuhan primer agar dapat memenuhi kebutuhan tersier-nya. Contohnya adalah fenomena pembelian Sonny Angel dan Labubu yang dilakukan secara masif.
4. Kecanduan media sosial : Akibat tren yang ada selalu berubah-ubah setiap waktu, kerap membuat generasi muda merasa perlu memeriksa media sosial setiap saat agar tidak ketinggalan informasi dan merasa terus relevan.
Cara Mengatasi Sikap FOMO
1. Membatasi penggunaan media sosial : Untuk melakukan ini tidaklah mudah, kita harus membuat komitmen pada diri sendiri untuk membatasi penggunaan HP.Â
2. Fokus Pada Real Life : Kita bisa mengalihkan perhatian kita dengan berkumpul dan berinteraksi dengan teman, saudara, hewan peliharaan, atau bisa juga melakukan hobi, seperti memasak, berolahraga, berjalan jalan, melakukan yoga dan lain-lain.
3. Praktikkan Konsep Love Yourself : Hargailah diri sendiri dan pencapaian yang sudah kita raih tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Perlu diingat hal-hal di media sosial hanyalah fana
4. Terapkan JOMO : JOMO adalah lawan dari FOMO, JOMO berarti Joy Of Missing Out, artinya merujuk pada tindakan yang senang atau puas ketika memilih tidak terlibat dalam kegiatan tertentu, khususnya di media sosial. Dengan menerapkan prinsip ini kita akan bisa fokus pada diri sendiri.
Kesimpulan
Fenomena FOMO (Fear Of Missing Out) telah menjadi isu penting di kalangan generasi muda, terutama dengan meningkatnya penggunaan media sosial. FOMO dapat menyebabkan berbagai dampak negatif seperti kecemasan, perasaan tidak puas pada diri sendiri, peningkatan sikap konsumerisme, dan kecanduan media sosial. Untuk mengatasi FOMO, penting untuk membatasi penggunaan media sosial, fokus pada kehidupan nyata, menghargai diri sendiri, dan menerapkan konsep JOMO (Joy Of Missing Out). Dengan langkah-langkah tersebut, generasi muda dapat mengurangi tekanan dari dunia maya dan meningkatkan kesejahteraan mental mereka.Â
Sikap konsumerisme yang berlebihan juga dapat membuat kita mengalami masalah sosial, salah satunya yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan inilah yang mengakibatkan masalah sosial lainnya berupa tindakan kriminalitas, seperti mencuri, menipu, melakukan pinjaman online sebanyak banyaknya, dan lain-lain.
Karena kita tetap bisa hidup bahagia tanpa perlu mengikuti tren yang tidak akan pernah habis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H