Serangkaian tindakan yang diambil oleh penanggung pajak untuk melunasi utang pajak mereka dikenal sebagai Penagihan Pajak. Penagihan pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan mengeluarkan Surat Teguran dan/atau Peringatan, melakukan penagihan secara bersamaan, menginformasikan surat paksa, melakukan penyitaan, merekomendasikan pencegahan, melakukan penyanderaan, dan bahkan menjual barang sitaan. Penagihan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak yang belum membayar pajaknya. Ini menjadi salah satu langkah dalam skema intensifikasi untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.
PELAKSANAAN TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK ATAS WP BADAN DILAKUKAN SECARA BERURUTAN TERHADAP PENANGGUNG PAJAK Â PMK 189/PMK.03/2020Â
Dapat dilakukan tanpa mengikuti urutan PP, dalam hal:
- Objektif sita tidak ditemukan
- Telah melakukan penagihan seketika dan sekaligus
- Utang pajak telah mendekati batas waktu penagihan
- Ada indikasi bahwa PP akan meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu atau berniat untuk melakukannya
- Terdapat indikasi bahwa PP akan dibubarkan atau mengalami perubahan bentuk lainnya atau PP dapat meyakinkan pejabat dengan membuktikan bahwa kedudukannya tidak dapat dibebani oleh utang pajak dan BPP.
Objektif sita untuk WP Operasi dan WP Badan
- Barang milik WP bersangkutanÂ
- Barang milik PP dari WP bersangkutanÂ
- Barang milik istri/suami dan anak yang masih menjadi tanggungan PP (tidak ada perjanjian pisah harta).
Tempat penitipan barang sitaan
- Â LJK, LJK Lain, Entitas Lain
- Â Kantor pegadaian
- Â Kantor pos
- Â Lokasi lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
Utang Pajak dan Jenisnya Menurut Pasal 4 PMK No. 61/2023, utang pajak sendiri adalah pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak, termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan pajak. Jenis pajak yang dapat menjadi utang pajak termasuk:
- Bea Meterai Pajak Penghasilan (PPh)
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di bidang perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan bidang lain
- Pajak Karbon Penjualan.
Jika Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak yang harus dibayar setelah lewat jatuh tempo, maka akan dilakukan serangkaian penagihan pajak.
PMK Nomor 61 Tahun 2023 menambah ketentuan baru untuk tata cara penagihan, termasuk:
- Wewenang untuk Menteri Keuangan untuk memilih pejabat lain untuk menangani penagihan pajak pusat. Pasal 2 Ayat 2 huruf d PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini;
- Menambah wewenang pejabat untuk mengajukan kembali permintaan pemberitahuan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada nomor Rekening Keuangan Penanggung Pajak jika diketahui bahwa saldo harta kekayaan Penanggung Pajak kurang dari Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, seperti yang diatur dalam Pasal 30 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023
- Menambah ketentuan bahwa jurusita dapat meminta Penilai Pajak untuk membantu mereka menghitung nilai pajak yang disita. Pasal 24 Ayat (5) PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini
- Menambahkan pajak karbon ke dalam kategori pajak yang wajib dibayar atas utang pajak dan dapat dilakukan melalui tindakan penagihan pajak yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf g PMK Nomor 61 Tahun 2023;
- Menambahkan persyaratan untuk penanggung pajak individu, terutama untuk ahli waris, para ahli waris, wali anak yang belum dewasa, dan pengampu orang yang berada dalam pengampuan. Pasal 8 PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini.
- Menambahkan persyaratan untuk pengecualian urutan penanggung pajak atas Wajib Pajak Badan, yaitu jika: - penagihan dilakukan secara instan dan bersamaan; dan - ada indikasi bahwa penanggung pajak akan menghentikan atau mengecilkan operasi perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia. Pasal 9 Ayat (10) dari PMK Nomor 61 Tahun 2023 mengatur hal ini;
- Dalam Pasal 20 ayat (6) PMK Nomor 61 Tahun 2023, ditambahkan persyaratan untuk isi surat perintah pelaksanaan penyitaan;
- Menurut Pasal 23 Ayat (4) PMK Nomor 61 Tahun 2023, kendaraan bermotor, yacht, dan pesawat terbang harus dimasukkan ke dalam daftar objek sita barang bergerak
- Mengatur kondisi tertentu yang memungkinkan barang tidak bergerak untuk disita sebelum barang bergerak disita, yaitu jika barang bergerak tidak ditemukan atau jika barang bergerak yang ditemukan tidak memiliki nilai atau harga yang memadai dibandingkan dengan utang pajaknya, seperti yang diatur dalam Pasal 24 Ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2023.Â
- Menambah lokasi tambahan untuk penyimpanan barang sitaan jika juru sita mengatakan bahwa barang sitaan harus disimpan di kantor Pejabat
- Menambahkan dua kondisi khusus yang memungkinkan pencabutan sita, yaitu: a. Barang sitaan yang dijual secara lelang tidak terjual dan diganti oleh Pejabat dengan barang lain dengan nilai paling sedikit setara dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak; atau b. Wajib Pajak telah menerima keputusan persetujuan untuk mengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar penyitaan. PMK Nomor 61 Tahun 2023, Pasal 26, Ayat (2) mengatur hal ini
- Menambahkan dua syarat untuk pencabutan blokir, yaitu: a. Wajib Pajak telah menerima keputusan persetujuan untuk mengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar untuk melakukan pemblokiran; atau b. Pemblokiran telah dilakukan lebih dari jumlah Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
- Menambahkan peraturan tata cara pemblokiran untuk menerapkan penyitaan surat berharga seperti yang diatur dalam Pasal 43, 44, dan 45 PMK Nomor 61 Tahun 2023;
- Menambah ketentuan yang diatur dalam Pasal 48 dan 49 PMK Nomor 61 Tahun 2023 tentang tata cara penyitaan surat berharga yang tidak diperdagangkan di Pasar Modal, Piutang, dan Penyertaan Modal; menambah ketentuan yang diatur dalam Pasal 51, 52, dan 53 PMK Nomor 61 Tahun 2023 tentang prosedur pelaksanaan penjualan, baik yang dilakukan melalui lelang maupun yang tidak dilakukan melalui lelang.
- Menambah ketentuan yang diatur dalam Pasal 133 sampai dengan Pasal 138 PMK Nomor 61 Tahun 2023 tentang cara mengirimkan dokumen penagihan pajak.
Sedangkan penagihan menurut PMK Nomor 189/PMK.03/2020
- Jika Wajib Pajak tidak membayar Utang Pajak, pejabat menerbitkan Surat Teguran setelah lewat waktu 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
- Apabila Penanggung Pajak belum membayar Utang Pajak dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal Surat Teguran dikirim, Surat Teguran diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan kepada Penanggung Pajak secara langsung oleh Jurusita Pajak.
- Apabila Penanggung Pajak belum membayar Utang Pajak dalam waktu dua (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan, Pejabat menerbitkan surat perintah untuk menyita barang milik Penanggung Pajak, dan Jurusita Pajak menyita barang milik Penanggung Pajak. Jika penyitaan dilakukan terhadap harta yang tersimpan di LJK, LJK Lainnya, atau Entitas Lain, Pejabat meminta pemblokiran terlebih dahulu.
- Jika Penanggung Pajak belum membayar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyitaan, pejabat akan mengumumkan lelang barang sitaan.
- Apabila Penanggung Pajak belum membayar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, barang sitaan dapat dijual melalui kantor lelang negara atau digunakan, dijual, atau ditransfer.
- Pejabat dapat mengusulkan untuk mencegah lelang, penggunaan, penjualan, atau pemindahbukuan yang terjadi setelah tanggal Surat Paksa diberitahukan tanpa didahului dengan penerbitan surat perintah untuk menyita, melaksanakan penyitaan, atau menjual barang sitaan dalam hal :
- Objek Sita tidak dapat ditemukan;
- Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati daluwarsa penagihan;
- Berdasarkan data dan informasi terdapat indikasi Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.
- Â Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk lainnya atau Terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit.
- Dalam kasus di mana terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan Pencegahan, penyanderaan dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak dalam jangka waktu paling cepat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya masa Pencegahan atau masa perpanjangan. Penyanderaan dapat dilakukan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat paksa dikirim, kecuali dalam hal:
- Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati daluwarsa penagihan;
- Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk lainnya; atau
- Terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit.
Source :Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H