Yogyakarta, merupakan sebuah kota yang berakar pada Kebudayaan Jawa. Keragaman Budaya Jawa yang membumi di dalamnya, membuat Yogyakarta menjadi kota yang semakin gemerlap akan kilau keindahan pernak-pernik kebudayaan. Dibalik gemerlapnya Kota Yogyakarta, terdapat banyak persoalan yang sejatinya membutuhkan uluran tangan. Mendorong nurani akan kepekaan dan kesadaran sosial.Â
Siapa yang tidak tahu batik? Rasanya nyaris tidak mungkin ada orang yang tidak tahu batik. Batik, merupakan salah satu warisan leluhur yang melekat pada orang jawa. Seperti Yogyakarta yang kita ketahui bersama, lekat akan batik dengan beragam motifnya. Berbicara tentang batik, tidak lepas dari pengrajin batik yang setia 'ngembat' dan 'menitik' pada media kain menghasilkan hasil yang indah. Kesetiaan 'ngembat' dan 'menitik' inilah yang membuat lahirnya Komunitas Difabelzone Indonesia. Ya, Difabelzone Indonesia merupakan komunitas yang bergerak di bidang kerajinan tangan batik, didirikan oleh Ibu Lidwina Wurie. Sesuai dengan namanya, komunitas ini, hadir sebagai tempat bagi para disabilitas untuk berkarya.
Keterbatasan Tempat
Terletak di Dusun Bajang, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan berdiri sejak tahun 2015 Difabelzone Indonesia tentu memiliki persoalan yang harus dihadapi.  Persoalan utamanya adalah keterbatasan tempat workshop yang menjadi tempat tinggal dan tempat bekerja para disabilitas. Tempat tersebut tidak mampu menampung  anggota sebanyak 25 orang. Apalagi semenjak pandemi, terjadi pembatasan dalam hal jumlah yang tinggal di workshop Difabelzone Indonesia. Bagi yang tidak bisa tinggal di workshop Difabelzone Indonesia, bisa mengerjakan pekerjaan membatik dari rumah. Mengambil alat dan bahannya tentu masih dari Difabelzone Indonesia. Apabila sudah selesai bisa dibawa kembali untuk diproses ke tahap selanjutnya
Sumber Daya Manusia
Akar dari permasalahan utama tersebut adalah adanya kesulitan melakukan penambahan anggota pada komunitas. Â Jumlah anggota komunitas stuck berjumlah 25 orang saja, yang awalnya hanya berjumlah 10 orang. Peningkatan penjualan dari Difabelzone Indonesia, pada kenyataannya mengalami peningkatan dengan branding yang cukup baik. Semakin terkenal sebuah produk maka semakin banyak pula pesanan yang datang. Adanya keterbatasan dalam hal jumlah ini, seringkali membuat proses pembuatan memerlukan waktu yang lebih lama, ditambah proses membatik yang sebenarnya sudah memakan waktu yang cukup lama. Alhasil, akan berdampak pada besaran produk yang dihasilkan.Â
 Disamping perihal tempat, dukungan eksternal yakni volunteer dalam bidang pengembangan sistem pada komunitas ini tidaklah tetap atau fleksibel dan tidak semua bidang yang diperlukan, ada volunteernya. Volunteer yang ada, berbasis pada skill yang mereka miliki dapat membantu komunitas ini. Salah satunya adalah fotografi dan marketing. Status mereka sebagai volunteer dalam komunitas Difabelzone Indonesia ini, dari segi tanggung jawab, tentu berbeda dengan pengurus internal. Perbedaan tanggung jawab ini, memunculkan rasa 'tanggung jawab' yang berbeda, membuat kinerja dan komitmen yang secara tersirat tumpang tindih antara volunteer dengan pengurus internal. Sehingga apa yang diharapkan oleh komunitas ini berjalan mengikuti arus saja. Salah satunya pada platform online, Difabelzone Indonesia masih belum mengelola hal tersebut dengan baik. Keterbatasan dalam hal inilah yang menjadi persoalan dalam komunitas ini.
Teori Sosial
Dari permasalahan tersebut, fakta sosial yang ada, akan mudah dianalisis menggunakan teori sosial. Sebagaimana antara teori dengan fakta berjalan secara stimultan. (BP2SDM, 2015) menyebutkan bahwa teori sosial merupakan refleksi dari sebuah pandangan dunia yang berakar dari positivisme. Pernyataan ini didukung oleh pemikiran filsuf Anthony Giddens dalam (BP2SDM,2015) yang secara filosofis mengemukakan dua macam analisis sosial. Pertama adalah analisis institusional dan yang kedua adalah analisis perilaku strategis. Analisis yang pertama, menekankan pada kesetaraan dan keterampilan aktor dalam institusi. Menjadikan institusi sebagai sumber daya dan aturan yang diproduksi secara terus-menerus. Sedangkan analisis yang kedua merupakan analisis sosial yang menekankan bahwa institusi merupakan sesuatu yang diproduksi secara sosial. Dalam permasalahan yang dihadapi oleh komunitas Difabelzone Indonesia dari pandangan tersebut, masih ada kesenjangan tanggung jawab antar aktornya dan menilik bahwa komunitas tersebut secara sosial nampaknya juga masih ada kesenjangan.
Memperbaiki Langkah Selanjutnya
Pada akhirnya, dari masalah utama yakni keterbatasan tempat membuat jumlah anggota mengalami kesulitan untuk ditambah. Sehingga tidak adanya atau belum terlaksananya regenerasi anggota dan berdampak pada hasil produksi kerajinan. Perlunya regenerasi anggota sejatinya berdampak pada keberlangsungan sebuah komunitas. Maka dari itu, solusi sederhana yang bisa dilakukan sejauh ini adalah dari sistemnya, yakni komitmen dan rasa tanggung jawab. Baik itu volunteer maupun pengurus inti. Kemudian, lebih memberikan ketegasan aturan dalam menerima volunteer. Agar volunteer yang ada juga memberikan dampak positif yang berarti bagi perkembangan komunitas Difabelzone Indonesia. Apabila sistemnya sudah baik, akan menjadi bahan pertimbangan pula untuk melakukan perpindahan atau perluasan cabang tempat workshop Difabelzone Indonesia. Pada akhirnya, kegiatan produksi dan workshop juga akan berjalan dengan baik dengan jumlah yang lebih besar.Â