Hujan sedari malam masih menunjukkan eksistensinya. Cuaca dingin kota Ruteng seakan sepakat dengan hujan yang tak mau lepas. Bergandengan, bersama entah sampai kapan. Berdiam dalam satu sudut dalam rumah dengan novel Kudasai karya Brian Khrisna yang kutemukan di lemari buku adikku, aku melewati detik demi detik hari ini dengan sedikit galau. Eh bukan sedikit tapi banyak.
Aku berhenti membaca saat tiba dihalaman 72. Memberi batas dan menutupnya. Suara hujan semakin jelas terdengar, jatuh dengan kasar, tak mau berhenti walau sebentar.
Akupun terbawa, yang entah oleh apa kepada memory di satu tempat yang kau sebut Labuan Bajo. Abu-abu namun seolah baru kemarin aku memulai kisah disana. Mungkin sedikit ku putar kembali, biar rasa dihati tidak mati dan akan tetap abadi.
Sebuah gedung kokoh berdiri tegak di Jalan Gabriel Gampur, Labuan Bajo. Strategis, kau bisa bertemu dengan ojek dengan mudah (apaan sih) tanpa kau cari mereka, bak semut yang akan datang karena mencium aroma gula. Lebih dari itu, gedung itu jadi sarana yang luar biasa bagi mereka yang butuh pelayanan dibidang kesehatan. Sebut saja Rumah Sakit ( ku hanya mencoba bikin lebih dramatis biar keren). Dari sana, ku dipertemukan dengan banyak wajah dengan kisah berbeda.
Hari-hari ku lalui tidak bisa dibilang selalu mulus. Ada naik turun, ada suka duka. Tapi semua dilalui dengan berani. Kenapa bisa? God's will fellas.
Nuansa pagi dengan secangkir kopi sachet yang dibeli di koperasi dikolaborasikan dengan cucur dan donat tabur gula adalah yang terbaik you know. Bergumam "duh pasien banyak e hari ini" sambil mengamati bapa mama pasien dari dalam jendela kaca satelit. Operan shift malam diselingi dengan kisah Kinan dan Mas Aris, atau sedikit bercerita dengan para pecinta K-drama dan K-Pop yang orang awam lihat muka mereka semua sama saja.
Jeng jeng..
Waktu pelayanan dimulai. Masuknya resep dari berbagai poli rawat jalan, emergency department, HD dan rawat inap buat waktu jadi tak terasa berlalu. Tau-tau sudah waktunya pulang, bergegas ke loker masing-masing dengan sedikit cerita heboh atau biasa aja saat menaiki tangga menuju lantai 3.
Akhirnya pulang kembali ke kos. Tempat melepas semua lelah. Disambut seekor anjing yang sudah sangat renta, yang untuk menggonggong pun dia butuh effort. Blackhead namanya. Dari jauh lebih nampak seperti komodo. Cincaaaa suer.
Kos ini jadi tempat segala kekonyolan terjadi. Tiktokan akang gendang, isi token saat kilat menyambar, ledakan kompor, karaokean tidak berdasar, makan-makan dengan tidak tahu malu, om rambut bonsai, sampai senam K-Pop untuk sedikit menurunkan berat badan.
Masih banyak, terlalu banyak kekonyolan.
Hari Minggu, hari istirahat, itu hari Tuhanku. Â Yup, seperti lirik lagu ini, tiap Minggu akan bertemu dengan orang-orang baik dan mengasihi Tuhan. Sejak pandemi, gereja membentuk suatu tim untuk mengecek suhu tiap jemaat yang hadir beribadah. Sangat bersyukur bisa masuk dan mengenal semua.
Hari Minggu juga wajib bagi nasi kuning bibi-bibi samping TPI, pakai ikan potong dan sambal.
Aslilah enak.
Bicara soal makan, Warung-Warung adalah tempat yang ter the best sebelum akhirnya mas gemoy pindah. Opsi lain adalah warung Manado sebelah atas kos yang menawarkan makanan non halal. Pentol mama Ana pun pernah menjadi juara, sebelum salome Osy menguasai arena. Kalau lagi tajir, food court Zasgo bisa masuk list tapi kalau kantong lagi sepi cukuplah hanya dengan sarden Toko Maju.Â
Tak lupa, Food Kost yang akan dengan sigap mengantar sampai ke pelosok Labuan Bajo. Pisang goreng coklat keju atau mix jadi primadona di kalangan anak kos atau anak-anak di RS. Pasar Wae Kesambi yang kadang disalahartikan, bukan untuk beli ikan dan tempe tapi lebih kepada barang lelang kualitas dunia.
Ah, bisa aja.
Terlalu banyak memory yang kalau diputar kembali akan menghasilkan senyum sukacita. Bersyukur sekali sama Tuhan, diberi kesempatan menikmati Labuan Bajo dengan kisah manis bersama orang-orang baik.
Orang-orang yang kuat, pintar dan juga hebat. Semuanya punya tempat masing-masing dihati.
Hujan di Ruteng pada akhirnya belum berakhir. Dia memilih tetap tampil mungkin dengan maksud menghapus galau rindu pada Labuan Bajo. Tapi nyatanya, hujan ini malah membuat rindu meningkat dosisnya. Seolah tiap tetes hujan yang jatuh menghantarkan kisah ke dalam hati satu demi satu.
Ya, tempat yang baik untuk menyimpan semuanya adalah hati. Hingga kelak saat satu-satu mulai pergi, kisah itu akan bangkit lagi. Lalu kita akan mundur berlari, bertatapan lagi dengan semua kisah yang pernah dilalui.
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H