Prodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) S2 Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung gelar Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di Universitas Islam KH. Ruhiyat Cipasung Tasikmalaya pada sabtu, 15 Juni 2024. Peserta sejumlah lima puluh orang yang terdiri dari Dosen dan Mahasiswa UIN dan UNIK. Kegiatan tersebut bertajuk Joint Conference in Islamic Education Studies, bertemakan Al-Quran, Education and Pesantren: The Great ideas to applied management theory. Narasumber yang terlibat dalam kegiatan tersebut:
Dr. KH. Tatang Astarudin, M.Si. (The Role of Al-Quran and Pesantren Tradition in Education)
Dr. Karman, M.Ag. ( Wawasan Baru Penafsiran Al-Quran Kajian Paradigmatik Penafsiran Al-Quran)
Dr.Ara Hidayat, M.Pd. (Menyiapkan Pendidikan di Era Gen-Z)
Dr. H.Ahmad Zaki Mubarak (The Possibilities of Pesantren Thought on Constructing New Modern Management Theory)
Dalam Catatan Konferensi Zaki Mubarak:
Sabtu kemarin, 15 Juni 2024 saya diminta berbicara di konferensi UIN-UNIK. Saya berposisi sebagai kritikus atas teori-teori manajemen. Auto kritik itu dimaksudkan agar akademisi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) sadar bahwa landasan teori yang mereka bangun berdiri di atas teori-teori orang lain (Baca: Barat). Islam dan sumber-sumber khasanah Islam hanya jadi bungkus saja dan isinya pemikiran barat semua. Bahkan dalam kehidupan empiris kita, cara pandang manajemen selalu mengacu pada landasan Dteori barat yang sejatinya bisa cocok dengan kita bisa juga melenceng dari peradaban yang diinginkan kita.
Disinilah saya menyebutkan beberapa kasus. semua teori dan nilainya berdasar teori Barat. Parameternya selalu mengacu pada prinsip-prinsip sekuler yang digunakan untuk mengukur lembaga, termasuk lembaga Islam sekalipun. Padahal, Nusantara dengan budayanya atau Islam dengan Quran Hadist Ijtima’nya sudah dinilai cukup untuk merekontruksi teori manajemen yang lebih cocok. Latah internasionalisasi parametik yang di syahkan lembaga global membuat kita dipaksa untuk tunduk pada syarat-syarat mereka. Kita terjebak pada kolonialisme gaya baru dengan sentimen “global consensus”. Apa global itu baik? Belum tentu. Komersialisasi scientometry Scopus misalnya telah membuat kita menjual data-data kita secara gratis pada mereka atas nama “world class”.