Sumber Foto: Dokumen Pribadi
Benny Wenda dan Filep Karma telah dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian 2013. Aplikasi mereka berhasil disampaikan kepada Komite Nobel oleh anggota Departemen Politik di University of Reading, Inggris pada bulan Januari 2013.
Mereka dinominasikan atas dasar dedikasi pekerjaan mereka dalam berjuang untuk perdamaian, kebebasan dan keadilan bagi Papua Barat. Pemenang nobel rencananya akan diumumkan besok Jumat tanggal 11 Oktober.
The Nobel Peace Prize penghargaan adalah salah satu penghargaan paling terkenal di dunia dan diberikan oleh Komite Nobel kepada mereka yang telah "melakukan sebagian besar atau berkarya demi memperkokoh persaudaraan antara bangsa-bangsa, serta demi upaya promosi perdamaian di dunia". Hadiah Nobel Perdamaian sebelumnya juga pernah dimenangkan oleh Uskup Agung Desmond Tutu, Jose Ramos Horta, Nelson Mandela, dan Aung San Suu Kyi.
Mendengar berita di atas, mungkin orang-orang yang mengagumi, mengidolakan, dan membangga-banggakan Benny Wenda akan marah luar biasa bahkan sampai “kebakaran janggut” itu pun bagi yang memiliki janggut, karena apa yang mereka tahu selama ini tentang Benny Wenda tidak semanis dan sebaik apa yang mereka kenal. Benny Wenda lahir di Wamena, tanggal 17 Agustus 1974, beragama Kristen Protestan dan memiliki istri bernama Maria Wenda. Benny sempat mengenyam baku pendidikan di Sekolah Tinggi Sosial Politik, Jayapura. Setelah ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Kepolisian Daerah Papua karena melanggar pasal 338 KUHP dan 170 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan, perusakan, dan penembakan. Sekitar tahun 2002, Benny melarikan diri ke Inggris, alamat terakhir yakni 449 Marston Road, Marston, Oxford, Oxfordshire sejak tahun 2011.
Ini yang paling menyedihkan, seorang Benny Wenda memanfaatkan isu kondisi di Papua yang diputarbalikkan yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi Papua saat ini sebagai bahan kampanye untuk menarik simpati masyarakat internasional, dengan harapan bahwa mereka mau menyumbangkan uang untuk Benny. Dana sumbangan tersebut digunakan untuk kelangsungan hidup di Inggris, bukan untuk memperjuangkan nasib masyarakat Papua yang katanya Benny miskin dan menderita. Pengorbanan, dukungan, dan kesetiaan para sebagian masyarakat Papua ternyata hanya dimanfaatkan Benny Wenda untuk menghidupi kehidupannya di Inggris, lebih parah lagi Benny Wenda mencari nafkah dia dengan menjual isu-isu kemiskinan, kebodohan, dan isu pelanggaran HAM yang justru memalukan masyarakat Papua sendiri di mata dunia internasional. Benny Wenda bukanlah seorang pemberani melainkan seorang penakut dan pembohong publik Papua.
Berikut beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan Benny Wenda yang saya temukan sebagai berikut:
- Melanggar pasal 338 KUHP dan 170 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan, pengrusakan dan penembakan.
- Pernah terlibat pada aksi penyerangan Polsekta Abepura pada 7 Desember 2000. Kronologis penangkapannya, sbb:
- Ditangkap Polresta Jayapura pada 28 Mei 2002.
- Ditahan penyidik/kepolisian: 09 Juni 2002 s.d 29 Juni 2002.
- Ditahan oleh Pengadilan Negeri Jayapura pada 7 Agustus 2002 s.d 14 September 2002, dan 14 September 2002 s.d 5 Oktober 2002.
- Benny Wenda dituntut pasal berlapis a.l : Pasal 5 ayat (1) jo pasal 48 UU No.9 tahun 1992 tentang Penghasutan, Pengrusakan dan Kewarganegaraan.
Pada 28 Oktober 2002, Benny Wenda melarikan diri dari LP Abepura (baru menjalani 7 x persidangan) dan masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang). Kaki kanannya menggunakan kaki palsu (lutut ke bawah), akibat melompat dari Lapas Abepura, sewaktu melarikan diri dan dioperasi (amputasi) di PNG. Benny sering menggunakan alasan tersebut, untuk mempublikasikan ke publik atau dunia internasional, kalau kaki palsunya diakibatkan kekejaman TNI/Polri di Papua, seperti publikasi yang dilakukan di Chattam House, London pada Mei 2007.
Dari sekian pelanggaran yang telah dilakukannya, ini merupakan yang menarik yang perlu diperhatikan oleh semuanya, yakni pada 17 Februari 2011, Setjen International Criminal Police Organization-Interpol (ICPO), Lyon, Perancis, telah mengeluarkan Red Notice atas nama Benny Wenda dengan control No. A-980/2-2010 dan telah disirkulasikan ke seluruh anggota NCB-Interpol. Nah loh! sampai ICPO-nya Perancis sampai mengeluarkan Red Notice, apa itu tidak kotor dan berkriminal yang namanya Benny Wenda. Meski upaya Benny Wenda dalam menjual isu Papua Merdeka terus dilakukan dengan IPWP (International Parlementarian for West Papua) dan Pelopor ILWP (International Lawyers for West Papua) yang sempat membuat heboh di Papua, karena isu permasalahan Papua sudah dibahas dalam PBB, namun nampaknya itu hanya isapan jempol belaka dari upaya pembohongan publik yang dilakukan Benny Wenda cs.
Dinominasikannya nama Benny Wenda dan Fillep Karma pada Komite Nobel oleh anggota Departemen Politik di University of Reading, Inggris pada bulan Januari 2013 jelas mengundang tanda tanya besar. Baik Benny Wenda dan Fillep Karma merupakan pelaku pelanggaran hukum, di mana Fillep Karma saat ini masih berada di dalam LP Abepura menjalani vonis 15 tahun penjara. Keduanya juga dapat dikatakan sama sekali tidak memiliki peran dalam membangun perdamaian dan kemakmuran di tanah Papua, terlebih lagi berjuang mengatasanamakan kebebasan bagi Papua Barat. Pantaskah kemudian mereka dikatakan sebagai Pahlawan bagi orang Papua?
Heroes or Criminals?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H