Namun, pelarangan ini justru menjadi alasan untuk melakukan pembukaan tambak udang pada area yang sebelumnya merupakan area hutan mangrove. Hal ini diperparah dengan langkah pemerintah untuk memberikan subsidi pengembangan tambak udang dengan program INTAM pada 12 provinsi di Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. Alih fungsi mangrove terbesar terjadi saat ketidakpastiaan politik diantara tahun 1998 -- 2001 ketika 300.000 ha area mangrove ditebang di Kalimantan Timur.
Tantangan Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan
Perubahan guna lahan mangrove merupakan hal yang terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Setidaknya terdapat 5 penyebab utama alih fungsi hutan mangrove: aquaculture (tambak udang), pengembangan kawasan pesisir, penebangan hutan, plantation (sawit dan agrikultur). Hilangnya kawasan mangrove secara signifikan terjadi di pulau Kalimantan dan Papua dengan tujuan pengembangan tambak udang.Â
Sedangkan kehilangan karena pembangunan perkotaan di area pesisir banyak terjadi di Pulau Jawa. Hilangnya kawasan mangrove bukanlah sekedar keadaan yang terjadi jauh dari kehidupan manusia, justru dampaknya dapat dirasakan oleh warga perkotaan seperti di Kota Jakarta.
Pada tahun 2016 Jakarta Utara dilanda oleh banjir rob yang cukup parah yang terjadi dalam waktu yang cukup lama hingga satu minggu lamanya. Ketahanan ekologi di Jakarta Utara dirusak oleh pembangunan infrastruktur, mulai dari apartemen hingga pelabuhan, pembangunan ini dianggap menjadi alasan utama mengapa banjir rob dapat dengan mudah mengenangi kawasan pesisir Utara itu[19].
Kondisi keberadaan mangrove di Utara Jakarata saat ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Hanya tersisa 165 ha area yang diperuntukkan menjadi hutan mangrove dan area ini pun hanya berlokasi di Pantai Indah Kapuk saja[21].Â
Usaha pelestarian mangrove seperti di Pantai Indak Kapuk dan kawasan lainnya di Jakarta Utara masih terhadang oleh pembangunan intensif untuk kawasan permukiman dan juga pelabuhan.Â
Minimnya mangrove, tidak hanya berdampak pada abrasi daerah pesisir, tetapi juga penurunan kualitas air tanah akibat intrusi air laut. Â Dalam 10 tahun ke depan diprediksi intrusi air laut dapat mencemari air permukaan di Jakarta hingga 12 km dari garis pantai, sedangkan jika terdapat usaha menanam mangrove hal tersebut bisa diminimalisir hingga 3.64 km saja[22].
Pemerintah Indonesia kini dituntut untuk bisa serius dalam penanganan ancaman bencana dan dampak buruk dari semakin hilangnya kawasan mangrove. Manfaatnya yang sangat besar masih belum terefelksikan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas mangrove di Indonesia. Implementasi peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah harus selalu tetap kita kawal dengan baik.Â
Sejarah banyak memberikan pelajaran bahwa pemberlakuan peraturan tidak serta merta membuat kondisi pelestarian mangrove menjadi lebih baik. Baik dalam skala nasional maupun pemerintah daerah, kita semua bertanggung jawab untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, sehingga mangrove benar-benar bisa menjadi penyelamat Indonesia, menuju masa depan yang lebih baik.
Referensi: