Jakarta, Udaramu Kini
Untuk pembaca yang tinggal di Jakarta, saya ingin bertanya: kapan terakhir kali anda melihat birunya langit Jakarta? Masih ingat? Semoga tidak hanya pas menjelang lebaran saja ya.
Kalau saya sendiri, terakhir kali itu ketika CFD hari minggu kemarin. Sisanya lebih banyak teringat akan langit Jakarta yang ditutupi warna abu-abu dari hari Senin-Jumat.
Bagi Anda yang saat membaca artikel ini sedang melihat langit Jakarta yang cerah, maka bersyukurlah akan kesempatan itu karena akan kondisinya akan sangat jarang. Mengapa bisa saya katakanya demikian?
Berdasarkan data realtime yang dirilis (airvisual.com), kualitas udara Jakarta hari ini (27 May 2019) berada pada poin 152 US AQI/PM 2.5 = 57.8. Angka ini menunjukkan bahwa kualitas udara Kota Jakarta berada dalam kondisi tidak sehat (anda bisa cek sendiri sekarang ke website itu).
Jika dibandingkan dengan kota-kota besar di negara lain, pada 27 Mei 2019 ini Kota Jakarta bertengger pada kota ke-3 dengan tingkat polusi tertinggi di dunia, mengalahkan kota Delhi dan Kolkata di India yang terkenal akan polusi udaranya.
Keadaan ini membuat kita seharusnya tidak hanya malu tetapi juga resah akan bahaya yang menanti. Berdasarkan data yang dilansir oleh UN WHO (United Nation World Health Organization - who.int), polusi udara perkotaan menjadi penyebab utama kematian 4.2 juta penduduk dunia setiap tahunnya karena penyakit stroke, kanker paru-paru, dan kegalalan fungsi pernafasan lainnya.
Lantas, apa sebenarnya penyebab utama kualitas udara di daerah perkotaan bisa sebegitu tercemar?
Bergerak Tapi Berasap
Jadi untuk mempermudah pemahaman kita akan pencemaran udara yang berakibat pada krisis lingkungan saat ini, terdapat beberapa unsur gas utama penyebabnya, seperti berikut:
Dalam diagram tersebut terdapat unsur gas metana diproduksi dari hasil buangan kotoran binatang ternak. Sedangkan untuk proporsi terbesar dengan persentase 65% disebabkan oleh gas CO2.
Produksi gas CO2 banyak disebabkan karena aktivitas pembangunan manusia melalui proses pembangunan perumahan dan perkantoran, industri dan manufaktur, produksi listrik dengan cara konvensional dan polusi oleh moda transportasi.
Polusi oleh moda transportasi menjadi faktor penyumbang gas CO2 dengan proporsi sebesar 26%. Berbicara tentang transportasi, hal ini menjadi aspek yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Tidak hanya karena menjadi penyebab utama polusi udara di perkotaan, tetapi transportasi juga menjadi hal yang lebih mungkin diintervensi oleh kita sebagai individu.Â
Di dalam aspek transportasi ini, transportasi darat menjadi penyumbang gas CO2 terbesar dengan persentase 73.9%. Lalu di dalam kelompok transportasi darat, kendaraan pribadi seperti motor dan mobil menyumbangkan polusi gas CO2 hingga 53.5%.
Polusi udara gas CO2 tersebut berasal dari konsumsi penggunaan kendaraan bahan bakar minyak (BBM), aspek transportasi menjadi konsumen terbesar BBM hingga 53.4%. Lebih lanjut lagi, konsumsi oleh transportasi tersebut banyak dihabiskan oleh moda transportasi darat hingga 76.3%, dari proporsi tersebut sebanyak 66% nya dikonsumsi oleh kendaraan pribadi seperti motor dan mobil.
Mengetahui penyebab polusi udara yang diakbitkan oleh gas CO2 menjadi penting untuk kita ketahui, karena memengaruhi strategi yang akan kita terapkan dalam mengatasinya. Dari penjelasan di atas, kita sama-sama tahu bahwa transportasi darat menjadi aspek penyumbang dan pengonsumsi gas C02 terbanyak. Lalu sebenarnya langkah-langkah apa saja yang mungkin dilakukan untuk mengatasinya? Untuk mengembalikan udara kita yang bersih seperti sediakala.
ASI (Avoid, Shift, Improve)
Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Transformative Urban Mobility Initiative dengan laporan "Sustainable Urban Transport : Avoid-Shift-Improve [A-S-I]". Strategi yang bersama-sama bisa kita lakukan terangkum dalam konsep A-S-I (Avoid, Shift, Improve).
Avoid/Reduce, yang berarti menghindari atau mengurangi pergerakan hingga seminimal mungkin agar pergerakan lebih efisien dan minim polusi. Strategi pertama ini membutuhkan intervensi secara menyeluruh untuk semua sistem perkotaan yang ada karena berhubungan dengan perencanaan guna lahan.Â
Bayangkan saja bagaimana cara agar setiap individu tidak melakukan perjalanan yang begitu jauh? Jawabannya adalah dengan mewujudkan satu kawasan yang terintegrasi dimana terdapat daerah tempat tinggal, tempat kerja, dan kebutuhan dasar dalam jarak yang dekat.
Konsep pengembangan macam ini lebih dikenal dengan konsep Transit Oriented Development (TOD). Ilustrasi berikut menggambarkan TOD dengan guna lahannya yang bercampur dan padat membuat penduduk lebih mudah dalam mengakses tujuannya.
Shift/maintain, berarti memastikan setiap pergerakan penduduk terjadi secara efektif dan efisien melalui moda transportasi yang berkelanjutan. Harus terdapat pergeseran penggunaan moda dari mobil/motor pribadi sebagai penyumbang polusi udara tertinggi menjadi transportasi publik ramah lingkungan.Â
Penggunaan transportasi publik ini dapat diwujudkan melalui bus ataupun kereta yang kini sudah rendah emisi. Atau cara lainnya dengan berjalan kaki atau bersepeda.Â
Mungkin anda bertanya-tanya? Jika harus bekerja menggunakan sepeda maka sampai pun sudah tidak nyaman karena badan sudah penuh keringat. Disinilah integrase antar moda menjadi pemeran kunci, bahwa anda tetap bisa bersepeda dalam jarak dekat (micro mobility) lalu melanjutkan perjalanan dengan menggunakan transportasi umum. Oleh karenanya dibutuhkan pengembangan infrastruktur untuk bersepeda atau berjalan kaki yang aman menuju transportasi umum.
Yang ketiga adalah improve, aspek ini mengutamakan pada peningkatan pelayanan, operasional dan keberlanjutan jaringan infrastruktur transportasi.Â
Hal ini membahas tentang penggunaan informasi telekomunikasi untuk membantu masyarakat dalam memantau moda transportasi umum secara real time. Perihal keberlanjutan, diperlukan usaha untuk mengganti moda transportasi BBM menjadi moda transportasi tenaga listrik yang disertai infrastruktur penunjang berupa charging station.
Ketiga usaha tersebut harus dilakukan secara bersamaan untuk memastikan kualitas udara perkotaan kita kembali menjadi sehat untuk kita hirup lagi. Tanggung jawab ini tidak hanya berhenti kepada pemerintah saja sebagai pelaksana pembangunan, tetapi kepada kita juga sebagai individu dalam masyarakat perkotaan.Â
Kita bisa memilih untuk menggunakan transportasi public lebih banyak, ya saya tahu transportasi public kita belum sempurna, tapi cobalah sesekali (kalau bisa sering-sering) untuk menggunakannya. Atau bagi yang biasanya menaiki transportasi online ke rumah, bisa mulai berjalan kaki lalu dilanjut dengan transportasi publik. Tidak ada alasan untuk tidak ikut berpatisipasi mewujudkan kualitas udara bersih, karena kita juga yang menghirup udara ini.
Jadi setelah anda membaca artikel ini, semoga ketika anda melihat langit Jakarta masih kelabu anda bisa memulai dari diri sendiri untuk membuatnya biru kembali, dan membagi harapan tersebut ke orang sekitar anda. Jangan biarkan langit biru Jakarta hanya saat menjelang lebaran saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H