"Mungkin lain kali..." jawab Gyas tertekan di bawah tatapan lekat Meytha penuh kebencian.
"Baiklah." Lingga menyerah.
Gyas berusaha berdiri, burung-burung  yang berputar di kepalanya sudah lenyap beterbangan. Tetapi lantai yang dipijak berubah menjadi labil. Gyas limbung. Sulit untuk seimbang. Dengan tertatih Gyas berdiri. Lalu, terjatuh lagi. Lingga sudah memperhitungkan. Hop! Lingga menahan tubuh Gyas.
"Menurut saya kamu enggak OK. Kamu tunggu sini. Aldiiiii!!! Bantuin gue." Teriak Lingga.
Gyas memijit kepalanya yang masih pening di samping Lingga yang memerintahkan teman-temannya untuk membantu dia. Meytha jelas keberatan melihat kejadian ini. Dia mengibas-ngibaskan kipasnya dengan gerah. Soemarco yang melihatnya dari jendela perpus pun ikut memperhatikan dengan was-was.
========================
Waktu yang dibutuhkan untuk membaca cerita ini kurang lebih 2 menit 30 detik. Cerita ini dibuat sebagai dukungan kepada lembaga pemberantasan korupsi, Sebagai kegundahan setiap kali mendengar kasus korupsi mengemuka.
Untuk cerita sebelumnya bisa dikunjungi di sini
Mohon ma'af jika kelanjutan cerita ini terlambat, dikarekana dua bulan kemarin mempersiapkan ujian terlebih dahulu.Â
Semoga Negeri ini tetap dalam lindungan Tuhan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI