[tadinya mau memberi judul When The 100-year-old man who climbed out of the window and disappeared, Â i m holding my breath. Diambil dari judul buku-nya lalu ditambahkan i m holding my breath. Tapi menjadi panjang sekali. Bacanya saja seperti terkena gejala serangan asma. Terus terang buku ini cukup membuat saya menahan nafas dan geleng-geleng kepala.]
Nilai pelajaran sejarah saya sangat buruk. Saya termasuk orang yang berpikir yang lalu biarlah berlalu. Pola pikir ini saya terapkan dalam mata pelajaran sejarah di sekolah. Untuk apa mengingat-ingat masa lalu. Harus move on. Jadi jangan bertanya soal nilai pelajaran ini, sebagai seorang pelajar yang malas menghapal mendapat nilai dia batas bawah pun sudah uyuhan. Â Dan begini hasilnya jika sebuah generasi dengan pola pikir seperti saya. Malas membaca sejarah, Â nanti bisa muncul lagi kejadian seperti yang menyatakan kalau Tangkuban Perahu hasil kerja koalisi Sangkuriang dan Bandung Bondowoso. Sedangkan Dayang Sumbi, Roro Jongkrang sedang pelesiran ditemani Thumbellina. Terbukti jika pola pikir saya itu salah. Salah Besar. Our Founding Father, Bapak Soekarno mengatakan bahwa Bangsa yang besar adalah yang menghargai jasa pahlawannya. Otomatis kita harus mempelajari sejarah. Intinya kita harus mau belajar dari sejarah, bahkan kitab suci pun berisi banyak sejarah untuk direnungkan.
The 100-year-old man who climbed out of the window and disappeared karya Jonas Jonasson. Sebuah buku yang menurut saya sangat unik. Alurnya paralel. Melompat dari tahun 2005 ke 1905. Dari 2005 dan menjelajah pada masa perang dunia ke-2. Masa pergolakan dimana banyak pemerintah yang bersistem kerajaan ingin menjadi negara demokrasi, komunis, sosialias dan sebagainya (ma'afkan jika salah, karena pelajaran sejarah saya yang buruk). Persaingan negara adi daya untuk mengintervensi negara-negara yang sedang bergejolak.
Segala Sesuatu berjalan seperti apa adanya, dan apa pun yang akan terjadi, pasti terjadi
Kalimat pembuka dalam buku ini, yang merupakan falsafah hidup Allan Karlsson, tokoh utama, sang kakek yang genap akan berusia 100 tahun pada tanggal 2 Mei 2005. Kalimat itu dia dapat dari Ibunya ketika menerima kabar kematian Ayah Allan. Keahliannya membuat bahan peledak dan bermain-main dengannya membawa Allan melanglang buana. Hingga bertemu dengan para petinggi. Sebut saja, Jendral Franco, Harry Truman, Mao Tse-tung, Wiston Churchill, Â dan masih banyak lagi. Jangan tanya saya siapa mereka, coba langsung minta bantuan Mbah Google saja.
Melihat peristiwa bersejarah di dunia dari sudut pandang Allan Karlsson. Pandangan lugu tapi menurut saya yang mulai belajar sejarah justru masuk akal. Mungkin anda yang tahu sejarah akan tertawa atau minimal tersenyum ketika mengetahui peristiwa bersejarah yang membuat perubahan besar pada dunia dipaparkan secara sederhana oleh Allan Karlsson. Dari sisi paling manusiawi. Ini menurut saya lagi lho, konflik sederhana yang memicu reaksi berantai yang menyebabkan banyak korban. Baik korban jiwa maupun harta.
Jujur saja saya sendiri sampai geleng-geleng kepala bagaimana bom Atom dibuat, dan Allan Karlsson ikut andil di dalamnya. Bahkan dia bertemu dengan saudara tiri Albert Einstein yang memiliki kemiripan fisik sayangnya tidak ada kemiripan otaknya.  Hubert Einstein akhirnya diceritakan menikah dengan orang Bali. Hubert dan istrinya memiliki hotel megah, sang istri memutuskan untuk menjadi politikus  dan menjabat  gubernur di Bali. Kemudian ditunjuk menjadi Dubes Indonesia untuk Prancis. istri Hubert tidak bisa berbahasa Prancis, bahasa Inggrisnya pun belepotan. Satu-satunya bahasa asing yang dikuasai adalah Jerman. Bahasa yang dia pelajari karena bapaknya salah membelikan kamus. Atas kekurangannya itu dia meminta bantuan Allan menjadi penerjemahnya.
Dan yang lebih menarik adalah ending dari buku ini. Bikin menahan nafas. Koq bisaaaaaa???!!!! (Sampai berteriak). Apakah Mr. Jonas pernah tinggal di sini - Indonesia? Bagaimana dia mengetahui dengan detail keadaan di Indonesia? Bagaimana berita ini bisa sampai ke Swedia (pastinya yang menjadi kurir adalah mbah Google)? Bagaimana bisa sampai bocor? (*mengutip salah satu capres tempo lalu). Bagaimana pandangan bangsa lain mengeni bangsa Indonesia? Swedia, negara ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Itu hal-hal kecil yang bermunculan secara otomatis dibenak saya ketika membaca buku ini.
The 100-year-old man who climbed out of the window and disappeared merupakan buku berbahasa Swedia (Swedish) terbit pertama kali tahun 2009. Buku ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di beberapa negara, mungkin bisa diintip ke wikipedia dengan kata kunci judul  buku ini. Atau  bisa dilihat dari komentar pada lembar pertama. Di Indonesia buku ini diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada bulan Mei 2014. Saya sendiri kebagian yang cetakan kedua (Juli 2014), sampai tulian ini saya buat saya tidak tahu sudah cetakan keberapa atau ada negara lain lagi yang menerjemahkannya.
Bisa dibayangkan buku ini menjadi best seller diberbagai negara, bahkan sudah dibuat filmnya juga. (Silahkan diintip ke IMDB).
Sebagai orang Indonesia saya sangat tercengang dengan ending-nya. Di Indonesia semua mungkin, itu kata Allan. termasuk ketika dia mengangkut kawannya termasuk seekor anjing dan gajah. Tanpa dokumen. Sekali lagi TANPA DOKUMEN! dan ada HEWAN di dalamnya. Ketika Allan bernegosiasi dengan pejaga menara untuk mendarat, dimana sang kapten kapal cemas karena membawa kapal bodong dan mereka bisa ditembak kapan saja. Allan mengambil alih untuk  bernegosiasi:
"Nama saya Dollar," kata Allan, "seratus ribu dollar."
Kemudian mereka berdiskusi dan terjadi tawar menawar yang diakhiri dengan kesepakatan bahwa nama depan menjadi Dua ratus ribu dollar. (dari halaman 482)
Hadddeuh, mental bangsa. Sesungguhnya malu. Bagaimana tidak? Seluruh dunia  mengenal  bangsa Indonesia seperti itu. Bangsa yang mudah dinegosiasi jika menyangkut urusan duit. Tengok juga halaman terakhir ketika utusan Presiden SBY meminta bantuan Allan. Dengan entah apa maksudnya.
[caption id="attachment_349899" align="aligncenter" width="300" caption="Cetakan ke-2"][/caption]
Semoga saja dengan presiden baru, harapan baru kita bisa berubah. Meninggalkan mental yang hanya merusak diri kita sendiri. Dan suatu saat nanti ada buku yang bercerita tentang bangsa ini dengan mental bangsa Indonesia tidak seperti pandangan tuan Karlsson lagi.
NB : Rasanya Penerbit Bentang membuat lomba tentang Review buku ini (mungkin sudah ada pemenangnya), tapi saat itu bulan puasa. Waktu itu saya skip saja daripada dikritik bukannya baca Quran malah baca Novel. :D .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H