Mohon tunggu...
carissa putri
carissa putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

an individual with big dreams and numerous questions about how the world works

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Polemik Mahalnya Biaya Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia

9 Januari 2025   13:17 Diperbarui: 9 Januari 2025   13:17 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan kedokteran gigi sangat penting untuk kesehatan masyarakat, tetapi tingginya biaya pendidikan di Indonesia menjadi tantangan besar bagi calon mahasiswa, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu. Biaya kuliah bervariasi; di Universitas Gadjah Mada (UGM), Uang Kuliah Tunggal (UKT) berkisar antara Rp500.000 hingga Rp26.000.000 per semester, sementara di Universitas Indonesia (UI) mencapai Rp17.500.000 hingga Rp45.000.000 per semester, dan di Universitas Airlangga (UNAIR) antara Rp0 hingga Rp21.000.000.

Tingginya biaya ini tidak hanya mengurangi jumlah lulusan dokter gigi, tetapi juga memperburuk kekurangan dokter gigi spesialis, terutama di daerah terpencil. Penting untuk menganalisis masalah ini dan mencari solusi guna meningkatkan aksesibilitas pendidikan kedokteran gigi. Reformasi kebijakan dan struktur biaya yang lebih inklusif diperlukan agar lebih banyak calon mahasiswa dapat berkontribusi pada sistem kesehatan masyarakat.Pendidikan kedokteran gigi di Indonesia menghadapi tantangan serius terkait ketersediaan tenaga medis, baik dokter gigi umum maupun spesialis.

            Di daerah perkotaan, meskipun jumlah dokter gigi lebih banyak, distribusinya tetap tidak merata. Misalnya, menurut data, di Jakarta, rasio dokter gigi mencapai 1,97 per 1.000 penduduk, sementara di daerah terpencil seperti Papua, kekurangan dokter gigi bisa mencapai 86,5% (Alzeressy Putri Irnadya Sinaga, 2022). Dokter gigi spesialis juga sangat terbatas. Sebagian besar berada di wilayah barat Indonesia, sedangkan daerah timur mengalami kekurangan yang signifikan. Ini menyebabkan antrean panjang bagi pasien yang memerlukan perawatan spesialis.

Kondisi ini menciptakan disparitas yang mencolok antara ketersediaan dokter gigi umum dan spesialis di berbagai daerah. Masyarakat di kota besar mungkin memiliki akses yang lebih baik, sementara mereka yang tinggal di daerah terpencil sering kali tidak mendapatkan layanan yang memadai. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi kebijakan distribusi tenaga medis agar semua masyarakat, terutama di daerah terpencil, bisa mendapatkan layanan kesehatan gigi yang lebih baik.

II. Biaya Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia

Biaya pendidikan kedokteran gigi di Indonesia bervariasi antara universitas negeri dan swasta. Di universitas negeri seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI), biaya kuliah cenderung lebih terjangkau. UGM, misalnya, menerapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berkisar antara Rp500.000 hingga Rp26.000.000 per semester.

Selain biaya kuliah, mahasiswa juga harus mempertimbangkan biaya tambahan lainnya. Biaya untuk alat praktik dan bahan ajar dapat berkisar antara Rp3.500.000 hingga Rp50.000.000 per semester, tergantung pada program studi dan universitas yang dipilih. Dengan total biaya yang cukup besar ini, banyak calon mahasiswa dari latar belakang ekonomi kurang mampu terpaksa mengurungkan niat untuk melanjutkan pendidikan di bidang kedokteran gigi.

Biaya pendidikan kedokteran gigi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Di Filipina, biaya kuliah berkisar antara $5.000 hingga $15.000 per tahun, sementara di Malaysia, biayanya sekitar RM50.000 hingga RM100.000 (sekitar Rp170 juta hingga Rp340 juta) untuk program penuh. Sebaliknya, universitas swasta di Indonesia seperti Universitas Bina Nusantara bisa mengenakan biaya hingga Rp350.000.000 untuk seluruh program.

Tingginya biaya ini menjadi kendala bagi banyak calon mahasiswa, terutama yang berasal dari latar belakang ekonomi kurang mampu. Akibatnya, beberapa yang memilih untuk belajar di luar negeri dengan beasiswa dari instansi luar negeri, yang dapat mengurangi jumlah tenaga medis di dalam negeri. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk mengevaluasi kembali struktur biaya agar lebih terjangkau dan aksesibel bagi semua calon mahasiswa.

III. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan

Faktor pertama yaitu kualitas infrastruktur di fakultas kedokteran gigi berpengaruh besar terhadap biaya pendidikan. Fasilitas modern dan laboratorium lengkap memerlukan investasi tinggi, yang sering kali diteruskan kepada mahasiswa dalam bentuk biaya kuliah yang lebih mahal. Namun, tidak semua institusi memberikan kualitas pendidikan yang sebanding dengan biaya tersebut, sehingga mahasiswa bisa terjebak dalam sistem yang membebani tanpa mendapatkan output yang sesuai.

Kebijakan pemerintah juga sangat berperan dalam menentukan biaya pendidikan. Subsidi untuk universitas negeri dapat menurunkan biaya kuliah, tetapi pemangkasan anggaran pendidikan tinggi justru membuat institusi menaikkan biaya. Hal ini menciptakan kesulitan bagi calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Selain itu, standar akreditasi yang ketat dapat meningkatkan kualitas tetapi juga biaya operasional, yang pada akhirnya dibebankan kepada mahasiswa.

IV. Dampak Tingginya Biaya Pendidikan Terhadap Ketersediaan Dokter Gigi Spesialis

Distribusi dokter gigi spesialis sangat tidak merata. Sekitar 59% dokter spesialis berada di Pulau Jawa, sementara daerah di luar Jawa mengalami kekurangan yang signifikan (RKU FM, 2024). Di Papua, misalnya, rasio dokter gigi terhadap populasi sangat rendah, sehingga akses layanan kesehatan gigi menjadi terbatas. Kurangnya dokter gigi spesialis berimplikasi pada akses layanan kesehatan. Di banyak daerah terpencil, sekitar 40% puskesmas tidak memiliki dokter gigi (Antara News, 2022). Pasien sering harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan perawatan spesialis, memperburuk kondisi kesehatan mereka (Cakaplah, 2024). Dengan demikian, tingginya biaya pendidikan tidak hanya mempengaruhi jumlah lulusan tetapi juga distribusi dan aksesibilitas layanan kesehatan gigi.

V. Solusi untuk Mengatasi Masalah Ketersediaan Dokter Gigi Spesialis: Kerja Sama antara Pemerintah dan Institusi Pendidikan

Kerja sama antara pemerintah dan institusi pendidikan sangat krusial. Pemerintah perlu mendukung pengembangan kurikulum yang relevan dan menyediakan fasilitas yang memadai. Unair sendiri menawarkan beberapa beasiswa yang membebaskan mahasiswanya daritanggungan biaya Pendidikan seperti KIP-K, Beasiswa Unggulan, Tangguh Pemerintah Kota Surabaya, beasiswa KJMU (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta), dan Jabar Future Leadership Scholarship (JFLS). Kolaborasi ini akan memastikan bahwa pendidikan kedokteran gigi berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dapat menghasilkan tenaga medis yang siap pakai dan tersebar merata di seluruh Indonesia. Dengan solusi-solusi ini, ketersediaan dokter gigi spesialis dapat meningkat, memastikan akses layanan kesehatan gigi yang lebih baik di seluruh wilayah Indonesia.

Referensi:

Alzeressy Putri Irnadya Sinaga (2022). Korelasi Disparitas Ketersediaan Tenaga Medis Gigi Antardaerah Terhadap Pemanfaatan Layanan Gigi dan Mulut di Indonesia. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan (The Indonesian Journal of Health Service Management), 25(03), pp.108--115. doi:https://doi.org/10.22146/jmpk.v25i03.5879.

OECD. (2019). Income Inequality and Poverty Reduction Strategies. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development.

Todaro, M., & Smith, S. C. (2012). Economic Development. New York: Longman Publishing Group.

UNICEF. (2017). The State of the World's Children Report. New York: United Nations Children's Fund.

World Health Organization. (2008). Closing the Gap in a Generation: Health Equity through Action on the Social Determinants of Health. Geneva: WHO Press.

Zimmerman, R. J., & Stevens, G. A. (2014). The Relationship Between Education and Health Outcomes: Evidence from Low-Income Countries. Journal of International Economics, 92(2), 231--244.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun