Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, covid-19 memberikan pengaruh kepada banyak aspek kehidupan yang salah satunya meliputi kesejahteraan masyarakat. Apabila membahas kesejahteraan, kita seharusnya tak asing lagi dalam mendengar kata kemiskinan. Kesejahteraan dan kemiskinan merupakan dua hal yang terkait. Kemiskinan merupakan suatu simbol sosial yang sudah pasti terjadi dan tak mudah untuk diuraikan. Meskipun sejak awal berdirinya negara Indonesia ini seluruh kebijakan telah dilakukan untuk menaikkan taraf kesejahteraan masyarakat, tetapi dalam setiap pergantian rezim kekuasaan permasalahan kemiskinan merupakan sesuatu yang tetap ada dan belum kian terpecahkan hingga saat ini.
Seperti yang telah dikaji sebelumnya, ekonomi politik adalah suatu studi yang mempelajari mengenai keterlibatan antara kajian ekonomi dan politik, antara negara dan pasar, antara lingkup lokal dan internasional, serta antara pemerintah dan masyarakat. Konsep mengenai kemiskinan dapat dilihat melalui empat perspektif. Pertama, melalui perspektif moneter atau monetary approach, melalui perspektif kemampuan atau capability approach, melalui pendekatan pengucilan sosial atau social exclusion, dan terakhir melalui metode partisipatif atau participatory methods (Oktavianti, 2008). Dalam melihat kemiskinan melalui perspektif ekonomi politik, kita harus mengetahui bahwa didalamnya terdapat campurtangan pemerintah dalam menciptakan kemiskinan tersebut. Dengan demikian, terdapat variable politik yang mempengaruhi bagaimana kemiskinan itu dapat terjadi di masyarakat.
Di Indonesia sendiri, variable politik tersebut muncul dalam suatu formulasi kebijakan yang membuat kemiskinan terus terjadi. Proses politik disini melibatkan pemerintah dan masyarakat sementara kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut lebih mementingkan kepentingan kaum atas dan senantiasa melupakan masyarakat kecil. Dalam konteks pandemi covid-19, hal ini memiliki relevansi dengan adanya kebijakan yang dibuat pemerintah guna menghambat penyebaran virus Covid-19 dengan membatasi aktivitas masyarakat di luar juga memiliki dampak pada sektor ekonomi yang menyebabkan kesulitan dari masyarakat tersebut. Dengan kegiatan perekonomian yang terhambat, hal ini dapat menimbulkan pengangguran, dan berujung pada kemiskinan.
Dilansir dari data BPSÂ (Tarigan, Sinaga, & Rachmawati, 2020) , sejak Maret 2018 hingga September 2019 terjadi angka kemiskinan di masyarakat pedesaan dari 13,2% menjadi 12,6% dan di perkotaan turun dari angka 7,07% menjadi 6,56%. Hal itu menandakan bahwa pada tahun sebelum terjadinya pandemic, angka kemiskinan di Indonesia sudah mengalami penurunan dan tingkat kesejahteraan masyarakat lebih baik. Namun ternyata, pada kurun waktu September 2019-Maret 2020 terjadi peningkatan kemiskinan dan meningkat secara keseluruhan sebanyak 9,78%. Hal ini menandakan adanya dampak yang diberikan oleh pandemi Covid-19 terhadap angka kemiskinan. Terdampaknya kesejahteraan masyarakat dengan adanya Covid-19 ini dapat diformulasikan melalui kebijakan PSBB serta anjuran untuk masyarakat agar tetap diam di rumah agar terhindar dari virus Covd-19. Selain itu, Kebijakan PSBB telah mengubah pola kegiatan masyarakat dari yang tadinya dapat dilakukan secara konvensional dan memerlukan aktivitas fisik, saat ini harus beralih pada sistem kemajuan teknologi yang menyebabkan pelaku bisnis seperti penyewaan tempat, transportasi, dan sebagainya kehilangan kesempatannyadalam menambah pendapatan. (Tarigan, Sinaga, & Rachmawati, 2020). Dari hal ini kita dapat menganalisis bahwa dengan berkurangnya aktivitas masyarakat di luar, perlahan-lahan ekonomi nasional mulai melumpuh dan dengan aktivitas yang sangat minimal, bahkan di sektor perkantoran pun, berjalannya perkantoran menjadi tidak efektif seperti sediakala sehingga banyaknya karyawan yang dirumahkan (PHK). Selain itu, tidak semua lapisan masyarakat dapat merespons perubahan pola yang begitu cepat ini secara efektif sehingga tidak semua masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk membenahkan kondisi perekonomiannya sehingga terjadi penurunan pendapatan di masyarakat dan hal ini memberikan pengaruh pada daya beli masyarakat serta permasalahan pengangguran yang menyebabkan kemiskinan bertambah.
Kilas balik, adanya rencana pemerintah mengenai pemberian pajak PPn pada beberapa pilihan sembako seperti beras, jagung, gabah, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah dan sayur telah menjadi polemic yang hingga saat ini kerap dibicarakan masyarakat. Bahan pokok ini direncanakan oleh pemerintah untuk dinaikkan pajak di tahun 2022 yang pada mulanya 10% menjadi 11%. Meskipun demikian, banyak ahli yang menganggap bahwa kebijakan menaikkan pajak tersebut khususnya di era pandemic Covid-19 akan menggarap angka inflasi dan kemiskinan. Terkait dengan itu, hal ini relevan dengan studi yang dikembangkan oleh I Ketut Kasna (2021) yang menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah dengan menggarap pajak di masyarakat khususnya di era pandemic Covid-19 ini bukan untuk kesejahteraan masyarakat lagi, melainkan dapat menjadi ajang korupsi elit politik. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa kebijakan pemerintah yang berisikan menaikkan pajak di era Covid-19 ini tidak relevan dengan daya pembelian masyarakat dan berdampak pada kemiskinan.
Dari seluruh pembahasan yang telah dikaji di atas, kita dapat melihat bahwa ekonomi politik di era Covid-19 ini turut terdampak. Dari kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah seperti Bantuan sosial, PSBB, serta kenaikan pajak sembako juga menjadi bantuan bagi masyarakat namun apabila dilihat dari sudut pandang lain, kebijakan ini berdampak terbalik dari goals yang ingin diterapkan oleh pemerintah sehingga memunculkan permasalahan ekonomi-politik seperti Korupsi dan Kemiskinan. Untuk itu, menurut penulis dalam membangkitkan ekonomi politik di Indonesia di era pandemi ini, pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap kebijakan yang ditempuh serta mempertimbangkan kembali keefektifan dari kebijakan yang dicetuskan tersebut. Selain itu, kita sebagai rakyat yang ikut terdampak dari pandemi ini juga harus turut serta dalam memperbaiki ekonomi politik Indonesia seperti memperkuat inisiatif diri untuk menjaga perlindungan masyarakat penuh dan terus berperan sebagai kelompok penekan untuk menekan elit politik dalam mengemban tanggung jawab mereka terkait kesejahteraan masyarakat di masa Covid-19 ini. Kawal kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, apabila dinilai tidak memihak rakyat maka salurkanlah suara tersebut dan apabila kebijakannya efektif apresiasi pemerintah dalam mencetuskannya, Dengan demikian, kepentingan publik akan perlahan tercapai dan ekonomi politik Indonesia akan berjalan secara maksimal meskipun disaat pandemi seperti saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H