Mohon tunggu...
Carissa Ghafira Azra Chita
Carissa Ghafira Azra Chita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Politik dalam Menanggapi Hoaks dan Desinformasi pada Era Digital

10 Juni 2024   19:37 Diperbarui: 10 Juni 2024   19:50 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam era digital saat ini, hoaks dan desinformasi telah menjadi tantangan serius bagi demokrasi. Penyebaran informasi yang cepat melalui media sosial dan platform digital memungkinkan hoaks dan desinformasi menyebar dengan mudah, mempengaruhi proses demokrasi, partisipasi politik, dan pembentukan opini publik. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian atau tulisan ini adalah untuk memahami dan menganalisis peran politik dalam menanggapi tantangan hoaks dan desinformasi di era digital. Ruang lingkup pembahasan mencakup definisi dan karakteristik hoaks dan desinformasi, dampaknya terhadap demokrasi dan partisipasi politik, peran politik dalam menanggapi fenomena ini, serta strategi dan tindakan yang dapat dilakukan dalam menghadapi hoaks dan desinformasi, seperti kampanye penyadaran publik dan penguatan literasi digital. 

Menurut Lupton (2019), hoaks adalah "informasi palsu yang disebarkan dengan sengaja, sering kali melalui media sosial, dengan tujuan menyesatkan, mempengaruhi opini publik, atau mencapai keuntungan pribadi atau politik tertentu." Hoaks dapat berupa teks, gambar, audio, atau video yang dibuat dengan maksud untuk menipu pembaca atau pendengar. Sementara itu, desinformasi adalah "informasi yang keliru atau salah yang tersebar tanpa disertai niat jahat atau tujuan manipulatif." Desinformasi sering kali muncul akibat kesalahan dalam penelitian, interpretasi yang salah, atau kurangnya pemahaman tentang topik tertentu. Berbeda dengan hoaks, desinformasi tidak disebarkan dengan maksud untuk menyesatkan orang lain. 

Menurut Wardle dan Derakhshan (2017), hoaks dapat dibedakan dari disinformasi berdasarkan niat dan motif di balik penyebarannya. Hoaks adalah informasi palsu yang disebarkan dengan tujuan spesifik untuk menyesatkan atau memanipulasi orang lain. Sementara itu, desinformasi adalah informasi yang salah atau keliru yang tidak disebarkan dengan niat jahat atau manipulatif

Menurut Pennycook dan Rand (2019), hoaks dan desinformasi dapat memiliki dampak yang merugikan terhadap demokrasi dengan mengurangi kepercayaan masyarakat pada informasi yang benar, mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik, dan meningkatkan polarisasi politik. Hoaks dan desinformasi dapat menyebabkan penyebaran informasi yang tidak akurat, membingungkan masyarakat, dan merusak kepercayaan pada institusi demokrasi. Selain itu, menurut Allcott dan Gentzkow (2017), hoaks dan desinformasi juga dapat memengaruhi partisipasi politik masyarakat dengan menyebabkan ketidakpercayaan pada pemimpin dan institusi politik. Dengan adanya informasi yang salah atau menyesatkan, masyarakat dapat kehilangan kepercayaan pada proses demokrasi dan merasa skeptis terhadap informasi yang disajikan oleh pihak-pihak politik. 

- Peran Politik Dalam Menanggapi Hoaks dan Desinformasi 

Penegakan hukum dalam menanggapi hoaks dan desinformasi memainkan peran penting dalam menjaga integritas informasi dan melindungi masyarakat dari dampak negatif informasi palsu. Menurut Yudhoyono (2021), penegakan hukum terkait hoaks dan disinformasi dalam konteks Indonesia melibatkan berbagai peraturan hukum yang relevan, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan KUHP. Penerapan hukuman pidana terhadap penyebar hoaks dan disinformasi bertujuan untuk memberikan efek jera dan mendorong kesadaran akan konsekuensi hukum yang serius. Selain itu, penegakan hukum juga melibatkan kerjasama antara pihak kepolisian, jaksa, dan lembaga terkait lainnya untuk menyelidiki dan menindak penyebar hoaks dan disinformasi secara efektif. 

Namun, dalam menjalankan penegakan hukum terhadap hoaks dan disinformasi, perlu memperhatikan prinsip-prinsip kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi. Penegakan hukum harus dilakukan dengan proporsionalitas dan memperhatikan hak asasi manusia serta kepentingan umum. Dengan adanya penegakan hukum yang efektif, diharapkan dapat meminimalisir penyebaran hoaks dan disinformasi, serta memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku. Hal ini menjadi langkah penting dalam menjaga integritas informasi, membangun kepercayaan publik, dan melindungi demokrasi dari ancaman hoaks dan disinformasi. 

- Strategi Penanggulangan Hoaks dan Disinformasi 

Dalam upaya penanggulangan hoaks dan desinformasi, strategi-strategi berikut telah diusulkan dan diimplementasikan: 

1. Kampanye Penyadaran Publik, Kampanye penyadaran publik menjadi salah satu strategi penting dalam mengedukasi masyarakat tentang hoaks dan desinformasi. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan media bekerja sama untuk menyebarkan informasi yang akurat, mengajarkan keterampilan literasi digital, dan mengedukasi masyarakat tentang cara mengidentifikasi dan menanggapi hoaks dan desinformasi.

2. Kerjasama dengan Media, Diharapkan politikus bekerja sama dengan media untuk menyebarkan informasi yang akurat dan memerangi hoaks melalui pemberitaan yang berimbang dan faktual. Media juga dapat berperan dalam memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya, serta memberikan ruang bagi suara-suara yang berkompeten dan dapat dipercaya untuk menanggapi hoaks dan desinformasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun