Mohon tunggu...
Carissa Dian Shakila
Carissa Dian Shakila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

You don't get rid of yesterday by talking about it all of the time, You get rid of its effect on you by moving forward

Selanjutnya

Tutup

Politik

Proyek JLLT Tersendat, Pemkot Surabaya Terganjal Sengketa Tanah

18 Mei 2020   18:37 Diperbarui: 18 Mei 2020   18:27 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring intensifnya kegiatan pembangunan maka ketersediaan lahan sebagai faktor modal pembangunan semakin meningkat. Kegiatan pembangunan terutama bidang fisik baik di kota maupun desa tentu saja banyak memerlukan tanah sebagai tempat penampung dari kegiatan pembangunan tersebut. Kebutuhan akan tersedianya lahan untuk pembangunan memberikan peluang terjadinya pengambilalihan tanah untuk proyek, baik untuk kepentingan negara atau kepentingan umum maupun kepentingan bisnis dalam skala kecil dan besar. Untuk mendukung berbagai kepentingan maka yang menjadi objeknya ialah hak tanah yang dimiliki oleh individu, badan hukum maupun masyarakat adat, mengingat ketersediaan tanah negara yang sudah tidak memadai lagi jumlahnya.

            Faktor pendukung pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara dan masyarakat ialah menjamin adanya ketersediaan lahan. Akan tetapi mengingat ketersediaan lahan yang dimiliki pemerintah sangat minim sehingga dalam mendapatkan tanah, pemerintah melakukan pembebasan lahan terhadap tanah-tanah yang dimiliki masyarakat.

            Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah ialah melalui akuisisi lahan. Akuisisi lahan merupakan cara yang dilakukan oleh pemerintah/swasta untuk mengambil alih sejumlah tanah dengan luasan tertentu yang dikuasai atau dimiliki oleh beberapa masyarakat (perorangan atau badan hukum) untuk dipergunakan dalam pembangunan suatu proyek.

            Pemerintah Kota Surabaya menerapkan konsep akuisisi lahan pada pembangunan Jalur Lingkar Luar Timur (JLLT) Surabaya. Proyek ini disebut sebagai salah satu jalur yang akan mempermudah distribusi logistik. Selain itu, JLLT menjadi jalur yang menghubungkan luar kota dari sisi selatan hingga Madura dan Pelabuhan Tanjung Perak. Akses itu sekaligus melengkapi keberadaan jalan di Surabaya yang terdiri atas inner, middle, dan outer. Pembangunan JLLT akan membentang sejauh 16 Km, menyisir sisi timur Surabaya hingga Sidoarjo dengan melintasi 6 kecamatan yakni Kecamatan Kenjeran, Bulak, Sukolilo, Mulyorejo, Rungkut dan Gunung Anyar dengan total 14 kelurahan.

            Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya, Erna Purnawati, menuturkan bahwa proyek JLLT yang dikerjakan bersamaan dengan Jalur Lingkar Luar Barat (JLLB) Surabaya akan menelan anggaran sekitar Rp. 100 miliar yang dikerjakan selama 2 (dua) tahun mulai dari tahun 2019 hingga 2020.

            Namun terdapat suatu kendala dalam melakukan akuisisi lahan pada pembangunan proyek JLLT yakni adanya lahan yang pemiliknya tidak diketahui karena tidak meninggalkan identitas di persil yang dikuasainya. Lagipula, para pemilik lahan membeli tanah hanya untuk keperluan investasi. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan ini. Salah satunya dengan untuk mencari informasi pemilik lahan tersebut melalui pengecekan status kepemilikan tanah ke Lembaga Pengelolaan Tanah Surabaya. Sementara itu, proses pembebasan lahan di wilayah lain terus berjalan. Namun, lagi-lagi beberapa persil terganjal tumpang-tindih kepemilikan lahan. Akibatnya, pembebasan menunggu sengketa tanah rampung terlebih dahulu. 

            Selain itu, ganti rugi atas lahan yang dibangun JLLT belum didapatkan seluruhnya oleh ahli waris dari pemilik tanah. Dalam menghadapi permasalahan tersebut, DPRD Kota Surabaya akan mengusut tuntas terkait hak-hak kepada ahli waris tanah guna memperlancar ganti rugi tanah yang diakuisisi oleh pemerintah dan pihak pengembang.

            Fenomena akuisisi lahan secara besar-besaran bukan merupakan suatu pendekatan pembangunan yang bijak, karena ketidakadilan dalam pembebasan lahan milik masyarakat, serta banyaknya dampak negatif yang tidak terkontrol. Akan tetapi, alangkah baiknya akusisi lahan ditempatkan sebagai perencanaan yang terintegratif dengan peruntukan lahan lain untuk menghindari konflik dan ketimpangan.

                Untuk mengatasi permasalahan akuisisi lahan maka dapat diterapkannya solusi alternatif berupa konsep "kedaulatan tanah" (land sovereignty). Kedaulatan atas tanah adalah hak yang dimiliki oleh orang yang menguasai, dan menggunakan tanah, dan hidup di atasnya. Refleksi terkait penyelesaian permasalahan ini terdiri dari dua hal yang harus segera dibenahi yaitu membangun pemerintahan lokal yang kuat serta penguatan hak masyarakat terhadap lahan. Kedua solusi ini sejatinya juga relevan untuk menjadi catatan pada kasus akuisisi lahan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun