Mohon tunggu...
Carissa Kumalasari
Carissa Kumalasari Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

"Kamu hanya hidup sekali, tetapi jika kamu melakukannya dengan benar, sekali sudah cukup." - Mae West

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Melangkah Lebih Jauh dari Sekadar Berat Badan: Memahami Sindrom Metabolik dan Dampaknya

24 Juni 2024   15:00 Diperbarui: 24 Juni 2024   15:02 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering kali, perhatian kita terhadap kesehatan hanya terfokus pada angka di timbangan. Namun, ada aspek yang lebih mendalam dan serius yang mungkin terlewatkan, yaitu sindrom metabolik. Sindrom ini mencakup sekelompok kondisi medis seperti obesitas abdominal, tekanan darah tinggi, kadar gula darah yang tinggi, dan dislipidemia (ketidaknormalan kadar kolesterol dan trigliserida). Lebih dari sekadar berat badan, sindrom metabolik adalah kombinasi kompleks faktor risiko yang secara signifikan meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2 (Levesque & Lamarche, 2008).

Prevalensi sindrom metabolik (SM) di dunia antara 20-25%, sedangkan di Indonesia 21.66% pada tahun 2019, dimana tiga komponen sindrom metabolik yang paling umum adalah kolesterol HDL rendah, diikuti oleh hipertensi, dan obesitas sentral (Herningtyas, E.H & Ng, T.S., 2019).

Apa Penyebab Sindroma Metabolik?

Penyebab utama sindrom metabolik sangat beragam, beberapa penyebab yang mungkin termasuk faktor genetik dan berbagai faktor lingkungan atau gaya hidup, seperti obesitas, kurang berolahraga, dan pola makan yang tidak sehat. Inti dari sindrom ini adalah penumpukan lemak, terutama di perut, yang menyebabkan tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin (Swarup, S., Ahmed, I., et al, 2024).

Kenapa Sindrom Metabolik Penting?
Sindrom metabolik penting karena merupakan prediktor utama untuk perkembangan penyakit jantung koroner dan diabetes tipe 2 (Alshehri, 2010; Grundy, 2016; Levesque & Lamarche, 2008). Masyarakat yang menderita sindrom metabolik memiliki dua kali lipat risiko untuk mengalami serangan jantung dan lima kali lipat risiko untuk mengembangkan diabetes tipe 2 dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki sindroma ini (Alberti et al., 2009). Menurut National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel (ATP) III, seseorang dapat didiagnosis menderita sindrom metabolik jika memiliki tiga atau lebih dari komponen berikut:

  • Lingkar pinggang > 102 cm pada pria atau > 88 cm pada wanita
  • Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg
  • Kolesterol HDL < 40 mg/dL pada pria atau < 50 mg/dL pada wanita
  • Trigliserida ≥ 150 mg/dL
  • Glukosa darah puasa ≥ 100 mg/dL

Bukan Sekedar Lemak Biasa

Dalam konteks obesitas dan masalah yang berkaitan dengannya, ada perbedaan besar antara jenis lemak yang berbeda di dalam tubuh yaitu lemak viseral dan lemak subkutan. Secara umum, lemak viseral yang terletak di sekitar organ dalam perut dianggap lebih berisiko menyebabkan gangguan metabolisme seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, resistensi insulin, atau diabetes tipe 2 dibandingkan dengan lemak subkutan yang ada tepat di bawah kulit (Dam V., Sikder T., et al, 2016).

Obesitas abdominal, atau penumpukan lemak di sekitar perut, lebih berbahaya dibandingkan lemak di bagian tubuh lainnya karena lebih aktif secara metabolik. Lemak ini melepaskan asam lemak bebas ke dalam aliran darah yang menuju ke hati, mengganggu fungsi insulin dan menyebabkan resistensi insulin. Selain itu, lemak perut dapat memicu peradangan kronis dengan melepaskan zat-zat kimia yang menyebabkan peradangan, yang akhirnya mengganggu kerja insulin di dalam tubuh (Alberti, K.G., Eckel, R.H., et al, 2009).

Ketidakseimbangan hormon yang dihasilkan oleh jaringan lemak viseral, seperti berkurangnya hormon adiponektin dan meningkatnya hormon resistin, sehingga menurunkan sensitivitas insulin dalam tubuh. Selain itu, obesitas abdominal seringkali dikaitkan dengan masalah kadar lemak dalam darah yang tidak normal, seperti tingginya kadar trigliserida dan rendahnya kadar kolesterol baik (HDL). Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit jantung karena lemak-lemak ini lebih mudah menumpuk di dinding pembuluh darah (Grundy, S.M., 2016).

Lemak perut juga berkontribusi pada tekanan darah tinggi melalui berbagai cara, seperti meningkatkan volume darah dan kekakuan pembuluh darah, serta mengaktifkan sistem hormon tertentu yang mengatur tekanan darah. Tekanan darah tinggi adalah salah satu faktor utama penyebab penyakit jantung. Lemak perut yang berlebih juga memicu peradangan dan stres oksidatif, yang dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah, menyebabkan penumpukan plak, dan meningkatkan risiko serangan jantung (Alberti, K.G., Eckel, R.H., et al, 2009).

Meskipun berbagai badan internasional telah mengakui obesitas abdominal sebagai komponen sindrom metabolik, Namun, penting untuk dicatat bahwa sindrom metabolik tidak hanya dialami oleh mereka yang memiliki obesitas abdominal. Individu yang kurus dan ramping dengan lingkar pinggang normal juga dapat mengalami gangguan metabolik (Sanyal, D., 2018).

Lakukan Modifikasi Gaya Hidup untuk Hidup Lebih Sehat!

Mengubah gaya hidup mungkin tidak mudah, tetapi langkah-langkah kecil yang konsisten akan membawa dampak besar bagi kesehatan Anda dan mengurangi risiko sindrom metabolik. Berikut beberapa langkah yang dapat Anda ambil (Saklayen, M.G., 2018):

1. Diet Seimbang: Konsumsi makanan rendah lemak jenuh, gula, dan kolesterol. Perbanyak asupan serat, buah-buahan, dan sayuran. Makanan sehat ini tidak hanya baik untuk tubuh, tetapi juga membantu menjaga kadar gula dan kolesterol tetap terkendali.

2. Aktivitas Fisik: Usahakan untuk berolahraga minimal 150 menit per minggu dengan aktivitas aerobik intensitas sedang, atau 75 menit per minggu dengan aktivitas intensitas tinggi. Olahraga tidak hanya membantu menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan kesehatan jantung dan metabolisme.

3. Hentikan Kebiasaan Merokok dan Kurangi Konsumsi Alkohol: Merokok dan minum alkohol dapat memperburuk sindrom metabolik. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol akan memberikan dampak positif besar bagi kesehatan Anda.

4. Pemantauan Teratur: Lakukan pengukuran rutin tekanan darah, gula darah, dan profil lipid. Memantau indikator kesehatan ini secara berkala akan membantu Anda mendeteksi dan mengatasi masalah sejak dini.

5. Konsultasi dan Pengobatan Rutin: Jangan lupa untuk rutin berkonsultasi dengan dokter dan mengikuti pengobatan yang dianjurkan. Kontrol medis yang teratur sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.

Gambar 2. Gaya Hidup Sehat. Sumber: https://divineyouwellness.com/
Gambar 2. Gaya Hidup Sehat. Sumber: https://divineyouwellness.com/

Memahami sindrom metabolik adalah langkah penting dalam mencegah komplikasi kesehatan serius di masa depan. Dengan mengadopsi gaya hidup sehat dan pengelolaan yang tepat, individu dapat mengurangi resiko mereka terkena penyakit jantung, diabetes, dan kondisi kronis lainnya. Pentingnya mengidentifikasi faktor risiko dan melakukan intervensi tepat waktu tidak boleh diabaikan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Referensi:

Alberti KG, Eckel RH, Grundy SM, Zimmet PZ, Cleeman JI, Donato KA, Fruchart JC, James WP, Loria CM, Smith SC Jr; International Diabetes Federation Task Force on Epidemiology and Prevention; Hational Heart, Lung, and Blood Institute; American Heart Association; World Heart Federation; International Atherosclerosis Society; International Association for the Study of Obesity. Harmonizing the metabolic syndrome: a joint interim statement of the International Diabetes Federation Task Force on Epidemiology and Prevention; National Heart, Lung, and Blood Institute; American Heart Association; World Heart Federation; International Atherosclerosis Society; and International Association for the Study of Obesity. Circulation. 2009 Oct 20;120(16):1640-5. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.109.192644. Epub 2009 Oct 5. PMID: 19805654.

Dam V., Sikder T., Santosa S. From neutrophils to macrophages: Differences in regional adipose tissue depots. Obes. Rev. 2016;17:1–17. doi: 10.1111/obr.12335.

Grundy SM. Metabolic syndrome update. Trends Cardiovasc Med. 2016 May;26(4):364-73. doi: 10.1016/j.tcm.2015.10.004. Epub 2015 Oct 31. PMID: 26654259.

Herningtyas, E.H., Ng, T.S. Prevalence and distribution of metabolic syndrome and its components among provinces and ethnic groups in Indonesia. BMC Public Health 19, 377 (2019). https://doi.org/10.1186/s12889-019-6711-7

National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). (2001). JAMA, 285(19), 2486-2497.

Sanyal D. Lean Metabolic Syndrome: An Emerging Concept. Indian J Endocrinol Metab. 2018 May-Jun;22(3):301-302. doi: 10.4103/2230-8210.236782. PMID: 30090718; PMCID: PMC6063182.

Saklayen MG. The Global Epidemic of the Metabolic Syndrome. Curr Hypertens Rep. 2018 Feb 26;20(2):12. doi: 10.1007/s11906-018-0812-z. PMID: 29480368; PMCID: PMC5866840.

Swarup S, Ahmed I, Grigorova Y, et al. Metabolic Syndrome. [Updated 2024 Mar 7]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459248/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun