Mohon tunggu...
carisha affifah
carisha affifah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

hai readers saya sasa disini saya akan menulis tentang hal yang saya ketahui saya disini akan menulis banyak tentang berita,kesukaan saya,dan hal menarik lainnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kota Asia Afrika Sebagai Kota Edukasi

18 Desember 2023   09:19 Diperbarui: 18 Desember 2023   09:26 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KOTA ASIA AFRIKA DIJULUKI KOTA WISATA EDUKASI

KTT Asia-Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA kadang  disebut Konferensi Bandung) adalah  konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika yang sebagian besar baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh india, Myanmar (sebelumnya Burma), Sri Lanka (sebelumnya Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan budaya antara Asia dan Afrika dan untuk menentang kolonialisme atau neo-kolonialisme yang dilakukan Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.  Sebanyak 29 negara mengirimkan perwakilannya yang mewakili lebih dari separuh populasi dunia  saat itu. Konferensi tersebut mencerminkan apa yang mereka lihat sebagai keengganan Barat untuk bernegosiasi dengan mereka mengenai keputusan yang mempengaruhi Asia selama Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membangun hubungan  damai antara Tiongkok  dan antara Tiongkok dan Barat; melawan kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan pemerintahan kolonial Perancis di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk memajukan haknya dalam konflik dengan Belanda terkait Irlandia Barat.

  Sepuluh poin  pertemuan ini kemudian dituangkan dalam apa yang disebut Prinsip Bandung, yang berisi "deklarasi dukungan terhadap keharmonisan dan kerja sama dunia". Prinsip Bandung meliputi Piagam PBB dan Prinsip Nehru. Konferensi ini kemudian berujung pada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada tahun 1961.

  Konferensi Asia Afrika didahului oleh Konferensi Bogor pada tahun 1949. Konferensi Bogor merupakan pendahulu dari Konferensi Kolombo dan Konferensi Asia Afrika. Sidang kedua di Bogor dilaksanakan pada tanggal 28-29 Desember 1954.

  Konferensi Asia-Afrika mencerminkan apa yang dilihat oleh para penyelenggara  sebagai keengganan negara-negara Barat untuk bernegosiasi dengan mereka mengenai keputusan-keputusan yang mempengaruhi Asia dalam mengelola ketegangan Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membangun landasan yang lebih kuat bagi hubungan damai Tiongkok dengan Tiongkok dan negara-negara Barat; melawan kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan pemerintahan kolonialnya di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk memajukan perjuangannya dalam perselisihan dengan Belanda di Papua Barat (Irlandia Barat).

 Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia, menggambarkan dirinya sebagai pemimpin kelompok negara  yang kemudian disebutnya "NEFOS"; (Kekuatan Baru Baru).[2] Pada tanggal 4 Desember 1954, PBB mengumumkan bahwa Indonesia  berhasil memasukkan isu Irlandia Barat ke dalam agenda sidang Majelis Umum PBB tahun 1955.Pada bulan yang sama, rencana konferensi Asia-Afrika diumumkan[6

  Perdebatan besar berpusat pada  apakah kebijakan Soviet di Eropa Timur dan Asia Tengah harus dievaluasi bersamaan dengan kolonialisme Barat. Sebuah memorandum yang dikirim oleh negara-negara Muslim pada masa imperialisme Soviet menuduh pemerintah Soviet melakukan pembantaian dan deportasi massal di wilayah Muslim, namun hal ini tidak pernah disangkal.[7] Sebuah kesepakatan dicapai dimana "kolonialisme dalam segala manifestasinya" dikutuk, secara tidak langsung mengkritik Uni Soviet dan Barat.[8] Tiongkok memainkan peran penting dalam konferensi ini dan memperkuat hubungannya dengan negara-negara Asia lainnya. Setelah Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai selamat dari upaya pembunuhan dalam perjalanannya ke konferensi tersebut, ia menunjukkan sikap  moderat dan damai yang cenderung meredakan kekhawatiran  anti-komunis mengenai niat Tiongkok.

  Kemudian di konferensi tersebut, Zhou Enlai menandatangani sebuah artikel  dalam pernyataan akhir yang menyatakan bahwa orang Tionghoa perantauan pada dasarnya setia pada negara asal mereka, bukan kepada Tiongkok, sebuah isu yang sangat sensitif bagi tuan rumah Indonesia dan  beberapa negara peserta lainnya. Zhou juga menandatangani perjanjian kewarganegaraan ganda dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario.

  Museum Asia Afrika merupakan salah satu tempat bersejarah yang terletak di Bandung dan cukup populer lho, Moms. Arsitektur menakjubkan dan koleksi menarik menjadikan museum ini wajib dikunjungi.

 Misalnya saja perjuangan dan kerjasama  negara-negara Asia dan Afrika dalam perjuangan kemerdekaan dan perdamaian. 

 Koleksi museum meliputi foto-foto langka, artefak sejarah, dan sisa-sisa konferensi.

 Selain itu museum ini juga memiliki ruang pameran interaktif bagi ibu dan si kecil untuk memahami perjalanan panjang  kemerdekaan. 

 Museum Asia Afrika tidak hanya menyajikan fakta sejarah, namun juga menghadirkan semangat kerja sama dan perdamaian yang ada saat ini. Nah sebelum berkunjung,  simak dulu berbagai hal mengenai Museum Asia Afrika yang menjadi destinasi populer dan bisa menjadi wisata edukasi karena sangat banyak keindahan dan keunikan di wisata edukasi asia afrika ini

 Museum ini dibangun untuk menghormati Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Bandung pada tahun 1955.

 Saat konferensi ini diselenggarakan, Indonesia baru berumur sepuluh tahun sebagai tuan rumah.

 Prinsip-prinsip Bandung lahir pada konferensi ini, yang kemudian menjadi pedoman bagi bangsa-bangsa terjajah di dunia.

 Mengutip situs Asian African Museum, keberhasilan konferensi ini tidak hanya terlihat pada saat itu saja, namun semangat Konferensi Asia Afrika menjadi salah satu faktor penting yang menentukan jalannya sejarah dunia. Museum Asia Afrika merupakan salah satu tempat bersejarah yang terletak di Bandung dan cukup populer lho, Moms.

 Arsitektur menakjubkan dan koleksi menarik menjadikan museum ini wajib dikunjungi.

 Misalnya saja perjuangan dan kerjasama negara-negara Asia dan Afrika dalam perjuangan kemerdekaan dan perdamaian.

 Koleksi museum meliputi foto-foto langka, artefak sejarah, dan sisa-sisa konferensi.

 Selain itu museum ini juga memiliki ruang pameran interaktif bagi ibu dan si kecil untuk memahami perjalanan panjang kemerdekaan. Museum Asia Afrika tidak hanya menyajikan fakta sejarah, namun juga menghadirkan semangat kerja sama dan perdamaian yang ada saat ini.

 Nah sebelum berkunjung, yuk kita simak dulu berbagai hal mengenai Museum Asia Afrika yang menjadi destinasi populer.

 

 Museum ini dibangun untuk menghormati Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Bandung pada tahun 1955. 

 Saat konferensi ini diselenggarakan, Indonesia baru berumur sepuluh tahun sebagai tuan rumah.

 Prinsip-prinsip Bandung lahir pada konferensi ini, yang kemudian menjadi pedoman bagi bangsa-bangsa terjajah di dunia.  Mengutip  situs Asian African Museum, keberhasilan konferensi ini tidak hanya terlihat pada saat itu saja, namun semangat Konferensi Asia Afrika menjadi salah satu faktor penting yang menentukan jalannya sejarah dunia.

 Oleh karena itu, keberhasilan menjadi  tuan rumah Konferensi Asia Afrika bukan hanya sebuah prestasi biasa bagi Indonesia, namun juga sebuah prestasi.

 Pasca berakhirnya Konferensi Asia Afrika, banyak negara Asia  Afrika mulai mempertanyakan nasib Gedung Merdeka dan Bandung.

  Salah satu tokoh yang sering menerima pertanyaan dan saran mengenai Gedung Merdeka dari perwakilan Konferensi Asia Afrika adalah Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja.  Saat itu, ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia.

  Oleh karena itu, pada tahun 1980, pada peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika, Prof. Mochtar menyarankan agar Gedung Merdeka dijadikan museum. 

 Ide ini diterima dengan baik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun