Saat ini banyak kasus pembullyan/ perundungan yang dilaporkan oleh masyarakat kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Salah satu kasus yang baru terjadi adalah perundungan terhadap penyandang disabilitas, remaja asal Cirebon, Jawa Barat. Kasus ini mencuat setelah video perundungan menyebar di media sosial. Dalam video tersebut, sekelompok remaja berseragam SMA Â melakukan kekerasan fisik pada korban. Mereka menekan punggung korban dengan sepatu, lalu menginjak-injak pundak korban.
Aksi perundungan tersebut menuai perhatian ketua Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia (KND-RI) Dr. Dante Rigmalia,M.Pd. Menurutnya, aksi perundungan tidak mencerminkan rasa kemanusiaan dan tidak mencerminkan citra pelajar yang harusnya terdidik. Perundungan diruang lingkup pendidikan sering terjadi di mana tempat tersebut seharusnya menjadi salah satu yang dapat memberikan pelindungan baik kepada anak.
Perundungan menjadi salah satu penyebab menurunnya kondisi psikologis dan kesehatan mental  anak pada saat ini. Kasus perundungan bukan masalah sepele tetapi, kebanyakan orang hanya menganggap perundungan sebagai bahan candaan yang dianggap biasa. Kebanyakan korban  merasa takut untuk memberitahu orang tua, karena adanya ancaman dari sang pelaku. Pada akhirnya, korban yang mengalami perundungan terus terperangkap dan bungkam, kondisi psikologis jadi semakin lemah dan ada yang berujung pada pemikiran bunuh diri.
Dilansir dari laman verywell, adapun cara yang dapat dilakukan oleh  orang tua untuk memulihkan kesehatan mental anak usai di bully.
1. Buat Anak Yakin Bahwa Dia Kuat
Meyakinkan anak bahwa dia sebenarnya kuat dan tidak seperti apa yang dikatakan orang lain. Yakinkan bahwa dia sebenarnya memiliki kelebihan yang jauh lebih banyak.
2. Ubah Pola Pikir Anak
Langkah ini memang sulit dilakukan sendiri oleh orang tua sehingga orang tua dapat dibantu oleh konselor untuk mengubah pola pikir anak.
3. Bantu Anak agar Mampu Menguasai Pikirannya Sendiri
Yakinkan anak untuk berpikir bahwa tindakan bully yang ia terima memang tidak dapat dihindari, namun dia bisa mengendalikan reaksi yang muncul. Ketika anak mulai bisa menguasai perasaannya, maka emosi dan pemikirannya bakal lebih baik dan positif.
4. Fokus pada Kelemahan Anak