Asri terpukul atas meninggalnya istrinya meski orang-orang sekitar banyak yang menganggap lega atas kepergian Saniah dari sekitar mereka selamanya. Asri mengembalikan semua harta yang dimiliki Saniah ke keluarga Saniah. Tindakan Asri banyak dikecam warga dikarenakan hal tersebut tidak pernah terjadi di sana. Harta mendiang pasangan mestilah jatuh ke pasangan yang masih hidup. Asri bertolak dari hal tersebut. Dengan diberikannya harta peninggalan istrinya ke keluarga, diputuskannyalah hubungan pernikahan Asri dan Saniah.
Dalam masa berkabung, Asri banyak mendapat tawaran untuk menikah. Semua ditolaknya. Dalam masa perenungannya, ia semakin yakin bahwa dirinya harus menikahi Asnah untuk mendapat apa yang dicitakannya dalam pernikahan; ketenangan, dukungan, dan semangat dalam hidup. Islam tak melarang menikah dengan orang sesuku.
“Orang kita belum berdiri tegak dengan yakin di atas agama Islam, belum berpegang teguh pada ajaran agama Tuhan itu. Tandanya, Engku sendiri pun masih menguatkan tafsiran pepatah adat lama, yang telah usang atau lapuk. Padahal menurut pepatah adat sekarang, yaitu sejak agama dipelajari baik-baik, bukan syarak yang bersendi adat, melainkan adat itulah yang bersendikan kepada syarak dan syarak itu tetap bersendi Kitabullah,” ungkap Asri pada telangkai (utusan) yang meminta Asri menikah dengan anak gadisnya.
Asri memahami bahwa ia tak mungkin menikah di Maninjau. Asri pun menjemput Asnah di Kotabaru, tempat Asnah tinggal dengan Ibu Mariah, wanita yang kini merawat dan menjadi ibu angkat Asnah. Asri kemudian menikah dan bersama Asnah meniti hidup di tanah Jawa, jauh dari huru-hara di Maninjau, tempat kelahirannya.
Setahun setelah perjuangan Asri dan Asnah di Kota, mereka mendapatkan surat dari kampong halaman bahwa warga Maninjau mendesak Asri dan Asnah pulang. Mereka hendak menjadikan Asri sebagai kepala negeri (kepala desa) dan akan membersihkan nama keduanya. Demikianlah akhir kisah Salah Pilih. Asri dan Asnah kembali ke tanah kelahiran dengan kondisi terhormat dan menjadi pembelajaran bagi warga tentang perikehidupan dan adat.
Melalui Salah Pilih kita belajar agar melandaskan hidup kita dengan seutuhnya agama Islam. Adat bukan menjadi landasan utama hidup, melainkan adat semestinya bersandar pada syariat Islam. Soal pernikahan, hendaknya memilih pasangan bukan dengan pandang akan keturunan dan kekayaan semata. Melainkan aspek agama, keluhuran budi, dan keselarasan pandang soal tujuan pernikahan. Bahwa pernikahan semestinya membawa ketenangan, kebaikan, dan berlandaskan pada agama yang luhur. Menafsiri Salah Pilih jua kita diajak untuk lebih bijak dalam hidup, lebih besar dan luas hati dan pikir dalam sikap serta bersih pandang dan laku.
http://sofistikacarevy.com/menafsiri-salah-pilih/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H