Stalking. Mungkin banyak orang yang pernah mendengar kata tersebut tetapi banyak juga yang tidak mengetahui apa arti dari stalking. Stalking sendiri berasal dari kosakata Bahasa Inggris yang berarti menguntit / mengintip.
Pengertian stalking menurut Police nsw yaitu. Mengikuti seseorang atau mengunjungi sekitar atau pendekatan ke tempat tinggal seseorang, bisnis atau pekerjaan atau tempat apapun yang sering dikunjungi seseorang untuk tujuan kegiatan sosial atau rekreasi atau apapun itu. Lalu apa hubungan antara stalking dengan hak privasi.
“Dikutip dari Sisi Hukum” Di Indonesia sendiri khususnya, perbuatan stalking sendiri belum diatur secara eksplisit sebagai suatu tindak hukum pidana. Namun bukan berarti tidak ada korban dari tindak kejahatan stalking ini.
Berdasarkan survei Koalisi Ruang Publik Aman (KPRA) Bersama dengan Komnas Perempuan yang dilaksanakan pada 25 November sampai 10 Desember 2018 dengan 62.224 responden yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang dipilih secara acak di seluruh Provinsi di Indonesia tercatat sebanyak 1.215 responden yang mengalami stalking.
Stalking sendiri juga dapat dikaitkan dengan pelanggaran hak privasi karena stalking sendiri adalah perbuatan yang dapat melanggar hak privasi seseorang serta dapat menyebabkan trauma dan ketakutan kepada korban apabila disertai dengan ancaman dan kekerasan. Melalui hak privasi, seseorang berhak menentukan sampai mana informasi pribadinya dapat di ketahui orang lain.
Pada Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 juga telah menjamin hak privasi di Indonesia. “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat yang sesuatu yang merupakan hak asasi”.
- Cyberstalking. Tidak seperti stalking biasa, stalking di dunia maya ternyata sudah memiliki hukum di Indonesia. Pada Pasal 45B UU No. 11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur adanya perbuatan yang dapat digolongkan sebagai cyberstalking.
- “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000 (tujuhratus lima puluh juta rupiah)”. Kemudian terkait dengan perlindungan data pribadi, yang terbaru telah diatur dalam wujud UU No. 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi.
Berkaitan dengan UU diatas dijabarkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menjaga privasinya dan tindakan tersebut dilindungi oleh UU. Apabila ada orang lain mengetahui privasi dari seseorang maka diharap untuk tidak menyebarkannya dikarenakan hal tersebut melanggar UU diatas karena dijelaskan bahwa “seseorang berhak untuk membatasi sampai mana orang lain dapat mengetahui privasinya”, jika orang lain melakukan stalking dan menyebarkan privasi dari korban maka pelaku dapat dijerat hukuman sesuai dengan yang berlaku pada pasal tersebut.
Stalking maupun cyber stalking sendiri sah-sah saja dilakukan karena dengan beberapa survei di atas sendiri tidak dijelaskan secara detail bahwa stalking itu selalu berhubungan dengan kekerasan fisik maupun ancaman, kemudian apa yang melatar belakangi orang lain melakukan stalking atau membuntuti orang tersebut, karena apa yang dilakukan oleh pelaku pasti ada sebab dan tujuannya entah itu hanya sekedar rasa ingin tahu atau memiliki tujuan lain.
Cyberstalking sendiri pada umumnya lebih sering saya jumpai, mereka semua rata-rata hanya memiliki 1 tujuan yaitu ingin mengetahui ada apa? dimana? dan sedang apakah pemilik akun sosmed tersebut, jikalau pun ada seseorang yang menuntut menggunakan pasal diatas, apakah aspek-tersebut dapat dikaitkan dengan pelanggaran hak dan privasi? kalau tidak ingin privasinya diketahui orang lain di media sosial kenapa harus memposting sesuatu yang memancing rasa ingin tahu seseorang untuk mengetahui privasinya?.
Dari pasal diatas juga disebut bahwa "seseorang berhak membatasi sampai mana privasinya diketahui orang lain" menurut saya sudah jelas dijabarkan pada pasal tersebut "berhak membatasi" yaitu seseorang berhak untuk membatasi sampai mana privasinya diketahui orang lain, jadi setiap orang memiliki perlindungan atas privasinya dibawah UU.
Jika orang lain melakukan cyberstalking kepada kita, kita juga punya hak untuk menghentikan orang tersebut untuk melakukan cyberstalking kepada kita, entah itu cyberstalking yang disertai ancaman, maupun hanya sekedar ingin mengetahui apa yang kita lakukan, jikalau tindakan tersebut membuat kita tidak nyaman maka kita berhak untuk melakukan pembelaan dengan apa yang kita rasakan.
Penyalah gunaan yang berhubungan dengan stalking dan cyberstalking yang sampai saat ini dapat dibuat kasus salah satunya adalah kasus Bjorka, dikarenakan yang dilakukan pelaku adalah hacking yang merugikan negara maupun perseorangan karena sudah merugikan negara dengan membocorkan dokumen rahasia negara yang dapat mengancam kedaulatan negara, dikaarenakan adanya dokumen yang bocor maka bisa saja orang lain maupun pelaku dapat menyalah gunakan dokumen tersebut untuk kepentingan pribadi maupun kelompok yang disini kasus Bjorka tersebut telah melanggar pasal UU ITE Pasal 30 Ayat 1 sampai dengan 3, kemudian bisa kena UU PDP Pasal 67 Ayat 1, Ayat 2, dan Ayat 3
Jadi kegiatan stalking maupun cyberstalking sendiri sah-sah saja untuk dilakukan apabila tidak merugikan orang lain serta tidak melanggar Pasal-pasal diatas ataupun pasal lain yang melindung hak dan privasi, apalagi sampai ada yang melakukan pengancaman dan kekerasan maka sudah dipastikan pelaku dapat dikenai hukuman dengan pasal yang berlaku. Dikarenakan semua orang memiliki hak untuk melindungi privasi mereka serta sudah ada hukum yang mengatur mengenai hak dan privasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H