Kabar perpindahan 120 perusahaan garmen di Jawa Barat memilih untuk relokasi ke Jawa Tengah akibat adanya perbedaan upah buruh yang signifikan sejak tahun 2012. Hal itu secara otomatis menyebabkan jumlah buruh yang bekerja di sektor tersebut berkurang lebih dari 30 persen.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudradjat mengatakan perbedaan upah buruh antara Jawa Tengah dan Jawa Barat mencapai sekitar 100 persen. Padahal lokasi dua provinsi ini sama sama berada di Pulau Jawa. "Upah buruh di Jawa barat dua kali lipat dari upah buruh di Jawa Tengah. Ini yang menyebabkan banyak pabrik garmen pindah ke Jateng," ujar dia kepada "PR", Selasa 23 Oktober 2018. Sumber
Menyikapi beberapa industri yang gulung tikar dan memindahkan lokasi usaha ke tempat lain hingga ke luar negeri. Barangkali buruh, pelaku usaha idustri dan pemerintah, perlu merumuskan kepentingan yang sama-sama menguntungkan semua pihak.
Sikap-sikap pemaksaan yang tidak masuk akal untuk di terapkan dalam sebuah kesepakatan, tentu dapat membuat salah satu akan memberontak menolak.
Sebagai contoh yang sangat mudah menurut saya. Seandainya perusahaan atau pabrik tutup, hal ini tentu akan menciptakan masalah baru, khususnya untuk pemerintah. Tingkat pengangguran yang menjadi semakin tinggi, sedangkan kebutuhan hidup harus tetap berjalan.
Barangkali sebagai buruh bisa menerima yang namanya pesangon, berapa lama bisa bertahan ? Menurut saya pribadi, mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan yang di miliki, belum tentu bisa cepat.
Apalagi jika ingin mencari pekerjaan yang sama sekali tidak punya pengalaman, peluang untuk di terima jelas akan semakin besar, menurut saya. Calon perusahaan yang akan menerima karyawan, tentu bukan lembaga pelatihan. Mereka ingin segera menghasilkan pemasukan dalam produktivitas.
Fakta yang di ungkapkan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil tersebut. Ada salah satu kota yang menurut saya cukup menarik, dimana kota Bekasi yang memiliki 18 pabrik menjadi 0 (nol), mengapa sedemikian cepatnya menjadi nol ? Tentunya banyak alasan yang menjadi pertimbangan dunia industri di sana.
Oleh karena itu sekali lagi, ada baiknya semua elemen seperti buruh, pelaku bisnis dan pemerintah mencari solusi yang terbaik. Kita tentu tidak menginginkan situasi kenaikan upah yang di inginkan naik dari 20% hingga 25%, malah menjadi bencana awal untuk keluarga yang harus tetap hidup menyambung kehidupan.
Secara pribadi saya tentu menyambut baik untuk kenaikan upah minimum propinsi setiap tahun, namun saya tidak setuju jika permintaan kenaikan menjadi berlebihan seperti di lakukan beberapa organisasi yang mengatas namakan buruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H