Prabowo Subianto menghadiri Rapat Kerja Nasional Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan memberi pidato ekonomi kebodohan di Pondok Gede, Jakarta pada Kamis, 11 Oktober 2018 lalu.
Prabowo dalam pidato tersebut menjelaskan, sistem ekonomi di Indonesia saat ini tidak berjalan dengan benar, dan juga menilai sistem ekonomi sudah lebih parah dari paham neoliberalisme yang dianut oleh Amerika Serikat. Sebab, kata dia, angka kesenjangan sosial masyarakat Indonesia semakin tinggi. Bahkan, ia menyebut Indonesia tengah mempraktikkan sistem ekonomi kebodohan.
Beberapa indikator yang menjadi landasan Prabowo saat mengungkapkan pidato Ekonomi Kebodohan tersebut, diantaranya :
1. Indonesia kehilangan kekayaan senilai 300 milyar dollar AS
2. Fenomena kurang gizi
3. Sumber daya alam dikuasai swasta
4. Kekayaan nasional 45 persen dikuasai oleh 1 persen masyarakat.
1. Indonesia kehilangan kekayaan
Dalam pidato di Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Kamis (11/10/2018) itu, Prabowo menyebut, indikator pertama bahwa Indonesia sedang menjalankan ekonomi kebodohan adalah sejak 1997 hingga 2014, kekayaan Indonesia yang hilang dan dinikmati asing mencapai 300 miliar dollar Amerika Serikat.
Jika kita membuka kembali catatan tentang indikator tahun yang di sebutkan Prabowo, mungkin sejumlah fakta yang justru berlainan akan terungkap dalam pidato tersebut. Kurang lebih dari tahun 1997 hingga 2014 merupakan masa pemerintahan dari Suharto, BJ Habibie, Gusdus, Megawati dan SBY, benar ga menurut Anda ?
Jika kita membagi berdasarkan tahun jabatan Presiden seperti yang diungkapkan Prabowo, artinya Suharto memimpin 1 tahun, Habibie memimpin 2 tahun, Dusdur dua setengah tahun, Megawati 2 setengah tahun dan terakhir SBY memimpin Indonesia selama 10 tahun.
Jadi pidato Prabowo Subianto dalam mengkritik Presiden Jokowi tidak berdasar, jika menggunakan data yang disebutkan tadi. Jokowi mulai secara resmi menjabat menjadi Presiden Republik Indonesia adalah tanggal 20 Oktober 2014 bersama wakilnya Jusuf Kalla.