Pada satu sisi, industri kelapa sawit menjadi penyelamat ekonomi Indonesia. Di sisi lain, ia dituding sebagai penyebab kerusakan hutan dan emisi karbon. Dalam era di mana dunia berlomba-lomba menuju Net Zero Emission, peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak hanya menjadi penopang ekonomi, tapi juga kunci dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Pertanyaannya adalah: Mungkinkah BPDPKS menjadi pahlawan di tengah krisis iklim yang semakin nyata?
Sawit dan Krisis Iklim
Sejak beberapa tahun terakhir, perubahan iklim bukan lagi isu yang jauh dari keseharian kita. Bencana alam, peningkatan suhu global, dan cuaca ekstrem sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dengan tantangan ini, muncul pertanyaan besar: bagaimana Indonesia bisa turut serta dalam menanggulangi krisis iklim, sementara sawit, komoditas andalannya, dianggap sebagai salah satu penyebab kerusakan lingkungan?
Data menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia, berkontribusi terhadap sekitar 56% produksi global. Sektor sawit menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 16 juta orang, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan turut berperan dalam pengentasan kemiskinan di pedesaan. Namun, di tengah pencapaian ini, industri sawit menghadapi tantangan global terkait dengan keberlanjutan.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), deforestasi akibat ekspansi lahan sawit menyumbang hingga 35% dari total emisi karbon di Indonesia. Meski demikian, penggunaan minyak sawit juga menjadi bahan baku utama dalam pengembangan biodiesel yang dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menurunkan emisi karbon.
Di sinilah BPDPKS hadir dengan peran strategisnya untuk memastikan bahwa keberlanjutan industri sawit bisa dijaga, sekaligus berkontribusi pada target Net Zero Emission yang dicanangkan Indonesia.
BPDPKS dan Misi Net Zero Emission
BPDPKS memiliki misi besar dalam mewujudkan Net Zero Emission di Indonesia melalui berbagai program inovatif. Salah satunya adalah mendorong pengembangan biodiesel berbasis minyak sawit yang ramah lingkungan. Program biodiesel B30 yang dikelola oleh BPDPKS diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 34 juta ton CO2 per tahun. Angka ini tentu bukan jumlah yang kecil, dan menunjukkan bagaimana sawit dapat berperan positif dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Selain itu, BPDPKS juga terus berinvestasi dalam riset dan pengembangan teknologi yang memungkinkan pemanfaatan limbah sawit sebagai sumber energi terbarukan. Misalnya, limbah cair dari pengolahan minyak sawit dapat dimanfaatkan sebagai biogas yang menghasilkan energi listrik. Inovasi seperti inilah yang menjadi solusi dalam mengurangi emisi dan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Menurut laporan BPDPKS, sejak program biodiesel diluncurkan, konsumsi bahan bakar fosil telah berkurang signifikan, dan Indonesia berhasil menghemat devisa negara sekitar 66 triliun rupiah. Hal ini tidak hanya mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar, tetapi juga menjadi sumber penerimaan negara yang sangat besar.
Â
Kontribusi BPDPKS Terhadap Penerimaan Negara
Selain berperan dalam upaya mitigasi perubahan iklim, BPDPKS juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Dana yang dikelola BPDPKS sebagian besar berasal dari pungutan ekspor minyak sawit dan turunannya. Pungutan ini kemudian digunakan untuk mendanai program-program strategis, seperti subsidi biodiesel dan pengembangan sektor sawit yang lebih ramah lingkungan.
Pada 2022, BPDPKS berhasil mengumpulkan dana hingga 69,4 triliun rupiah dari pungutan ekspor kelapa sawit. Dana ini tidak hanya digunakan untuk mendorong pengembangan biodiesel, tetapi juga untuk mendukung peningkatan produktivitas petani kecil, yang sering kali menjadi aktor utama dalam rantai pasok industri sawit di Indonesia.
Seiring dengan itu, BPDPKS juga berfokus pada peningkatan kesejahteraan petani melalui program replanting (peremajaan) sawit rakyat. Dengan program ini, lahan-lahan sawit yang sudah tidak produktif dapat diperbarui dengan bibit unggul yang lebih ramah lingkungan, sekaligus meningkatkan hasil produksi. Ini tentu saja akan memberikan manfaat jangka panjang, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan.
BPDPKS: Tantangan dan Peluang
Di tengah pencapaian tersebut, BPDPKS tetap dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah menyeimbangkan antara ekonomi dan lingkungan. Dunia internasional, terutama Eropa, terus menekan Indonesia untuk memastikan bahwa produksi minyak sawit tidak lagi merusak lingkungan. Untuk menjawab tantangan ini, BPDPKS telah menerapkan berbagai standar keberlanjutan seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), yang bertujuan memastikan bahwa setiap tahapan produksi minyak sawit memenuhi prinsip keberlanjutan.
Namun, upaya ini tidak bisa berjalan tanpa dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah, pelaku industri, hingga masyarakat umum. Kesadaran akan pentingnya keberlanjutan dalam industri sawit harus ditanamkan sejak awal, dan BPDPKS memiliki peran kunci dalam mendidik masyarakat dan para pelaku industri terkait hal ini.
Harapan di Masa Depan
Keberlanjutan dan pengurangan emisi bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. BPDPKS telah menunjukkan peran pentingnya dalam membantu Indonesia mencapai target Net Zero Emission, sambil tetap menjaga kontribusi positif terhadap penerimaan negara. Dengan terus mendorong inovasi, program keberlanjutan, dan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, BPDPKS memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu pilar utama dalam transformasi Indonesia menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Di masa depan, diharapkan BPDPKS akan terus berperan sebagai agen perubahan yang mampu menjawab tantangan iklim global, sekaligus mengamankan masa depan industri sawit yang tetap produktif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H