Manchester United telah memasuki era baru. Ya, setelah era gilang gemilang di bawah kepelatihan Sir Alex Ferguson selama 26,5 tahun, era kelam di bawah Daid Moyes (plus Ryan Giggs sebagai caretaker), era kelam berikutnya di bawah Louis Van Gaal, kini Manchester United berada di bawah kendali Jose “The Special One” Mourinho.
Saya adalah salah satu fans lama Manchester United yang tidak gembira dengan kedatangan Jose Mourinho sebagai pelatih baru Manchester United (sebagian besar yang menyukai dan yakin kejayaan klub akan kembali dengan datangnya Jose Mourinho berasal dari kelompok fans baru United). Bahkan sebelum 3 (tiga) kekalahan beruntun (vs City, Feyenoord dan Watford), saya benar-benar tidak berani berharap kesuksesan datang seiring datangnya Jose Mourinho ke Old Trafford.
Sebagai pelatih besar dunia, Jose Mourinho tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Secara garis besar, kelebihan Jose Mourinho ada pada kemampuan menghadirkan trofi dan psywar terhadap lawan.
Pada tulisan ini, saya justru ingin membahas beberapa hal yang membuat saya tidak berani berharap tim ini sukses dan bahkan cenderung yakin tim ini akan kembali gagal bersama Jose Mourinho.
- Mourinho bukan solusi jangka panjang
Dalam sejarah panjang Manchester United, tim ini diwarnai dengan kesuksesan 2 (dua) pelatih besar dengan masa pengabdian yang cukup lama, yaitu Sir Matt Busby (25 tahun, 5 trofi liga, 1 trofi Champions) dan tentu saja Sir Alex Ferguson (26,5 tahun, 13 trofi liga, 2 trofi Champions). Pada rentang waktu di antara 2 (dua) pelatih besar tersebut, tidak ada satupun pelatih yang melatih lebih dari 5 tahun dan semuanya gagal meraih trofi liga Inggris. Selama karir panjangnya, Jose Mourinho tidak pernah melatih tim lebih dari 4 (empat) musim, yaitu : FC Porto (2 musim), Chelsea edisi 1 (3 musim lebih), Inter Milan (2 musim), Real Madrid (3 musim) dan Chelsea edisi 2 (2 musim setengah). Mengakhiri masa kepelatihan pada sebuah klub dengan kesuksesan atau tidak, Jose Mourinho selalu “tidak kerasan” berlama-lama.
- Jose Mourinho selalu meraih trofi liga di musim kedua dan selalu menurun setelahnya
Berhubungan dengan poin pertama, Jose Mourinho selalu berhasil juara liga di musim kedua dimanapun dia melatih dan hanya berhasil juara liga di musim perdana pada 3 kesempatan (Porto, Chelsea edisi 1 dan Inter Milan), serta gagal juara liga di musim perdana pada 2 kesempatan (Real Madrid dan Chelsea edisi 2). Pada musim kedua, Jose Mourinho selalu berhasil meraih prestasi yang fenomenal tetapi ketika melanjutkan kepelatihannya, selalu menurun prestasinya setelah musim kedua. Perinciannya : FC Porto juara liga Portugal dan Champions di musim kedua kemudian pergi, Inter Milan dibawa meraih trofi liga Seri A, Coppa Italia dan Champions di musim kedua kemudian pergi, Chelsea edisi 1 juara liga dengan rekor poin tertinggi era EPL, Madrid juara La Liga juga dengan rekor poin tertinggi La Liga (kelak disamai Barcelona), serta Chelsea edisi 2 juara liga dan Carling. Masalahnya adalah, Jose Mourinho selalu kehilangan trofi liga di Chelsea edisi 1, Real Madrid dan Chelsea edisi 2 pada musim ketiga.
- Jose Mourinho bukan solusi atas kebutuhan permainan menghibur
Jika fans United jengah dengan pola permainan era Louis Van Gaal, maka Jose Mourinho SAMA SEKALI BUKAN SOLUSI. Justru Jose Mourinho adalah pelatih besar dunia yang paling terkenal dengan pragmatisme dalam sepakbola dan terlalu mendewakan hasil. Ini menyangkut identitas dan harga diri Manchester United yang terbangun penuh kebanggaan di era Sir Alex Ferguson. Akademi sepakbola Manchester United bahkan punya slogan “Learn To Play United Way” di era Sir Alex Ferguson. Tentu saja slogan tersebut menjadi tidak relevan dengan DNA Jose Mourinho yang penuh pragmatisme.
- Jose Mourinho bukan solusi atas kebutuhan efisiensi biaya transfer
Seperti poin ketiga, jika fans United jengah dengan aktivitas Louis Van Gaal di bursa transfer yang menghamburkan banyak sekali uang, maka Jose Mourinho juga SAMA SEKALI BUKAN SOLUSI. Terlepas dari harga gila Paul Pogba, beberapa bulan lalu salah satu media olahraga online merilis daftar 10 (sepuluh) pelatih yang paling banyak menghabiskan uang di bursa transfer dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir, dimana Jose Mourinho ada di peringkat pertama (903 juta euro) dan Sir Alex Ferguson ada di posisi 5 (lima) dengan besaran belanja 465 juta euro. Perhitungan dimulai dari 2004 – 2014. Artinya, Jose Mourinho harus menghabiskan dana 2 (dua) kali lipat dari Sir Alex Ferguson untuk meraih 6 (enam) trofi liga (Chelsea 2005 dan 2006, Inter Milan 2009 dan 2010, Real Madrid 2012, Chelsea 2015) plus 1 (satu) trofi Champions (Inter Milan 2010) berbanding 5 (lima) trofi liga (2007, 2008, 2009, 2011, 2013) dan 1 (satu) trofi Champions (2008) milik Sir Alex Ferguson. Dulu, kami fans United sangat bangga sekaligus sombong ketika mengatakan Manchester City dan Chelsea “berusaha membeli trofi” dan kami tidak. Sekarang, identitas dan kesombongan itu hampir dipastikan akan sirna seiring kebiasaan boros Jose Mourinho di bursa transfer.
- Jose Mourinho gagal mendapat respek di ruang ganti Chelsea
Menjelang dipecat oleh Chelsea, Jose Mourinho sempat “curhat” ke media bahwa para pemain Chelsea sengaja “membuka pintu keluar” untuknya. Kira-kira terjemahan sederhana dari ungkapan tersebut adalah para pemain Chelsea tidak mengeluarkan permainan terbaik agar klub tidak meraih hasil positif dan Jose Mourinho dipecat. Pendeknya, ada ketidakharmonisan di ruang ganti Chelsea yang gagal ditangani oleh Jose Mourinho dan para pemain tidak lagi respek kepadanya walaupun pada musim sebelumnya Jose Mourinho mengantar klub meraih trofi liga dan Carling Cup. Well, kalau kejadian tersebut bisa terjadi di Chelsea, bukan tidak mungkin kejadian serupa terulang di Manchester United. Tidak bisa dipungkiri, Manchester United adalah klub yang lebih besar dengan ekspektasi lebih tinggi daripada Chelsea.
- Kebiasaan buruk Jose Mourinho menyalahkan pemain
Ini adalah salah satu perbedaan Jose Mourinho dengan Sir Alex Ferguson, menyalahkan pemain. Bahkan ada petinggi Real Madrid yang mengeluhkan hal serupa selama Jose Mourinho melatih di sana. Terakhir, Jose Mourinho terang-terangan mendamprat Luke Shaw yang dianggap sebagai biang kekalahan Manchester United atas Watford pada partai kelima Liga Inggris. Sebaliknya, Sir Alex Ferguson sangat terkenal dengan kebiasaan melindungi pemain yang diserang oleh media (Eric Cantona ketika melanggar brutal lawan dan dikatakan “bodoh” oleh pelatih salah satu tim rival dan perlindungan terhadap Cristiano Ronaldo muda ketika “bermusuhan” dengan Wayne Rooney pada Piala Dunia 2006 adalah contoh-contoh yang paling mudah diingat).
- Jose Mourinho sedang ada dalam fase “kurva yang menurun”
Dalam dunia olahraga, untuk pemain kita mengenal istilah “golden age” yang berarti masa emas seorang pemain untuk menunjukkan puncak performa dalam karir. Dipercaya, fase ini ada pada rentang umur 23/24 -29/30 tahun. Setelah itu, biasanya seorang olahragawan mengalami penurunan performa. Secara pribadi, saya khawatir Jose Mourinho sudah berada pada fase pasca masa emas performanya sebagai pelatih. Membawa tim dengan materi sehebat Chelsea pada posisi 16 klasemen jelas adalah sesuatu yang “sangat mengkhawatirkan”.
- Kekhawatiran tentang menurunnya mental Jose Mourinho
Saya ingin menawarkan sebuah simulasi. Coba sebut 10 (sepuluh) pelatih besar dunia di era modern yang terlintas di benak. Hampir bisa dipastikan, Jose Mourinho adalah salah satunya. Kemudian, dari 10 (sepuluh) pelatih besar tersebut, coba Anda ingat apa prestasi terbaiknya. Jose Mourinho ada di level atas sebagai pelatih yang “rutin” menjuarai liga, bersanding dengan Sir Alex Ferguson serta Pep Guardiola. Jose Mourinho juga ada di level atas untuk urusan menjuarai Liga Champions lebih dari sekali bersama Sir Alex Ferguson (1999 dan 2008), Carlo Ancelotti (2003, 2007 dan 2014), Guardiola (2009 dan 2011), Juup Heynckes (1998 dan 2013), Ottmar Hitzfield (1997 dan 2001), serta Vicente Del Bosque (2000 dan 2002). Jose Mourinho sekali lagi ada di level atas untuk urusan menjuarai Liga Champions bersama 2 (dua) tim berbeda (Porto 2004 dan Inter Milan 2010), bersanding dengan Ottmar Hitzfield (Dortmund dan Bayern Muenchen), Juup Heynckes (Real Madrid dan Bayern Muenchen) serta Carlo Ancelotti (AC Milan dan Real Madrid). Tetapi, ketika dilanjutkan dengan pertanyaan “Posisi berapa yang terburuk di liga?”, maka tidak ada satupun dari pelatih-pelatih tersebut yang pernah membawa timnya di posisi 16 liga.
Sebagai salah satu pelatih besar dunia, saya khawatir posisi 16 di liga Inggris menjelang dipecatnya akan mempengaruhi kondisi psikologis Jose Mourinho dalam melanjutkan karirnya. Tidak bisa tidak, hal itu adalah “noda sangat besar” di antara kegemilangan perjalanan karir Mourinho.
Well, sebagai fans setia United, saya tentu berharap kesuksesan akan kembali datang ke Old Trafford siapapun pelatih Manchester United, termaruk Jose Mourinho. Tetapi, secara pribadi, entah kenapa saya sangat yakin bahwa Jose Mourinho bukanlah sosok yang tepat untuk diharapkan meraihnya.
Glory glory Manchester United, with love and pride
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H