MATARAM-Â perkembangan individu sepanjang hidup. Berbeda dengan teori psikodinamik Sigmund Freud yang lebih menekankan pada tahapan perkembangan di masa kanak-kanak, Erikson mengembangkan teori yang melibatkan delapan tahap perkembangan yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia, dari bayi hingga lansia.
1. Pendahuluan Teori Psikososial Erikson
Erikson memandang perkembangan manusia sebagai suatu proses yang berkelanjutan, yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan tantangan yang dihadapi individu dalam setiap fase kehidupan. Teori ini tidak hanya menggarisbawahi pentingnya pengalaman awal dalam perkembangan individu, tetapi juga menekankan bahwa setiap tahap kehidupan membawa krisis atau tantangan psikososial yang perlu dihadapi dan diselesaikan untuk mencapai perkembangan yang sehat.
2. Delapan Tahap Perkembangan Psikososial
Erikson mengidentifikasi delapan tahap perkembangan psikososial yang mencakup seluruh rentang kehidupan manusia. Setiap tahap berfokus pada krisis atau konflik psikososial yang perlu diselesaikan individu untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Penyelesaian yang berhasil dari krisis ini berkontribusi pada perkembangan karakter dan identitas yang lebih kuat. Berikut adalah delapan tahap tersebut:
a. Tahap 1: Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun)
Pada tahap pertama, bayi mengembangkan rasa kepercayaan atau ketidakpercayaan terhadap dunia di sekitar mereka, tergantung pada pengalaman mereka dengan pengasuhan dan perhatian dari orang tua atau pengasuh. Jika kebutuhan dasar mereka (makanan, kenyamanan, rasa aman) dipenuhi secara konsisten, bayi akan belajar untuk mempercayai orang-orang dan dunia di sekitar mereka. Sebaliknya, ketidakpastian atau pengabaian dapat menghasilkan ketidakpercayaan yang memengaruhi perkembangan hubungan sosial mereka di kemudian hari.
b. Tahap 2: Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun)
Pada tahap ini, anak mulai mengembangkan rasa otonomi atau kemandirian melalui eksplorasi dan pembelajaran. Anak mulai belajar mengendalikan tubuh mereka dan melakukan aktivitas secara mandiri, seperti berjalan atau berbicara. Jika mereka diberikan kebebasan untuk bereksperimen dan diberi dorongan positif, mereka akan mengembangkan rasa percaya diri dan kemandirian. Namun, jika terlalu banyak dikontrol atau dihukum, mereka mungkin mengembangkan rasa malu dan ragu terhadap kemampuan diri.
c. Tahap 3: Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)
Pada usia dini ini, anak-anak mulai mengembangkan rasa inisiatif melalui kegiatan bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka belajar merencanakan dan melaksanakan tujuan mereka. Jika orang tua atau pengasuh mendukung inisiatif mereka, anak akan merasa percaya diri untuk mengambil tantangan baru. Namun, jika tindakan mereka sering kali ditegur atau dibatasi, anak-anak dapat merasa bersalah dan meragukan kemampuan mereka untuk membuat keputusan.